Mohon tunggu...
Mauraqsha
Mauraqsha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Staff Biasa di Aviasi.com

Penggemar Aviasi namun terjun di Pariwisata, berlayar pilihan pertama untuk liburan, homestay dan farmstay piihan pertama untuk penginapan.

Selanjutnya

Tutup

Money

Monopoli Bandar Udara

22 Juli 2022   14:39 Diperbarui: 22 Juli 2022   15:50 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bandara Halim Perdanakusuma kedepan tidak lagi dikelola oleh Angkasa Pura II setelah adanya keputusan Mahkamah Agung no.Nomor 57/PK/Pdt/2015 dan akan dikelola oleh PT Angkasa Transportindo Selaras (ATS) yang merupakan salah satu anak perusahaan dari sebuah maskapai.


Kompas.com memberitakan ini pada hari ini tanggal 21 Juli 2022 dan sedikit banyak memunculkan bebeberapa pertanyaan dimana salah satunya adalah apakah sebuah bandara dapat menjadi objek bisnis monopoli ?


Pertanyaan ini sangat logis atas dasar dimana sebuah bandara dikelola oleh badan usaha yang memiliki hubungan erat dengan sebuah maskapai dapat memberikan pelayanan istemewa kepada satu maskapai saja.


Pelayanan istimewa itu salah satunya adalah slot penerbangan di bandara tersebut yang akan banyak atau di dominasi oleh hanya satu maskapai.


Untuk memahami slot penerbangan secara sederhana, kita bisa menganggap bandara adalah mall atau pusat perbelanjaan dimana terdapat tempat parkir untuk kendaraan, semakin luas tempat parkir yang tersedia semakin banyak bisa menampung kendaraan dan pada akhirnya semakin banyak pula pengunjung mall.


Pada bandara, kendaraan diatas adalah pesawat terbang yang dioperasikan oleh maskapai yang notabene adalah customer dari bandara, sehingga semakin banyak kapasitas sebuah bandara, semakin banyak pula dapat melayani maskapai.

Bagaimana bandara bisa menjadi objek monopoli ?


Bandara memang merupakan tempat pergerakan pesawat tetapi tidak hanya berhenti pada pesawat saja karena pesawat merupakan moda transportasi yang mengangkut orang dan barang, sehingga semakin banyak lalu lintas pesawat di bandara semakin banyak lalu lintas orang dan barang pada sebuah bandara.


Bagi bandara, banyaknya lalu lintas orang merupakan kesempatan untuk meraih pendapatan diluar dari pendapatan dari layanan penerbangan (aeronautical income) yaitu dari usaha retail serta jangan dilupakan usaha advertising berupa iklan.


Bandara memiliki dua bagian yaitu udara (airside) dan darat (landside), pada sisi udara yaitu landasan pacu, apron dan tempat parkir pesawat menghasilkan pendapatan udara (aeronautical income) berupa slot penerbangan, ground handling, kargo dan airport tax kepada pengguna jasa transportasi udara.

Pada sisi darat, bandara menghasilkan pendapatan dari para tenants yaitu penyewa tempat usaha, parkir mobil dan lain lain.


Oleh karena itu maka pada dasarnya bandara adalah usaha yang sangat menggiurkan apabila berhasi melakukan itu semua terlebih bila didukung dengan lokasi, fasilitas pendukung serta layanan rute penerbangan yang banyak dan lainnya.


Pengelola bandara bisa saja memilih maskapai dan tenant retail dan lainnya secara terbatas dari satu grup bisnis dan mitra mereka.saja, sehingga monopoli bandara tidak hanya sebatas pada maskapai saja tetapi pada semua aspek yang notabene merupakan sumber pendapatan bandara.


Di dunia ini, monopoli bandara bukan sesuatu yang tidak ada, di Australia misalnya monopoli bandara juga terjadi dimana beberapa tahun yang lalu menjadi bahan pembicaraan dan berita, monopoli bandara terjadi di bandara bandara utama di Sydney, Brisbane, Melbourne dan Perth.

Apa dampak monopoli bagi para pengguna jasa transportasi udara ?


Bandara mengenakan biaya biaya pada maskapai sebagai pelanggan mereka sehingga setiap ada kenaikan biaya biaya tersebut maka akan berdampak pula pada harga tiket pesawat yang dikenakan oleh maskapai untuk menyesuaikan kenaikan yang terjadi.


Jadi bagaimana cara untuk menghindari kegiatan monopoli pada bandara oleh pengelola bandara, apakah harus dikelola oleh Pemerintah tanpa privatisasi ?


Untuk menjawabnya mari kita kembali ke Undang Undang No.1 tahun 2009 tentang Penerbangan.


Pada pasal 1 ayat 43 dinyatakan bahwa Bandar Udara adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas atau koperasi yang kegiatan utamanya mengoperasikan bandar udara untuk pelayanan umum.

