“Ya. Terima kasih” kataku. Aku segera berlalu karena malu dan berkat kecerobohanku yang tak bisa menjaga langkahku aku tersandung diantara kakiku sendiri. Kali ini aku benar-benar jatuh. Awan menghampiriku. Aku tak bisa melihat wajahnya karena terlalu sibuk menyembunyikan rasa maluku.
“Aku baik-baik saja” kataku melepaskan tangannya dari lenganku, aku berdiri dan pergi dengan berjalan pelan. Hatiku berdebar, rasa malu ini belum bisa ku atasi bahkan hingga bel istirahat berbunyi. Aku hanya menenggelamkan wajahku di atas meja. Menghindari jika dia menghadap ke belakang untuk mengembalikan buku pelajaran ke dalam tasnya.
“Kau sakit?” tanyanya sambil memegang bahuku. Aku sedikit terkejut.
“Kenapa kamu baik sama aku?” tanyaku polos padanya.
“Karena kamu satu-satunya orang di sini yang tak menyukaiku” jawabnya dengan cepat.
“Lalu, apa dengan kau berbuat baik padaku, aku akan menyukaimu?” tanyaku lagi.
“Tidak, aku berbuat baik padamu tidak untuk itu” jawab Awan.
“Lalu, untuk apa?” aku masih berselimut rasa penasaran.
“Untuk ini” kata Awan dengan memajukan sedikit badannya kearahku. Hingga aku tak bisa melihat jarak antara kita. Terlalu dekat.
“Untuk membuatmu kagum padaku” kata Awan, aku mendorongnya kebelakang. Beberapa anak yang ada di kelas menyaksikan kejadian mengejutkan ini, bukan hanya untuk mereka tapi juga untukku.
“Kau gila” ucapku.