Mohon tunggu...
Vio Anantadeva
Vio Anantadeva Mohon Tunggu... Lainnya - Siswa

Siswa Kolese Kanisius

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Santri Peralihan, Memupuk Kerukunan di Serambi Pesantren

20 November 2024   20:30 Diperbarui: 20 November 2024   20:55 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Ekskursi Pondok Pesantren Al-Ittifaq

Inilah bukti nyata bahwa ilmu tidak hanya untuk dihafal, tetapi untuk diamalkan; tidak hanya diterima, tetapi diwariskan. Dalam setiap tindakan mereka, tersimpan kesadaran bahwa pesantren menjadi medan untuk pengembangan insan yang siap menghidupkan ajaran-ajaran syariat dan berbakti kepada masyarakat luas.

Di pesantren yang teduh, kehidupan tak hanya mengajarkan ritme ibadah dan kedisiplinan, tetapi juga seni memaknai kemanusiaan dan merajut persaudaraan. 

Dalam kebersamaan yang dilandasi rasa saling menghormati, para santri perantauan menemukan bahwa meskipun jalan iman mereka berbeda, simpul-simpul kemanusiaan yang sama mengikat mereka dalam harmoni yang indah. Para santri yang semula menyimpan tanya, perlahan memahami perjalanan batin sahabat barunya. 

Dalam suasana yang sarat kehangatan, mereka berbagi lebih dari sekadar hidangan dan cerita; mereka berbagi ilmu, kebijaksanaan, dan renungan yang mendalam. Sang santri diajak mengenal makna spiritualitas Islam—tentang keindahan tauhid, ketulusan dalam doa, dan kasih sayang yang menjadi inti ajaran. 

Sebagai balasannya, ia berbagi makna kasih dan cinta dalam imannya, menyampaikan bahwa cinta kasih adalah jalan menuju kemuliaan. Dari percakapan yang sederhana ini, lahirlah jalinan persahabatan yang tulus, seperti benih yang tumbuh di tanah subur—mengakar kuat, menjalar, dan akhirnya berbuah manis.

Meski keyakinan mereka tak sama, nilai-nilai kebaikan dan kemanusiaan yang mereka pegang teguh menjelma sebagai jembatan penghubung. Ini bukan sekadar kisah tentang perbedaan, tetapi tentang bagaimana hati yang tulus dapat menemukan kesamaan di tengah keberagaman. 

Di pesantren itu, mereka belajar bahwa dunia yang seringkali terpecah oleh perbedaan dapat dipersatukan oleh cinta kasih yang universal. Sebagaimana pelangi yang memadukan warna-warni dalam keindahan, perbedaan di antara mereka justru menjadi kekuatan yang mempersatukan jiwa.

Dalam derasnya arus dan gejolak polarisasi bayang-bayang radikalisme dan ekstremisme, kehadiran para santri peralihan menjadi pembawa harapan akan hidup dalam keberagaman, bahwa pluralisme menjadi peluang dan bukan penghalang. 

Dalam tatapannya yang jernih, Santri itu melihat bahwa penghormatan terhadap perbedaan adalah kunci untuk meruntuhkan tembok ketegangan dan menggantinya dengan jembatan pemahaman. 

Di setiap percakapan dengan para santri, santri itu merasakan hangatnya persaudaraan yang melampaui batas lahiriah dan batiniah. Kehidupan bersama yang awalnya mungkin dipenuhi keraguan berubah menjadi ladang tempat menanam kepercayaan dan rasa saling menghargai. 

Mereka belajar bahwa keberanian untuk merayakan perbedaan bukan hanya langkah kecil, tetapi juga “jihad” dalam membangun kedamaian. Dengan hati yang terbuka untuk saling belajar, mereka membuktikan bahwa kehidupan yang damai bukanlah suatu mimpi, melainkan kemungkinan yang nyata, asalkan kita mau menyulam keberagaman dengan benang kasih dan penghormatan demi terwujudnya perdamaian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun