Widodo melakukan berbagai cara supaya keretakkan rumah tangga adiknya terjadi dan Muryati dapat kembali kepadanya. Pun Muryati menyadari kebahayaan Widodo dalam hal memprokasi. Betapa Muryati mengetahui bagaimana Handoko rawan terpangaruh oleh perkataan kakak sulungnya yang sedari dulu kewenangan Widodo tak pernah mampu dibantahnya.Â
Handoko kecil begitu penurut pada sosoknya. Hal ini yang membuat Muryati merasa takut saat suaminya berinteraksi dengan Widodo karena betapa pria itu sangat berbahaya dalam hal mempengaruhi pikiran adiknya sendiri.
Widodo terus mempengaruhi Handoko supaya berpikir buruk terhadap istrinya. Widodo bahkan mengadu domba dengan mengarang cerita palsu jika Muryati mengatakan ingin rujuk padanya; atau menyebar berita Muryati telah berselingkuh dengan rekan-rekan prianya. Handoko yang terpengaruh pun mengungkapkan kecurigaannya kepada Muryati.
 Namun dengan gigih Muryati tidak membenarkan semua tuduhan itu. Keinginan rujuk dan perselingkuhan itu hanyalah fitnah dari Widodo. Muryati mengaku bahwa kecintaannya hanya untuk suaminya seorang.Â
Di sisi lain, Muryati berbalik menjadi kesal kepada Handoko betapa dia telah mudah dihasut dan terprovokasi oleh Widodo yang dasarnya mempunyai jiwa provokator dan pengadu domba itu. Muryati kecewa atas sikap Handoko yang lebih mempercayai bekas nara pidana itu daripada istrinya sendiri.
Sejak saat itu, Muryati merasa harga diri Handoko menurun di matanya. Kecintaannya kepada Handoko yang semula membumbung tinggi dan tak pernah berkurang sedikit pun, kini seakan turun kadarnya. Hubungan mereka menjadi renggang dan kehidupan yang dijalani ala kadarnya berdasarkan pada tuntutan tugas dan kewajiban sebagai seorang suami dan istri.Â
Hingga di akhir cerita, Handoko mendapatkan proyek di luar negeri. Muryati ditinggalkan sementara dan diharapkan menyusul bila nanti kehidupan Handoko telah stabil di sana. Namun, Muryati tak begitu memikirkan. Ia tidak lagi merasa takut kehilangan walau terpisah jauh dengan suaminya; walau harus terpisah bertahun-tahun lamanya karena kini Muryati telah merasa berbeda dengan Muryati yang dulu yang ingin bersanding selalu dengan sosoknya.Â
Tekadnya dulu yang akan mengikuti kemana pun dia pergi, kini seakan perpisahan adalah sebuah kebaikan bagi mereka. Perpisahan itu memang bukan sebuah perceraian karena baginya terlalu sayang mengakhiri hubungan daripada rasa cinta dan kenangan indah yang selama ini dijalani bersama.Â
Namun, kepergian suaminya tak pula membuatnya sedih karena selepas percekcokan itu rasa di hatinya kepada suaminya kian memudar, maka dia biarkan hatinya hampa entah dalam waktu berapa lama.
Dari novel ini saya banyak belajar dari sosok Muryati digambarkan sebagai wanita yang mampu bersikap dewasa dan sangat tabah menjalani gelombang pasang surut kehidupan. Kehidupannya yang mudah menjadi sulit sejak kematian ayahnya, ditambah jalan kehidupan yang rumit setelah pernikahannya dengan seorang pemuda yang rupanya anggota golongan kiri yang tergabung dalam aksi pemberontakan Madiun kala itu.Â
Cemoohan harus ia hadapi dengan menutup mata dan telinga karena label "istri pemberontak" masih sering didengarnya. Betapa berat ujiannya mendapatkan perlakuan dari masyarakat atas sesuatu hal yang tidak dia lakukan.Â