Iyan nurut, dia berjalan pergi ke kamar, mengambil perlengkapan mandi dan sebuah kapas untuk membersihkan diri dari kotoran dan hidungnya yang berdarah.
Sedangkan Revo juga kembali ke kamar untuk mengambil perlengkapan mandi karena oli di muka dan tubuhnya sudah mulai mengeras dengan membiarkan ruang tengah berantakan.
Iyan di depan pintu kamar, menatap kamar Firu yang sudah padam lampunya. Marah!, bukan. Hanya penyesalan yang Iyan rasakan karena telah melukai Firu, tidak hanya fisik juga hatinya sebagai sahabat yang baik karena dia sadar kebenaran yang Firu katakan kepadanya bahwa dia peduli akan bias rasa Iyan yang salah.
Gejolak hatinya membara, pikirannya bingung dalam dilematisnya rasa baru kepada Bilqis di tengah hubungan yang menggantung dengan Fida tanpa kepastian hakiki.
"Ah, biarlah. Biar sang maha cinta yang menentukan jalannya" gumam Iyan di depan pintu kamar akan gejolak rasa yang membingungkannya dalam memilih.
Iyan masuk kamar, mengambil perlengkapan mandi, melupakan sejenak segala beban pikiran yang membuatnya dilematis dalam memilih rasa dengan kepasrahan kepada sang maha cinta.
Berharap penuh pada doa tentang ketetapan pilihan yang akan di pilihnya sehingga tak salah dalam melangkah ke depannya.
Iyan sudah siap!, tidak siap dalam menerima konsekuensi tapi memulai mandi untuk membersihkan diri yang sedari tadi kotor dan terasa sakit sebab perkelahiannya dengan Firu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H