Pada pasal 233 ayat 1 dinyatakan Pelayanan jasa kebandarudaraan sebagaimana dalam pasal 232 ayat (2) dapat diselenggarakan oleh :
a. Badan Usaha Bandar Udara untuk bandar udara yang diusahakan secara komersial setelah memperoleh izin dari Menteri; atau
b. Unit penyelenggara bandar udara untuk bandar udara yang belum diusahakan secara komersial yang dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada pemerintah dan/atau pemerintah daerah.


Pasal 233 ayat 2 menyatakan bahwa izin menteri sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan setelah memenuhi persyaratan administrasi, keuangan, manajemen.


Pada pasal 1 ayat 31 dinyatakan bahwa kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelenggaraan bandar udara dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan fungsi keselamatan, keamanan, kelancaraan, dan ketertiban arus lalu lintas pesawat udara, penumpang, kargo, dan/atau pos, tempat perpindahan intra dan/atau antarmoda serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah.


Sehingga dapat disimpulkan bahwa penyelenggara layanan kebandarudaraan di Indonesia memang dapat dilakukan oleh pihak pemerintah atau swasta secara komersial setelah mendapat izin dari Menteri tanpa tidak melupakan fungsi dari bandar udara seperti yang tertera dalam pasal 1 ayat 31 terutama pada keselamatan, keamanan dan meningkatkan pertumbuhan nasional.

Dari aspek keselamatan tidak hanya menyangkut lalu lintas pesawat udara tetapi juga keselamatan lingkungan sekitar.bandar udara yang bisa merupakan perumahan tempat tinggal dan usaha yang padat seperti bandar udara Halim Perdanakusuma.

Jika ada yang pernah terbang dari bandar udara Halim Perdanakusuma dan melihat jendela saat lepas landas, kita bisa melihat begitu padat nya kawasan condet dan sekitarnya, tidak melupakan padatnya lalu lintas di jalan raya Bogor.

Masih laik kan bandara Halim Perdanakusuma melayani penerbangan komersial dengan tingkat keselamatan yang maksimal terlebih bila akan ada peningkatan kegiatan penerbangan komersial nantinya ? Apakah kita masih mengingat kecelakaan pesawat di bandar udara Polonia Medan puluhan tahun yang lalu sehingga keputusan pemindahan ke Kualanamu  adalah pilihan tepat untuk menjauhkan lalu lintas pesawat dari kepadatan kehidupan masyarakat sekitar.

Hal yang terakhir adalah keberadaan pangkalan udara TNI AU Halim Perdanakusuma yang merupakan pangkalan udara strategis karena selain menjadi base pesawat angkut berat, sedang dan VIP/VVIP Pemerintahan juga sebagai pintu gerbang bagi tamu tamu kehormatan negara lain.


Pesawat angkut berat dengan pesawat C-130 Hercules dan sedang dengan pesawat C-295 tidak hanya diperlukan untuk mengangkut logistik militer saja tetapi juga masyarakat lainnya sehingga bila dalam konteks pembangunan nasional, kelancaran angkutan logistik perlu diperhatikan pula.


Bukan kah juga kita akan berencana menambah armada pesawat angkut kita dengan C-130 J Super Hercules dan A-400 ? bila semua pesawat tersebut di tempatkan di pangkalan udara Halim Perdanakusuma, semakin banyak juga pesawat yang berada di sana, belum ditambah dengan kegiatan general aviation seperti pesawat pribadi yang parkir pesawat serta pesawat charter lainnya ?

Pada saat bencana terjadi, logistik merupakan hal yang prioritas bagi daerah yang terkena bencana, bila pesawat pesawat yang mengangkut logistik harus menunggu pesawat mendarat, kelancaraan transportasi logistik sedikitnya akan terganggu.

Siapa saja bisa mengelola bandar udara selama tidak ada monopoli karena monopoli jelas akan menghambat pertumbuhan perekenomian baik daerah maupun nasional, serta tidak mengabaikan keselamatan baik itu pada bandar udara itu sendiri maupun sekitarnya.

Bandar udara merupakan pelayanan umum masyarakat, mungkin sah sah saja dioperasikan secara komersial atau pun privatisasi selama tetap tunduk pada peraturan dan perundangan negara Indonesia salah satunya yaitu Undang Undang No.1 tahun 2009 tentang Penerbangan.

Maskapai dan tenants retail adalah pelanggan dari bandar udara tetapi jangan lupa bahwa pelanggan dari maskapai adalah masyarakat yang melakukan perjalanan udara sehingga kenyananan pelayanan dan jaminan keselamatan tetap menjadi tuntutan dari masyarakat.

Keseimbangan antara kenyamanan dan keselamatan tidak hanya berlaku pada maskapai tetapi juga pada bandar udara, pengelolaan secara komersial tetap memperhatikan kedua hal tersebut disamping hal hal lainnya.

Konektivitas merupakan salah satu faktor dalam peningkatan dan pemerataan pembangunan nasional begitu pula pertahanan negara sehingga kelancaran operasi dan misi yang dilakukan oleh pihak TNI AU jangan sampai terganggu.


Salam Aviasi.

Referensi :

Satu Dua Tiga

Undang Undang No. 1 tahun 2009 tentang Penerbangan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun