Pemilu 2019 merupakan momentum terpenting bagi seluruh Rakyat Indonesia karena pada saat itu nasib Bangsa ditentukan menuju 5 tahun yang akan datang. Bahkan sesungguhnya bukan hanya urusan 5 tahun saja, tetapi lebih penting adalah meletakkan pondasi Kepemimpinan Nasional Indonesia Raya yang akan mengarahkan Bangsa ini bertahun-tahun menuju era Revolusi Industri.Â
Segala sesuatu kebijakan yang dibuat oleh para "Pemenang" di DPR, DPD sampai pada Presiden akan menentukan nasib Bangsa ini apakah semakin maju, berdaya-saing atau bahkan menuju pada kemunduran. Kemunduran dalam hal ini mungkin saja terjadi bila yang terpilih merupakan Pimpinan yang tidak bertanggung jawab kepada Bangsa dan Negara serta Wilayah yang diwakilinya.
Sebagai pemilih, kita juga tidak terlepas dari rasa tanggungjawab sosial dan moral pada saat memasuki tempat pemungutan suara. Tanggung jawab moral yang dimaksud adalah adanya kesadaran tertinggi terhadap tujuan akhir Pemilihan Umum.Â
Menentukan pilihan berarti sudah paham dan sadar betul bahwa yang dipilih adalah mereka yang terbaik dan tepat. Kesadaran moral juga berkorelasi dengan kesadaran yang hakiki dan tidak  murahan, karena sudah melawati kajian mendalam tentang siapa yang akan dicoblos.Â
Moral berarti tidak dapat terbeli dengan sekian banyak uang receh, tidak mampu ditipu oleh janji-janji yang tidak realistis dan kemampuan menilai tingkat keberpihakan calon tertentu kepada Masyarakat yang diwakili.
Pada Pemilu kali ini terdapat 5 lembar kertas suara yang akan dicoblos yaitu memilih Presiden, DPR RI, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Secara teknis, menentukan pilihan Presiden tidak terlalu sulit karena hanya ada 2 orang calon, kalau tidak pilih yang satu, maka pilihlah calon satu lainnya. Namun berbeda dalam menentukan pilihan pada Level DPR maupun DPD karena calonnya yang banyak sekali dari lintas Partai.Â
Bila kurang cermat maka bisa saja terjadi kebingungan dan akhirnya akan memilih secara liar tanpa pertimbangan. Â Sebuah penelitian tentang menentukan pilihan / making decision yang dilakukan oleh Barry Schwartz, Seorang ilmuan Sosial, menyimpulkan bahwa jumlah pilihan turut memengaruhi kemampuan seseorang untuk membuat keputusan.Â
Semakin banyak pilihan, maka semakin sulit bagi kita untuk menentukan keputusan. Sebaliknya, semakin sedikit pilihan, maka semakin mudah bagi kita untuk menentukan keputusan.Â
Selain banyaknya pilihan di TPS, Perbedaan  latar belakang pemilih, tingkat pendidikan, keilmuan, akses informasi, dan kemampuan analisis yang tidak merata juga mempengaruhi proses dalam menentukan pilihan.Â
Oleh karena hal tersebut, salah satu himbauan KPU dalam menentukan pilihan adalah dengan mengkampanyekan hastag #KenaliCalonmu dengan melihat dan mempelajari rekam jejak tiap-tiap calon yang akan dipilih. "Data dari tiap calon yang dipilih dapat diakses melalui website infopemilu.kpu.go.id. Di situ pemilih dapat mengakses daftar riwayat hidup dan data-data lain dari tiap-tiap calon.Â
Selain data primer yang disediakan KPU, pemilih masih dapat mencari informasi sekunder dari calon dari berbagai media informasi yang ada,". Bagi generasi yang terbiasa dengan digitialisasi, membuka website tersebut tentu bukan hal asing, tetapi ceritanya akan berbeda bila kelompok lansia atau kelompok awan teknologi yang diminta mengakses portal KPU tersebut.
Berdasarkan dasar pemikiran dalam uraian diatas, Penulis mencoba menyumbangkan pemikiran kritis bagaimana menilai dan menentukan pilihan pada tanggal 17 April mendatang. Tulisan ini tidak berbicara secara sempit dan praktis tentang bagaimana menentukan pilihan, tetapi lebih luas memberikan gambaran indikator dalam mengukur nilai dan spirit yang tertanam dalam kepribadian para kontestan yang berkonstetasi pada Pemilu mendatang.Â
Ukuran nilai ini tidak terikat pada Pemilihan Presiden, DPR atau DPD namun berlaku untuk semua dan penulis memandang bahwa ukuran nilai dan spirit ini sangatlah penting dimiliki oleh setiap kontestan. Berikut adalah 5 indikator penilaian alternatif yang dapat dipakai dalam menuntukan pilihan dengan penjelasan dan uraiannya masing-masing:
1. Menakar Nilai Spiritualitas Kandidat
Spiritualitas berasal dari kata 'spiritus' yang artinya adalah nafas kehidupan. Spirit merupakan kekuatan yang tidak terlihat yang memberikan nafas bagi kehidupan kita, menghidupkan kita, dan memberikan kita energi. Spirit membantu kita dalam mendefinisikan kebenaran, keunikan diri sesungguhnya dalam diri kita dan menegaskan individualitas kita. Â
Menurut Oxford English Dictionary, makna kata spiritual dapat diketahui dari arti kata-kata berikut ini : persembahan, dimensi supranatural, berbeda dengan dimensi fisik, perasaan atau pernyataan jiwa, kekudusan, sesuatu yang suci, pemikiran yang intelektual dan berkualitas, adanya perkembangan pemikiran dan perasaan, adanya perasaan humor, ada perubahan hidup, dan berhubungan dengan organisasi keagamaan. Sedangkan berdasarkan etimologinya, spiritual berarti sesuatu yang mendasar, penting, dan mampu menggerakkan serta memimpin cara berpikir dan bertingkah laku seseorang.
Sederhananya penulis menterjemahkan seseorang yang memiliki nilai Spiritualitas yang baik adalah "Seseorang yang telah selesai dengan Dirinya Sendiri". Dia memiliki ketulusan, keimanan yang kuat, tekat, moral, kedekatan emosional dengan Masyarakat (bukan hanya mendekat Pemuli), memiliki adab, rasa hormat, etika dalam berperilaku, rendah hati, keilmuan, bukan pemarah dan memiliki rasa humor. Â
Tentu Spiritualitas ini tidak bisa dimanipulasi karena tertanam secara alami dalam kepribadian Seseorang.Oleh karena itu, Jika ketemu kontestan pemilu yang memiliki Nilai-Nilai Spiritualitas seperti ini, Pilih!
2.Menilai Profesionalitas Kandidat
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Profesionalitas merupakan Nomina (kata benda) yang bermakna dua poin : (1) perihal profesi; keprofesian; (2) kemampuan untuk bertindak secara profesional.Â
Penambahan sufiks --itas dalam kata profesional menekankan pada kualitas keadaan, tingkatan sehingga kata profesionalitas dapat dimaknai memiliki nilai lebih kuat satu tingkat daripada kata profesional. Dengan demikian dapat dimaknai bahwa profesionalitas merupakan nilai lebih yang dimiliki oleh seorang profesionalisme.
Mengutip tulisan seorang senior Saya tentang profesionalisme, Yupiter Gulo, 2 November 2018 di kompasiana.com,  paling tidak ada 6 poin yang menjadi acuan melihat seseorang apakah profesional atau bukan, yaitu :
- kemampuan dan pengetahuan yang tinggi dibidangnya,
- tunduk dan menjunjung tinggi pada kode etik
- memperlihatkan integritas yang tinggi dan bertanggungjawab penuh pada bidang profesinya,
- memperlihatkan semangat dan jiwa mengabdi kepada masyarakat yang membutuhkan profesinya,
- secara manajerial memiliki kemampuan dalam membuat rencana dan program kerja yang jelas,
- harus menjadi anggota setia dalam organisasi atau bidang profesi yang dipilihnya.
Dari poin-poin serta uraian penjelasan diatas maka semestinya sudah tidak terlalu rumit dalam menilai profesionalitas atau tidak.
Oleh karena itu, Jika ketemu kontestan pemilu yang mendekati Nilai-Nilai Profesionalitas  seperti uraian tersebut, Pilih!
3. Kandidat yang ber-Integritas
Integritas dapat diartikan sebagai mutu, sifat, dan keadaan yang menggambarkan kesatuan yang utuh, sehingga memiliki potensi dan kemampuan memancarkan kewibawaan dan kejujuran. Integritas adalah menyatunya pikiran, perkataan dan perbuatan untuk melahirkan reputasi dan kepercayaan.Â
Jika merujuk dari asal katanya, kata integritas memiliki makna berbicara secara utuh dan lengkap / sepenuh -- penuhnya. Penulis mencoba menyederhanakan makna Integritas tersebut  menjadi "menyatunya pikiran, perkataan dan perbuatan".
Seseorang yang ber-Integritas berarti seseorang yang memiliki komitmen, tanggung jawab, dapat dipercaya, jujur dan setia, konsisten, menguasai diri dan memiliki kualitas hidup yang teruji.
Oleh karena itu, Jika ketemu kontestan pemilu yang memiliki nilai integritas seperti penjelasan diatas, Pilih!
4. Loyalitas Pada Masyarakat dan Negara
"You cannot buy loyalty; you cannot buy the devotion of heart, minds, and souls. You have to earn these things" -- Clarence Francis. Loyalitas dapat diartikan tekad dan kesanggupan menaati, melaksanakan, dan mengamalkan sesuatu dengan disertai penuh kesadaran dan tanggung jawab.Â
Tekad dan kesanggupan tersebut harus dibuktikan dalam sikap dan tingkah laku sehari-hari serta dalam pelaksanaan tugas. Loyalitas seseorang dapat terlihat dalam interaksi sosial dengan sesama dalam komunitas terkecil sampai terbesar. Â Loyalitas dapat juga diterjemahkan sebagai pengabdian dan keteguhan hati dalam kesetiaan terhadap keluarga, lingkungan, komunitas, dan negara.
Berbicara tentang poin loyalitas Kontestan dalam Pemilu, perhatikanlah rekam jejak calon-calon tersebut. Seperti apa pengabdian mereka kepada keluarga selama ini, pengabdian kepada Masyarakat dan pengabdian kepada Bangsa dan Negara.Â
Salah satu parameternya misalnya apakah yang bersangkutan selama ini memiliki perjuangan-perjuangan bersama rakyat, peduli dengan isu-isu kerakyatan, apakah yang bersangkutan rela sepatunya atau jasnya kotor karena mengunjungi kampung-kampung warga sebelum tahun politik tentunya.
Loyalitas pada level Nasional dapat dimakani sebagai tanggungjawab moral dalam mendukung serta memperkokoh NKRI, Kebhinekaan, UUD 45, dan Pancasila. Tidak berpihak pada kelompok-kelompok yang hendak memecah-belahkan Bangsa, Kelompok yang ingin mengganti Pancasila sebagai Dasar Negara, Kelompok Intoleran, Kelompok Anti Demokrasi.
Oleh karena itu, Jika ketemu kontestan pemilu yang pengabdian (loyalitas) kepada lingkungan, masyarakat serta Bangsa dan Negara seperti penjelasan diatas, Pilih!
5. Kreativitas Kontestan
Kata Kreativitas sangat lah penting di era revolusi industri industri 4.0 dan persaingan global (baca : neoliberalisme) sekarang ini. Kreativitas atau creativity adalah sebuah istilah yang dicetuskan oleh Alfred North Whitehead untuk menunjukan suatu daya di alam semesta yang memungkinkan hadirnya entitas aktual yang baru berdasarkan entitas aktual-entitas aktual yang lain.Â
Kreativitas adalah prinsip kebaruan. Dalam proses menjadi, kreativitas mutlak ada, jika tidak ada kreativitas, maka tidak ada proses. Kreativitas modern identik dengan gagasan milenial dan sistem digitalisasi yang biasanya muncul dari pemikiran-pemikiran bebas, yang kemudian dirumuskan menjadi sesuatu yang baru dan berdaya-saing.Â
Sederhananya, nilai kreativitas dan inovasi wajib dimiliki oleh seorang pemimpin "zaman now" agar komunitas atau masyarakat yang diwakili berdaya saing secara sektor maupun global.
Saat ini banyak pemimpin dan pemikir "zamal old" yang terbingung-bingung dengan segala asesoris "zaman now" berkaitan kreativitas. Debat presiden beberapa waktu lalu berkaitan dengan tema digitalisasi adalah contoh betapa pentingnya pemahaman akan inovasi dan kreativitas. Tidak heran ketika muncul istilah viral di nitizen seperti : "onlen-onlen, unicorn" dan sebagainya menjadi seperti istilah tabu yang baru didengarkan Masyarakat.Â
Namun demikian ada saja kandidat yang berargumen ingin tetap mempertahankan sistem lama (baca: zaman batu), tidak memahami dan juga tidak terbuka akan sesuatu hal baru, yang merupakan tuntutan generasi sekarang ini. Pemimpin yang bagus pada era revolusi industri sekarang ini adalah pemimpin yang memahami Inovasi, berpikir kreatif dan memiliki pemahaman akan perkembangan digital/teknologi informasi.
Oleh karena itu, Jika ketemu kontestan pemilu yang berpola piker kreatif, inovatif dan pemahaman akan digital leadership seperti penjelasan diatas, Pilih!
Akhir kata penulis mengingatkan bahwa tulisan ini semata-mata bertujuan untuk membuka cakrawala berpikir bersama pembaca yang budiman dalam menilai dan menguji kepribadian para Kontestan Pemilu 2019. Tentu saja banyak cara lain yang lebih taktis dan praktis selain 5 point tersebut diatas, bahkan dapat menggunakan analisis-analisis metodologis berbasis data, perbandingan dan lain sebagainya.Â
Demikian juga dalam pemilihan keterwakilan suatu komunitas juga mungkin saja isu-isu perjuangan kelompok, golongan bahkan isu primordialisme juga akan bermunculan, semua kembali kepada nalar dan daya kritis Pemilih. Â Pesan penulis : Jangan GOLPUT, karena Golput bukanlah pilihan terbaik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H