Mohon tunggu...
Risalah Amar
Risalah Amar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, pegiat pranikah

Penulis Lepas, dan Melepas Tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Raja Pesulap

23 November 2014   23:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:02 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pesulap paling purba di muka bumi ini, bisa jadi menggunakan teknik sihir; mengubah tali menjadi ular, puluhan ular, bahkan ratusan ular di balai penghadapan Raja Firaun yang Agung ketika menghadapi Nabi-Nya, Musa. Mereka menggunakan air raksa yang disiramkan ke tali dari serat pohon, sehingga serat itu akan mengkerut-kerut dan tampak hidup. “Akulah Tuhan,” katanya.

“Dan siapakah Tuhanmu, Musa?”

Sulap-sulap ini hadir menjadi semacam kesenian untuk menyokong rezim, memperkuat rezim, untuk menyenangkan hati sang raja. Tetapi; bagaimanakah jika di sebuah negeri; justru sang raja itu sendirilah, alias si pesulap ulung, menjadi Sang Raja?

Jadi begitulah; pada tengah tahun itu, si Pesulap, yang  baru saja memenangkan kejuaraan Sulap (ya; di negeri itu, sulap sebagai kesenian sangat digemari masyarakat) digadang-gadang menjadi calon terkuat pengganti Raja yang sudah terlalu tua untuk memimpin negeri yang indah itu.

“Saudara-saudara negeri yang tercinta! Pada tahun ini, hadir seorang pesulap besar, seniman besar, yang akan mampu mengubah negeri kita!” kata seorang pendukungnya.

“Dialah pesulap agung yang mampu memunculkan bermacam keajaiban! Puji Dewa Segala  Keajaiban!” sambung yang lain. Medan kampanye sangat gempita.

“Tuhan Maha Besaaar! Hidup Pesulap Yang Maha Besaaaar!”

Tak disangka, muncul seorang penentang yang cukup kuat; dia bukan pesulap, bukan pula seniman. Dia adalah seorang bekas panglima perang yang terkenal garang (dan yang pasti; sangat mengenal kelebihan dan kekurangan negeri itu, termasuk kelebihan duitnya). Untuk pertama kalinya, negeri itu terpecah menjadi dua bagian; kalangan agamawan dan angkatan perang, serta golongan seniman dan buruh-buruh pasar di sisi lain.

“Kita pasti bisa memenangkan kejuaraan ini sekali lagi! Dunia ini adalah dunia yang penuh dengan keajaiban!” kata si pesulap dengan percaya diri.

Si pesulap memiliki keahlian khusus, sebagai mentalis. Mentalis, adalah personal yang bekerja dengan memanipulasi kekuatan mental.  Ya; membengkokkan sendok, membengkokkan tiang listrik dan apakah anda tahu siapa yang membengkokkan tanduk banteng? Tentu saja Tuhan.  Tuhan kita bukan pesulap. Ah, definisi ini mungkin akan membuat marah pesulap sakti yang hidup di luar cerpen ini, jadi, kita sebut saja, dia mampu memanipulasi makna-makna, dan mengubahnya jadi kekuatan mental. Dia yakin dengan kekuatan mentalis yang dia punya, dia mampu merevolusi negeri ini.

Satu saat, Di sebuah keramaian pasar, beberapa orang asyik sekali menonton tivi. Si Pesulap sedang tampil live, berbincang dengan pembawa acara yang sekedar basa basi bertanya perjalanan masa lalunya sebagai pesulap. Seperti umumnya tayangan live, si pesulap memang hadir secara fisik di tempat itu. Beberapa saat kemudian, iklan. seorang pedagang lain, di sekitar kios bertelevisi itu, sedang merapikan sayuran di kulkas. Mendadak, dia berteriak dengan keras: si pesulap, si pesulap!

“Si Pesulap besar Negeri keluar dari kulkas!!”

Dia ingin bicara dengan kita semua!!” seru si pedagang. Ya Tuhan, keajaiban apa lagi yang ia buat? Kini ia mampu muncul secara misterius dari dalam kulkas di pasar, padahal sedang acara siaran live di televisi!

*

Suatu hari saat masa kampanye, dia datang ke koloseum terbesar negeri itu. Dia pertunjukkan hal yang tak disangka orang akan terjadi.

“Saudara sebangsa, setanah air, siang ini akan saya lakukan hal yang tak pernah dipertunjukkan pesulap manapun di dunia ini,” Katanya. Semua mata tertuju padanya. Semua pendengaran mengarah pada suara si pesulap yang makin gagah dan wibawa.

“Ada banyak pesulap yang memiliki kemampuan teleportasi, dan mereka telah memindahkan pesawat jet, tugu besar kerajaan, gajah, manusia, bahkan sebuah pesawat antar planet yang besarnya seperti sebuah pulau,” Serunya seperti Kaisar yang memberi orasi di depan tentara.

“Dan saat ini rakyat tengah menunggu keajaiban itu! Aku tidak sedang bicara hal kecil seperti memindahkan kendaraan”

“Akan kupindahkan monumen peradaban manusia yang terbesar, yang pernah dibuat di muka bumi ini!”

Semuanya terpana; semuanya menunggu keajaiban apa yang dia lakukan?

“Akan kupindahkan Tembok Cina, lengkap dengan gerbangnya!”

Seluruh manusia yang hadir di situ berteriak kesetanan, antara bingung dan kagum, tembok cina? Dan dalam waktu singkat, diperintahkannya semua orang menutup mata. Dia acungkan tangan kanan ke langit, dan berseru: “Tembok Cina!”

Apa yang dia lakukan? Seperti Rasulullah, yang wajahnya seperti rembulan, kilatan matanya seperti panah yang sangat berkilauan, si pesulap dengan tangan hampa: memindahkan tembok cina, dan meletakkan gerbangnya tepat di depan Istana Raja!

*

Pengikutnya bertambah fanatic. Segala kata-katanya kini didengarkan seperti wahyu; dicatat dan dihafalkan baik-baik, dan kalau ada orang menentangnya akan dianggap the infidels, pengingkar, alias kafir. Pesulap; yang dalam ajaran samawi memiliki sihir yang sangat bahaya, di negeri itu, kini, dipuja-puja sebagai sosok yang mampu  menghadirkan mukjizat yang nyata; atau setidaknya: si Pesulap yang menghadirkan Mukjizat!

Beberapa desa melaporkan, bahwa terjadi hujan setelah dikunjungi si pesulap. Si pesulap dikisahkan cuci tangan di sana, di sungai terbesar di sana yang mulai surut . Memang belum banyak orang tahu, bahwa teknologi penurun hujan dengan garam sudah ditemukan para ilmuan bertahun-tahun lalu.

Pada masa penghitungan suara, si pesulap yang memang memiliki kelicinan seperti belut, melakukan sedikit muslihat cerdik. Dia lakukan sulap angka. Beberapa ilmuwan yang mendukung kubu panglima sampai kewalahan dibuatnya. Si pesulap, memang sebelumnya pernah melakukan  trik fenomenal, yaitu: memanipulasi angka-angka menjadi apapun yang dia mau, sehingga dia terpilih menjadi pesulap terbaik dan mengelabui rakyat di ibukota.

Dengan kekuatan mentalnya, dia membuat prediksi. Seperti biasa, semua mentalis memiliki kemampuan prediksi. Dia masukkan prediksinya; dalam kotak kecil dan digantungnya tepat di depan Pusat Hiburan Rakyat. Masa penghitungan tibalah, dan dia kerahkan semua kemampuan mentalnya; anda tahu yang terjadi setelah itu?

“Saudara-saudara, Hari ini, tepat pada penghitungan suara, kita sudah menang!” dan kata-kata ini, ternyata juga dikumandangkan kubu panglima yang jadi lawannya, kita sudah menang!

Siapakah yang menang sesungguhnya? Dunia ini menjadi semakin rumit dan begitu kusut masai. Kekusutan ini mungkin; terjadi karena kita terlalu menyederhanakan masalah, bahwa jika ada yang menang, sudah tentu ada yang kalah. Maka; setiap pergantian raja, sudah tentu ada yang dikalahkan, karena ada yang memenangkannya. Sederhana, bukan?.

Prediksi si pesulap, hanya meleset sekian persen.

Singkat cerita, dia akhirnya menjadi raja di negeri itu. Raja pertama yang memiliki keahlian sulap-menyulap yang sangat cerdik. Raja pertama, yang nyaris bisa melakukan mukjizat dengan indah. Kini dia seperti bisa mengubah apapun jadi berlawanan. Dia seperti bisa berlarian di antara awan; dia seperti bisa mengendalikan air. Dia seperti bisa menumbuhkan pepadian hanya dengan potongan rambutnya dalam sekejap mata.

Kini istana raja sudah begitu indahnya dengan Tembok Cina, tepat di depannya, memagari Istana. Ditambah gerbang besar merah, yang konon dijaga oleh Sembilan naga gaib. Naga-naga gaib ini tentu memakan waktu jika diceritakan, meski menjadi perbincangan menarik tentunya.  Taman ditata dengan cahaya trik-trik panggung yang elok, dan tiap malam, muncul kembang api yang begitu memukau dari tangan sang Raja yang tengadah ke langit, berdoa, dia mendoakan sesuatu dengan kalimat-kalimat yang asing bagi kita. Malam-malam milik rakyatnya menjadi begitu indah; kini tak ada batasnya; apakah kita diterpa fatamorgana? Apakah kita sedang terbentur kenyataan? Apakah kita memang ada di dimensi antara kenyataan dan kefanaan, sehingga tak penting lagi rasa sakit dan luka-luka akibat tidak meratanya pembangunan; sebab pesta-pesta kembang api terus melesat ke langit dari tangan tengadah sang Raja?

Tapi orang-orang senang sekali. Mereka menemukan apa yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya: tertawa, bersorak dalam konser-konser dan pentas kembang api yang tidak dilarang pemerintah.

*

Belum lama dia menduduki singgasana raja; naluri selebritasnya sebagai seniman sejati membimbing pinggulnya membuat hiburan. Orang-orang di sekitarnya lelah, pikirnya. Butuh hiburan.

Memang negeri itu lelah sekali. Berpuluh-puluh tahun perubahan dan segala kegiatan yang melelahkan, dijalankan dengan tempo yang lamban oleh Raja yang lama, dan Sang Raja baru; yang seorang penghibur sejati; terpikir sesuatu.

Sebuah tipuan lama kadang sangat menarik bila dimainkan dengan durasi dan pemanggungan yang tepat. Seperti actor, kadang dia harus mengubah mimiknya sesuai kebutuhan. Close up Magic, inilah seni sulap yang membutuhkan keahlian semacam itu, ketika sulap dilihat dari jarak dekat, jarak seorang teman duduk, jarak seorang kekasih terhadap kekasihnya. Seperti jarak, manunggalnya kawula dengan Sang Gusti.

Hari itu dia berpidato di depan istana. Orang-orang berkumpul, dan dia nyatakan, akan sekali lagi membuat pertunjukan sulap yang menyenangkan, namun dengan trik lawas yang mudah ditebak.

“Rakyatku, akan kutunjukkan sesuatu yang kalian lama merindukannya,” dia berdehem sebentar.

“Berapa lama kalian merindukan hujan?” semua terhenyak; Raja, apakah Raja kita Sang Pesulap Pembuat Mukjizat, akan menurunkan hujan dengan kedipan matanya, atau sesuatu yang lebih ajaib lagi?

“Perhatikan ini! Beberapa kartu. Silakan di cek, asli bukan?” dia acungkan beberapa kartu di tangannya.

“Akan kuciptakan hujan yang indah sekali. Yang setelahnya, kita akan menari bersama pelangi, yang setelahnya kita akan dibanjiri dengan harapan dan doa-doa bahagia….”

Kata-katanya kali ini terdengar seperti mantra yang begitu magis; namun semua orang masih menunggu apa yang akan terjadi.

“Perhatikan dan jangan pernah berkedip!”

Sesaat setelah dia berseru, dilemparkannya kartu-kartu itu ke udara,  dan terus terbang seperti kupu-kupu, hinggap sebentar di bahu seorang tukang becak, mengecup dahi bocah yang kagum benar dengan rajanya, dan mengelus kepala gadis-gadis yang terpana; lalu kupu-kupu kartu itu terbang terus ke langit.

Beberapa kejap kemudian, mendung datang, tanpa petir. Orang-orang menganga, sebab yang turun sebagai gerimis, lalu diikuti rintik dan gemuruh, adalah hujan kartu, persis seperti yang dilemparkan keudara oleh sang raja, lalu menjadi kupu-kupu!

*

Orang-orang yang berkumpul di sekitar istana begitu terpana, tapi lantas seperti ada yang meriapi jiwa mereka; sang raja terus melanjutkan mantranya yang misterius:

“Akan kuciptakan hujan yang indah sekali. Yang setelahnya, kita akan menari bersama pelangi, yang setelahnya kita akan dibanjiri dengan harapan dan doa-doa bahagia, oh, laut kita tak akan mati, meski kita timbun dengan berton-ton beton, meski kita gali agar makin dalam, oh, orang-orang tertindas, tindaslah siapa saja dan menarilah dengan gembira, akan kuciptakan hujan bagi negeri yang kering tetapi dibanjiri ini….”

Seperti orang yang birahinya dirangsang oleh kekuatan misterius, orang-orang itu menari, lalu berkejaran seperti anak kecil yang bermain gelembung, tetapi mereka mengejar-ngejar kartu yang menjadi kupu-kupu.

Halaman istana yang indah berubah menjadi hujan kupu-kupu, ya; Si Pesulap Agung, Sang Raja, kini menurunkan keajaiban dari segala keajaiban, mukjizat dari segala mukjizat, hujan kupu-kupu. Yang begitu indah, sampai membuat anak-anak kecil riang menari dan mendadak bisa bicara, membuat orang-orang dewasa berlarian seperti bayi menemukan cara berlari yang menyenangkan, hujan yang membuat sepasang kekasih mengeratkan pelukannya, karena kupu-kupu itu terbang begitu syahdunya. Kupu-kupu itu hinggap sekenanya di tembok cina tepat di depan istana, hinggap di gerbangnya yang besar, dan hinggap di tangan orang-orang yang terus seperti sufi yang mabuk: menari-nari, dan seperti menemukan Tuhannya yang sejati dalam tarian memabukkan itu; tarian anggur, dengan kupu-kupu beterbangan di udara. seolah-olah makrifat ditemukan kembali dalam sahara yang begitu panas dan menusuk dada.

Di tengah pesta hujan kupu-kupu itu, tanpa sadar, Sang Raja kembali bermain sulap angka. Seiring hujan yang makin lama makin deras, harga-harga barang naik terus meninggi. Semakin deras, semakin hebat kenaikannya. Sampai orang-orang kikuk, semua orang  heboh sekali; , angkot seribu perkilo, taksi sepuluh ribu perkilo, ikan asin seratus ribu perkilo, semua yang angka naik, semua yang harga tumbuh tak terkendali, dan orang-orang ada yang heboh, ada yang pura-pura bahagia hujan-hujanan kupu-kupu dari kartu, sementara pasukan kerajaan yang berjaga di gerbang istana berulang-ulang memukuli orang-orang yang sadar dari kegilaan, dan membuatnya kembali percaya bahwa kenyataan adalah kefanaan, dan kefanaan adalah kenyataan yang musti diterima dengan akal sehat sebagai kebenaran!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun