Mohon tunggu...
Moch Tivian Ifni
Moch Tivian Ifni Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writers and socio entrepreneur

Tingkatkan literasi untuk anak indonesia lebih cerdas karena indonesia minim literasi

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Emosi Pembawa Penyesalan

9 November 2023   20:37 Diperbarui: 9 November 2023   20:46 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Iyan bergegas, berjalan masuk kembali ke dalam kos setelah mengantar Fida ke depan untuk pulang. Dia menemui Firu, hatinya masih emosi atas ucapan kejujuran Firu tadi, saat ada Fida.

"Maksudmu apa!?" Ucap Iyan ketika sudah berada di depan Firu yang sedang duduk menikmati segelas kopi di ruang tengah kos.

Firu diam, tersenyum penuh makna tersirat menanggapi ucapan Iyan yang datang dengan emosi hati. Dia mengerti, Iyan berkabut emosi atas teriakannya tadi hingga tak membalas emosi dengan emosi karena akan semakin membeludak.

Baca juga: Segitiga Cinta Iyan

"Cok, maksudmu apa hanya tersenyum!?".

Kembali Iyan menanyakan hal sama dengan sebuah umpatan kemarahan. Namun kali ini, Iyan sudah mendekati Firu, mencekik kerah bajunya.

Respon sikap yang tak di duga oleh Firu, ternyata Iyan sangat emosi hingga senyuman tak membuatnya tenang.

Baca juga: Segitiga Cinta Iyan

"Api jika aku balas dengan api akan tambah berkobar" sahut Firu dengan posisi baju tercekik oleh tangan kanan Iyan.

"Kenapa kamu ikut campur urusan hubunganku dengan Fida?" Tanya Iyan menanyakan alasan Firu ikut campur hubungannya dengan Fida.

Firu tetap tersenyum meski tersudut dengan cekikan di kerah bajunya oleh Iyan. Lantas, berucap "Aku peduli kepadamu".

"Peduli!?".

Pertanyaan yang keluar dari mulut Iyan dengan tetap mencekik kerah baju Firu, mempertanyakan maksud kepedulian macam apa yang justru membuat rasa sahabatnya sendiri hampir rusak.

Firu diam sejenak, menahan cekikan di kerah baju yang semakin erat menjerat lehernya. Kemudian dengan satu helaan nafas, dia menjelaskan "Kebohongan tak kan pernah baik untukmu nanti".

Mendengar itu, emosi Iyan tak redah, malah membuat naik pitam karena bagi Iyan, Firu sudah terlalu ikut campur.

"Bugh"

Seketika itu, sebuah suara pukulan terdengar. Ternyata, Iyan sudah mendaratkan bogen mentah tangan kanannya tepat di pipi Firu hingga membuat memar.

Pukulan keras tanpa belas, tanda emosi telah dikuasai hasrat kemarahan yang tak mengenal siapa dihadapannya meski itu sahabat terbaiknya.

Sisi kelam Iyan, seorang manusia biasa!, kala manusia sudah tak sadar akan kejernihan hati, terbawa emosi yang memburu untuk segera melampiaskan tanpa memikirkan kata penyesalan.

"Apa-apaan ini, Yan!? Ucap Firu sembari tangan mendorong Iyan dengan kuat untuk melepaskan cekikan di kerah bajunya.

Iyan terdorong menjauh, cekikannya terlepas hingga membuat baju Firu sobek sedikit karena kuatnya Iyan memegangi kerah bajunya.

Firu tak tinggal diam, dia berdiri, mendekati Iyan yang terdorong untuk membalas segala yang dilakukan Iyan kepadanya.

"Bugh"

Suara pukulan balasan Firu tepat di wajah depan Iyan hingga membuat hidungnya berdarah. Di susul ucapan Firu, bentuk kesabaran yang telah habis "Aku diam, bukan karena aku gak berani!".

Iyan memegangi hidung, menutup darah yang keluar. Dia merasa kesakitan, namun tetap mau membalas pukulan Firu tadi.

Perkelahian terjadi di ruang tengah kos, yang saat itu sepi karena banyak penghuni yang belum pulang dari aktifitasnya.

Suasana keos terjadi, silih berganti pukulan mereka berdua lakukan. Bahkan cekikan, dorongan mewarnai perkelahian mereka.

Nampak ruang tengah yang semula tertata rapi, berubah seketika menjadi berantakan oleh ulah keduanya yang telah dikuasai amarah sesaat.

Tak ada kemenangan yang di dapatkan dalam suatu perkelahian, hanya rusaknya pertemanan yang akan jadi penyesalan yang berkepanjangan.

Mereka berdua yang asyik baku hantam menuruti emosinya, dikejutkan dengan kedatangan Revo yang melerai perkelahian mereka berdua.

Langsung!, Revo memegangi tangan Firu yang hendak memukul Iyan dari belakang. Dia berteriak "Stop, Fir" dengan posisi tetap memegangi tangan Firu, berpindah ketengah menghalangi Iyan yang juga akan memukul Firu.

"Kalian ini sudah tua, kenapa masih berkelahi?. Ingat!, kalian ini sahabat"

Teriakkan Revo, di tengah antara Iyan dan Firu dengan menahan keduanya agar tak saling baku hantam. Mencoba meredahkan emosi keduanya untuk saling mengerti, kalau sahabat tak pantas untuk berkelahi.

Peringatan kedewasaan dari Revo, menunjukkan jika umur bukan lah batas penilaian pemikiran kedewasaan seseorang karena Revo yang paling muda di antara mereka bertiga.

Iyan malu, setelah mendengar teriakkan Revo yang menyadarkan dirinya dari gelapnya emosi sesaat. Begitu juga Firu, yang sadar akan kesalahannya karena telah meladeni emosi dengan emosi.

Emosi meredah, perkelahian berhasil dihentikan, meski dihati keduanya belum bisa saling memaafkan. Namun tawa keduanya beriring "he,he,he", menertawakan Revo ketika sadar dari emosinya, melihat muka cemong oli dan pakaian khas bengkel Revo.

Ternyata, Revo baru saja pulang dari bengkel. Namun saat hendak memakirkan motor, dia mendengar suara gaduh perkelahian dari ruang tengah sehingga sengaja tergesa-gesa masuk ruang tengah untuk melerainya.

"Kalian ini, aneh! habis berkelahi hebat!, terus sekarang ketawa" ucap Revo yang keheranan, tak menyadari jika dirinya yang menjadi objek tawa Iyan dan Firu.

"Lihat!, dirimu" sahut Iyan yang memegangi hidung karena masih sedikit keluar darah.

"Ini gara-gara kalian hingga aku lupa cuci muka dulu tadi".

Ucapan Revo seusai melihat dirinya yang cemong oli dengan pakaian bengkel kebesarannya. Sedangkan Firu yang diam seusai tertawa, berlalu pergi tanpa berpamitan, meninggalkan Iyan dan juga Revo yang masih berdiri.

"Firu Marah!".

Kalimat yang ada dibenak Iyan, melihat Firu yang berjalan kembali ke kamarnya tanpa berpamitan kepada Iyan dan Revo.

"Kamu juga kembali ke kamarmu, bersihkan darah di hidungmu, Yan" pinta Revo agar Iyan juga kembali ke kamarnya untuk membersihkan darah di hidungnya setelah melihat Firu berjalan pergi.

Berharap besok semuanya kembali bisa rukun sebagai sahabat yang saling mengerti, tidak dendam hanya karena emosi sesaat.

Iyan nurut, dia berjalan pergi ke kamar, mengambil perlengkapan mandi dan sebuah kapas untuk membersihkan diri dari kotoran dan hidungnya yang berdarah.

Sedangkan Revo juga kembali ke kamar untuk mengambil perlengkapan mandi karena oli di muka dan tubuhnya sudah mulai mengeras dengan membiarkan ruang tengah berantakan.

Iyan di depan pintu kamar, menatap kamar Firu yang sudah padam lampunya. Marah!, bukan. Hanya penyesalan yang Iyan rasakan karena telah melukai Firu, tidak hanya fisik juga hatinya sebagai sahabat yang baik karena dia sadar kebenaran yang Firu katakan kepadanya bahwa dia peduli akan bias rasa Iyan yang salah.

Gejolak hatinya membara, pikirannya bingung dalam dilematisnya rasa baru kepada Bilqis di tengah hubungan yang menggantung dengan Fida tanpa kepastian hakiki.

"Ah, biarlah. Biar sang maha cinta yang menentukan jalannya" gumam Iyan di depan pintu kamar akan gejolak rasa yang membingungkannya dalam memilih.

Iyan masuk kamar, mengambil perlengkapan mandi, melupakan sejenak segala beban pikiran yang membuatnya dilematis dalam memilih rasa dengan kepasrahan kepada sang maha cinta.

Berharap penuh pada doa tentang ketetapan pilihan yang akan di pilihnya sehingga tak salah dalam melangkah ke depannya.

Iyan sudah siap!, tidak siap dalam menerima konsekuensi tapi memulai mandi untuk membersihkan diri yang sedari tadi kotor dan terasa sakit sebab perkelahiannya dengan Firu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun