Mohon tunggu...
Moch Tivian Ifni
Moch Tivian Ifni Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis and pebisnis

Saya suka menulis apapun itu. Sekarang mencoba untuk memulainya dari nol. Mohon bimbingnya para pembaca.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Cinta Sang Pelangi

27 April 2023   13:05 Diperbarui: 27 April 2023   13:31 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pergilah Vian naik angkot untuk pulang ke rumah, membersihkan diri sembari mempersiapkan segala sesuatu yang akan dibawa ke klinik untuk menjaga ayahnya malam ini.

Vian telah sampai rumah, ia bergegas mandi dengan dilanjutkan sholat magrib mengingat suara adzan telah terdengar. Seusai sholat, ia berkemas barang-barang yang akan dibawa ke klinik mulai dari baju sampai peralatan tidur, makan dan minum, tak lupa ia bawa.

Semua telah siap, waktu sudah menunjukkan pukul enam lebih tiga puluh menit, ia berangkat kembali ke klinik menggantikan Vida yang menjaga ayahnya.

Vian berangkat dengan mengendarai sepeda motornya sambil memikirkan cara gimana ia mendapatkan uang operasi ayahnya yang begitu besar dan juga angsuran ayahnya karena akhir bulan sudah dekat. Terlintas dipikirannya untuk menjual toko namun ia mencoba dulu meminjam uang kepada saudara-saudara dan teman-temannya.

Vian mengendarai motor dengan cepat, takut Vida yang dari tadi di klinik, menunggu lama. Tiba lah Vian di klinik, ia memarkirkan motor lalu dilihatnya sisa uang yang ada di sakunya, ternyata hanya tinggal empat puluh lima ribu.

"Apa ini cukup untukku makan malam dan membeli kebutuhan selama di klinik?" Pikirnya dalam hati, yang penuh kebingungan.

Vian ingat kalau tadi Alif mengabari sudah mentransferkan uang yang ia pinjamkan kepadanya. Pergi lah Vian ke mesin ATM di dekat klinik untuk mengecek dan mengambil uang transferan Alif.

"Alhamdulillah, Alif beneran sudah transfer uang sebesar satu juta" pikirnya dengan hati yang lega karena mendapat pinjaman uang.

Baca juga: Duka Sang Pelangi

Vian bergegas, berlari kecil menuju tempat dimana Vida menunggu ayahnya di rawat pasca operasi.

"Vid, maaf lama menunggu dan merepotin kamu" ucap Vian yang telah sampai di tempat Vida menunggu.

"Tidak apa-apa, mas. Sudah selesai urusan di rumah dan membawa perlengkapan untuk jaga malam ini?" Tanya Vida.

"Alhamdulillah sudah, Vid. Kamu pulang, Vid. Ini sudah malam, kamu butuh istirahat" pinta Vian kepada Vida untuk segera pulang.

"Iya, mas. Aku pulang dulu" ucap Vida sambil berlalu pergi untuk pulang ke rumah.

"Vid, Vid, Vid, tunggu sebentar!. Apa yang tadi kamu bilang beneran?" Teriak Vian dengan berlari menyusul Vida yang belum jauh pergi.

"Bilang apa ya, mas?" Tanya Vida yang bingung.

"Tentang perasaanmu tadi yang juga mencintaiku" jawab Vian.

Vida hanya tersenyum mendengar jawaban Vian sambil terus pergi meninggalkannya, membuat hati Vian semakin penasaran akan jawaban Vida.

"Kalau mas serius, datang ke rumahku. Aku akan jawab pertanyaan di sana" teriak Vida sambil menoleh ke arah Vian.

"Pasti aku akan datang setelah ayahku sehat, Vid" sahut Vian.

Vida telah pergi untuk pulang ke rumahnya, Vian kembali menunggu ayahnya yang masih belum sadarkan diri pasca operasi. Ia menunggu di ruang tunggu, di lorong yang disediakan klinik untuk keluarga pasien beristirahat.

Vian memenjamkan mata beristirahat dengan beralaskan tikar yang ia bawa dari rumah karena malam semakin larut. Namun matanya tak kunjung bisa terpejam, memikirkan segala beban kesulitan yang harus segera diselesaikannya.

Vian hanya melamun mencari solusi kesulitan keuangan yang di alami. Berjam-jam ia hanya terdiam melihat atap lorong, tempat ia rebahan menjaga ayahnya, sampai tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam.

Mata yang sedari tadi tak kunjung terpejam, mulai tertutup seiring tubuh yang sudah lelah dan pikiran yang kalut perlu untuk di istirahatkan. Berharap besok ada jalan dari segala kesulitan yang ia alami.

Pagi sudah menjelang, terlihat sinar matahari menembus kaca tempat Vian tidur malam ini. Ia bangun dari tidurnya, kali ini Vian kesiangan untuk sholat subuh karena waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Lantas ia melihat handphone untuk melihat pesan masuk berharap ada kabar baik, ternyata Vida memberikan pesan kalau ia akan membawakan sarapan pagi untuk Vian.

Vian bergegas untuk mandi di toilet klinik. Namun sebelum mandi, ia sempatkan melihat kondisi ayahnya di balik kaca, tempat ia bisa mengetahui kondisi ayahnya karena ayahnya belum bisa dijenguk dan dilihat secara langsung. Terlihat ayahnya masih dalam keadaan tak sadarkan diri dengan peralatan medis yang melekat di tubuhnya, Vian hanya bisa berdoa berharap ayahnya bisa kembali sehat seperti dulu dengan perasaan yang begitu sedih.

Seusai melihat keadaan ayahnya, ia lantas pergi mandi di toilet klinik. Vian telah selesai mandi, badan yang bau dan wajah yang kusam kini telah berganti menjadi wangi dengan wajah yang nampak cerah.

Tak lama vian kembali ke ruang tunggu dan selesai mandi, Vida datang menghampiri Vian yang nampak masih melamun memikirkan kondisi ayahnya dan solusi mencari uang operasi.

"Mas!, kok melamun saja" panggil Vida yang sudah berdiri di sampingnya.

"Iya, Vid. Mas bingung mencari uang operasi ayah dan sedih melihat kondisinya" ucap Vian yang nampak sedih.

"Sabar, mas. Setiap kesulitan pasti allah swt kasih jalan. Sudah pinjam ke mas Alif?" Tanya Vida sambil memberi saran kepada Vian.

"Mas, sudah pinjam Alif kemarin untuk biaya rumah sakit. Mas, belum meminjam untuk biaya operasi ayah. Mas, tidak enak, Vid!, Mas terus merepotkan Alif. Kemarin saja waktu pinjam, Alif bilang juga butuh buat biaya ujian semesteran bulan depan" jawab Vian.

"Oalah!. Kalau begitu, ini mas, aku kasih pinjam uang tabunganku dulu ke mas. Tidak banyak mas, ini ada sepuluh juta" ucap Vida sembari memberikan uang tabungannya kepada Vian.

"Jangan, Vid. Ini tabunganmu, kamu pasti butuh nanti" sahut Vian sambil menolak uang itu.

"Tidak apa-apa, mas. Kamu lebih butuh dibandingkan denganku, mas" ucap Vida sembari terus menyodorkan uang tabungannya.

Dengan terpaksa dan merasa tidak enak, Vian menerima uang pinjaman Vida mengingat uang itu sangat berarti bagi dirinya.

"Terima kasih, Vid. Kamu tidak kerja hari ini?" Tanya Vian.

"Hari ini aku libur, mas. Terus sisanya rencana mas mau cari kemana?" Jawab Vida.

"Aku paling nanti ke rumah saudara, Vid. Mencoba meminjam uang sisanya. Kalau memang belum dapat, terpaksa nanti aku coba tawarkan tokoku untuk dibeli ke penyewanya" jawab Vian.

"Ya semoga semuanya lancar, mas. Aku doakan terus buat mas. Nanti kalau mas pergi, biar aku yang jaga ayah" ucap Vida sembari menawarkan diri untuk menjaga ayahnya.

"Terima kasih banyak, Vid. Kamu banyak sekali membantuku. Aku bingung harus membalas dengan cara apa" ucap Vian.

"Sama-sama, mas. Ini, mas. Makan dulu. Jangan sampai mas juga ikut sakit" pinta Vida sembari memberikan bekal makanan yang ia masak sendiri.

Vian makan dengan lahapnya dengan penuh rasa bahagia mengenal Vida, sosok gadis penyabar dan baik hati yang selalu ada di saat Vian membutuhkan bantuan. Seolah-olah Vida adalah bidadari yang dikirimkan oleh Allah swt untuk jadi pendamping hidupnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun