Mohon tunggu...
Risalah Amar
Risalah Amar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, pegiat pranikah

Penulis Lepas, dan Melepas Tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Raja Pesulap

23 November 2014   23:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:02 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tapi orang-orang senang sekali. Mereka menemukan apa yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya: tertawa, bersorak dalam konser-konser dan pentas kembang api yang tidak dilarang pemerintah.

*

Belum lama dia menduduki singgasana raja; naluri selebritasnya sebagai seniman sejati membimbing pinggulnya membuat hiburan. Orang-orang di sekitarnya lelah, pikirnya. Butuh hiburan.

Memang negeri itu lelah sekali. Berpuluh-puluh tahun perubahan dan segala kegiatan yang melelahkan, dijalankan dengan tempo yang lamban oleh Raja yang lama, dan Sang Raja baru; yang seorang penghibur sejati; terpikir sesuatu.

Sebuah tipuan lama kadang sangat menarik bila dimainkan dengan durasi dan pemanggungan yang tepat. Seperti actor, kadang dia harus mengubah mimiknya sesuai kebutuhan. Close up Magic, inilah seni sulap yang membutuhkan keahlian semacam itu, ketika sulap dilihat dari jarak dekat, jarak seorang teman duduk, jarak seorang kekasih terhadap kekasihnya. Seperti jarak, manunggalnya kawula dengan Sang Gusti.

Hari itu dia berpidato di depan istana. Orang-orang berkumpul, dan dia nyatakan, akan sekali lagi membuat pertunjukan sulap yang menyenangkan, namun dengan trik lawas yang mudah ditebak.

“Rakyatku, akan kutunjukkan sesuatu yang kalian lama merindukannya,” dia berdehem sebentar.

“Berapa lama kalian merindukan hujan?” semua terhenyak; Raja, apakah Raja kita Sang Pesulap Pembuat Mukjizat, akan menurunkan hujan dengan kedipan matanya, atau sesuatu yang lebih ajaib lagi?

“Perhatikan ini! Beberapa kartu. Silakan di cek, asli bukan?” dia acungkan beberapa kartu di tangannya.

“Akan kuciptakan hujan yang indah sekali. Yang setelahnya, kita akan menari bersama pelangi, yang setelahnya kita akan dibanjiri dengan harapan dan doa-doa bahagia….”

Kata-katanya kali ini terdengar seperti mantra yang begitu magis; namun semua orang masih menunggu apa yang akan terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun