1. Kontroversi IQ
Dari sisi positif tes IQ terstandarisasi dan digunakan secara luas, ada banyak informasi tentang norma, validitas, dan reablitas.
Dari pihak lain, sebuah kritik menyatakan bahwa “tess tersebut meremehkan intellegansi untuk anak memiliki gangguan kesehatan yakni saat mengerjakan tugas yang sedang dalam keadaan tidak memungkinkan kesehatan yakni saat menegrjakan tugas, dalam KONDISI BAIK”.
2. Pengaruh Pada Intelegensi
Pada perkembangan otak
Penelitian pada citra otak menunjukkan korelasi moderat antara kemampuan dalam menyelesaikan masalah (Gray & Thompson, 2004)
Penalaran, pemecahan masalah, fungsi eksekutif berhubungan dengan korteks prafrontalis, tetapi bagian otak yang memiliki pengaruh yang besar secara genetis pada karakter intelegensi. Begitu pula dengan kecepatan dan realiabilitas penghantaran pesan diotak. Faktor lingkungan seperti keluarga, sekolah, dan budaya memegang peranan penting pada periode awal kehidupan, tetapi warisan intelegensi (perkiraan bahwa tingkat intelegensi seseorang dipengaruhi oleh genetis sehingga satu orang berbeda dengan yang lainnya) meningkat secara drastis seiring dengan pertambahan usia dan seiring dengan cara pemilihan atau penciptaan lingkungan yang sesuai dengan kecenderungan genetis yang mereka miliki (Davis, Hawort, & Plomin, 2009).
a. Pengaruh Sekolah Terhadap IQ
Sekolah sepertinya mampu meningkatkan hasil tes intelegensi (Ceci & Williams, 1997; Neisser dkk., 1996). Anak yang masuk sekolah terlambat secara signifikan. Misalnya di Belanda pada zaman pemerintahan Nazi, terjadi penurunan IQ sebesar 5 pon setiap tahunnya, dan beberapa di antaranya tidak bisa naik kembali (Ceci & Williams, 1997).
b. Pengaruh Ras / Etnis dan Status Sosial Ekonomi Pada IQ
Tentang faktor genetis substansial, sudah ada pendapat kuat yang menyatakan pengaruh genetis pada perbedaan individu dalam intelegensi, tetapi tidak ada bukti langsung yang menunjukkan bahwa perbedaan IQ antara etnis, budaya, atau kelompok ras diwariskan atau tidak. Dilain pihak ada yang menyatakan bahwa perbedaan IQ pada masing-masing etnis dipengaruhi lebih besar oleh ketidaksetaraan lingkungan (Nisbett, 1998, 2005) terkait pemasukan, gizi, kondisis tempat tinggal, kesehatan, praktik pengasuhan, perawatan diri pada anak, stimulasi intelegensi, sekolah, budaya, atau kondisi lainnya yang dapat mempengaruhi kepercayaan diri, emosi, motivasi, performa akademis.