Mohon tunggu...
Vinsensius SFil
Vinsensius SFil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sarjana Filsafat

Suka membaca dan menulis yang bermanfaat bagi kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menggali Pemikiran Pragmatisme George Herbert Mead

19 Maret 2023   00:37 Diperbarui: 19 Maret 2023   01:02 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.suara.com

Dalam ranah filsafat terdapat suatu metode yang membantu orang untuk dapat bertindak secara praktis. Tindakan praktis ini sangat berguna dalam menjawabi permasalahan konkret manusia. Metode ini disebut Filsafat Pragmatisme. Filsafat ini sebenarnya merupakan suatu filsafat yang memberikan suatu metode praktis tentang bagaimana manusia mengambil keputusan untuk melakukan tindakan tertentu. Singkatnya, tentang bagaimana manusia bertindak.

Istilah pragmatisme berasal dari bahasa Yunani, pragma yang berarti tindakan. Secara harfiah, pragmatisme berarti filsafat atau pemikiran mengenai tindakan. Istilah ini pada awalnya ditemukan Immanuel Kant. Kant menyebutnya sebagai “keyakinan-keyakinan pragmatis”. Kant melihat keyakinan-keyakinan pragmatis ini berguna bila bermanfaat atau dapat diterapkan. Namun, ia belum menyadari bahwa hal itu bisa digolongkan ke dalam filsafat.

 

Latar belakang lahirnya pragmatisme ini pada dasarnya diawali dengan adanya perdebatan antara realisme dengan idealisme dan empirisme dengan rasionalisme. Pragmatisme mengambil jalan tengah diantara perdebatan ini. Jalan tengah yang ingin diambil ini menitikberatkan pada suatu permasalahan bagaimana bagaimana peran filsafat dalam kehidupan nyata manusia. Karena itu, tujuannya adalah bagaimana caranya agar filsafat tidak hanya menjadi sekadar teori, melainkan dapat menyentuh realitas kehidupan manusia, terutama menjawabi masalah yang sedang dihadapinya.

 

Filsafat pragmatisme ini berkembang di Amerika pada abad ke-19. Tokoh-tokoh utama pragmatisme ini antara lain; Charles Sanders Pierce (1839-1914), William James (1842-1910), dan John Dewey (1859-1952). Akan tetapi, selain tokoh utama diatas, terdapat juga tokoh pragmatisme lain yang juga memiliki peran besar dalam perkembangan pemikiran pragmatisme ini. Tokoh tersebut adalah George Herbert Mead (1863-1931). Pemikiran G. H. Mead ini tidak bertumbuh sendiri, melainkan ia sangat dipengaruhi oleh banyak filsuf. Pemikiran Mead yang paling berpengaruh di Amerika adalah teori sosial dan teori tentang diri. Pada kali ini, penulis akan mencoba melihat lebih dalam mengenai tokoh ini tentang bagaimana hidup, karya dan pemikiran-pemikirannya.

  

George Herbert Mead : Hidup dan Karyanya

 

George Herbert Mead lahir pada 27 Februari 1863 di South Hadley, Massachusetts, Amerika. Enam tahun kemudian keluarganya pindah ke ke Oberlin, Ohio.Orang tuanya bernama Hiram dan Elizabeth Storrs Mead. Ayahnya menjabat sebagai pendeta di Congregational Churches di Massachussets dan New Hampshire. Ia bekerja disana sebelum pada tahun 1869 ditunjuk menjadi ketua di Sacred Rhetoric dan Pastoral Theology di Oberlin Theological Seminary di daerah Ohio. Tidak hanya ayahnya saja yang memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi, melainkan ibunya juga menjadi pengajar di Seminari dan universitas-universitas. Pekerjaan Elizabeth ini ditekuninya setelah suaminya meninggal pada tahun 1881.

 

Tumbuh di keluarga yang kental akan unsur akademis membuat Mead juga mencintai ilmu. Sejak muda ia menunjukkan minatnya pada masalah-masalah sosial dan politik. Sebagai seorang yang memiliki idealisme ia berharap untuk dapat bekerja demi kemajuan umat manusia. Untuk itu, ia melihat bahwa kegiatan politik adalah jalur yang tepat guna mewujudkannya.

 

Mead kemudian tumbuh dengan komitmen yang tetap untuk kehidupan politik. Karenanya, ia berusaha untuk mempelajari dan mengubah perilaku individu dan kelompok sosial. Hasrat dirinya untuk mengubah dunia diinspirasikan dari keyakinan agamanya yang berakar kuat dalam tradisi Congregationalist. Jelas bahwa kepercayaan yang ia pegang dengan kuat ini berasal dari kedua orangtuanya yang juga menjadi Pendeta dan Pengajar di Seminari.

 

Mead memulai karir profesionalnya pada tahun 1891 di University of Michigan. Disana ia mengajar filsafat dan psikologi bersama dengan Dewey. Namun, ketika Dewey dipindah ke University of Chicago tiga tahun kemudian, Mead juga mengikutinya. Mead kemudian menjadi bagian penting di Universitas ini sampai kematiannya pada tahun 1931. Selama itu ia tetap setia pada komitmen awalnya untuk perubahan sosial, dan ia menjadi aktif dalam kehidupan politik dan sosial.

 

Gagasan dasar pemikiran Mead sebenarnya adalah upayanya untuk menggabungkan suatu ide-ide dari berbagai tradisi dan menggabungkan mereka dalam sintesa yang unik. Tiga sumber penting dari gagasan Mead adalah empirisme, Hegelianisme, dan teori Darwinian. Selain itu, dalam pemikiran psikologi sosial, Mead dipengaruhi oleh Wundt dan Wittgenstein. Sedangkan secara umum, Mead juga dipengaruhi oleh para pragmatis yang mendahuluinya. Berdasarkan pengaruh atas pemikiran itu, Mead berusaha menciptakan pragmatisme generasi kedua yang sangat peka terhadap dimensi sosial dari pengalaman manusia.

 

Mead menulis banyak buku. Sayangnya, seperti Pierce, semua buku yang ditulisnya baru bisa diterbitkan setelah kematiannya. Buku-buku asli karangannya yang kemudian berhasil diterbitkan antara lain: The Philosophy of the Present (1932), Mind, Self and Society (1934), Movements of Thought in the Nineteenth Century (1936), dan The Philosophy of the Act (1938).

  

Pengaruh-pengaruh Intelektual

 

Pandangan Adam Smith yang mempengaruhi Mead adalah tentang The Theory of Moral Sentiments. Pemikiran Smith ini menarik perhatian Mead karena Smith mengembangkan pemikiran mengenai perkembangan moral sosioligis. Menurut Smith, kita mengenal diri sebagai makhluk bermoral dengan juga menghargai orang lain melalui simpati dan penonton tak berpihak. Bagi Mead, pemikiran Smith ini menarik karena tidak hanya menghormati sifat sosial individu, melainkan juga soal bagaimana kehidupan memainkan peran mendasar dalam membentuk kepribadian seorang individu serta perilakunya.

 

Selain Smith, Mead juga dipengaruhi oleh Hegel. Apa yang diadopsi oleh Mead dari pemikiran Hegel adalah konsep masyarakat dan keragaman budaya. Bagi Hegel, budaya membentuk manusia. Artinya, budaya tertentu membentuk manusia yang tertentu dan spesifik. Manusia yang satu berbeda dengan manusia yang lain karena perbedaan budaya mereka. Bagi Hegel, hal ini terkait dengan Zeitgeist (Roh yang mewaktu/menyejarah). Hal ini ingin menyatakan bahwa keunikan individu harus dimengerti dalam konteks dimana mereka berkembang. 

 

Menurut Hegel, Roh selalu mengembangkan dan mendidik dirinya sendiri melalui waktu. Dunia sekarang “berisi” sesuatu dari masa lalu. Zaman kita tidak begitu saja terputus dengan masa lalu. Tetapi, masa lalu memiliki kehadiran terus di masa sekarang. Mead menyatakan bahwa masa lalu tidak memiliki eksistensinya diluar masa kini.

 

Mead ingin memahami bagaimana peran masyarakat dalam perkembangan individu. Mengacu Hegel, Mead berpendapat bahwa masyarakat memiliki roh, yang mana dengan itu mereka membentuk suatu sistem yang hanya bisa dipahami oleh anggotanya. Mead, seperti halnya Hegel, mempercayai bahwa terbentuknya setiap individu tergantung dari pengakuan orang lain dalam tujuan untuk menjadi dirinya sendiri. Karenanya, kita hanya bisa menjadi sepenuhnya manusia jika kita hidup dalam komunitas individu yang mampu mengakui yang-lain.

 

Kemudian, teori Darwin mengenai evolusi juga memberi sumbangan pada pola pikir Mead. Dalam teori evolusi, binatang memiliki esensi yang bisa berubah sebagai proses dari seleksi alam. Dalam konteks ini, sisi kebaruan sebagai bagian dari alam ditekankan. Tidak ada yang tahu apa bentuk kehidupan yang mungkin akan terjadi karena pada prinsipnya tidak mungkin untuk mengetahui jenis mutasi apa yang akan muncul dan yang berhasil beradaptasi. Bagi para pragmatis, dan juga Mead, hal-hal baru dilihat sebagai bagian dari struktur alam semesta.

 

Mencoba menarik sesuatu dari Darwin, Mead berpendapat bahwa individu hanya dapat dipahami sebagai bagian dari masyarakat. Namun, konsep ekologis Darwinian yang ditarik oleh Mead ini berbeda dengan Hegel. Suatu lingkungan alam atau ekologi di daerah tertentu dapat dipandang sebagai suatu sistem sendiri dalam arti ia dibentuk oleh interksi dari spesies-spesies yang ada di dalamnya. Sistem semacam ini disebut sebagai sistem “lokal”. Mead sendiri berfokus pada sistem “lokal” semacam ini yang dapat berubah karena adanya hal-hal baru. Sedangkan Hegel melihat sistem “lokal” sebagai bentuk partisipasi dari roh yang mengembangakan dirinya dalam keseluruhan.

  

Pragmatisme Sosial

 

Bagi Mead Pragmatisme memiliki dua definisi, yakni psikologi yang menempatkan pikiran dan kecerdasan manusia dalam tingkah laku atau perilaku, dan pandangan pengetahuan berdasarkan gagasan penyelidikan eksperimental, dimana masalah yang timbul dalam perilaku atau pengalaman ditangani dengan merumuskan hipotesis dan menilai hipotesis ini dalam kemampuan mereka untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Pemikiran ini melanjutkan konsep Charles Peirce dan juga berdiskusi dengan William James.

 

Pragmatisme Dewey yang mempengaruhi Mead dalam ide Hegelian adalah menempatkannya sebagai pijakan atau kendaraan untuk mengatasi masalah konkret manusia. Pemikiran ini antara lain adalah konsep tentang realitas sebagai proses pengembangan, bahwa pandangan pemikiran manusia dan objek yang muncul dalam proses ini dan cara integral terkait dengan hal tersebut. Gagasan bahwa masyarakat manusia merupakan aspek puncak dari proses ini, dan keyakinan bahwa individu manusia dapat merealisasikan dirinya hanya melalui partisipasi dengan manusia lainnya sebagai bagian organisme dari keseluruhan realita sosial yang lebih besar.

  

Teori Psikologi Sosial

 

Bagi Mead, perkembangan “diri” berhubungan erat dengan perkembangan bahasa. Pemikiran Mead ini dipengaruhi pemikiran Wundt mengenai sikap gerak-gerik (gesture). Gesture merupakan tanggapan dari binatang terhadap rangsangan dari organisme yang lain. Contohnya adalah tentang anjing yang menggonggong. Anjing pertama menggonggong karena suatu sebab. Kemudian ketika anjing lain mendengar gonggongan anjing pertama, anjing yang lain juga ikut menggonggong. Anjing lain yang menggonggong hanya memaknai “gonggongan anjing pertama” (barking gesture). Tapi, anjing-anjing tersebut tidak memahami makna dari gonggongan mereka.

 

Suatu gerak-gerik (gesture) menjadi berarti karena memiliki makna. Makna meliputi kemampuan untuk mengantisipasi bagaimana organisme yang lain akan menanggapi simbol-simbol atau gerak-gerik orang lain. Kemampuan ini didapat melalui vocal gesture. Vocal gesture dapat dipikirkan melalui kata-kata atau kalimat. Karenanya, orang akan dapat menangkap vocal gesture seseorang bila vocal gesture yang digunakannya mengusung makna.

 

Sebagai contoh adalah ketika jalanan padat, saya melihat ada anak yang akan menyeberang jalan tersebut. Reaksi yang muncul dalam diri saya adalah berteriak “Stop! hati-hati!”. Ketika saya berteriak, saya mendengar gerak-gerikku (gesture) sama dengan sebagaimana orang lain mendengarnya. Saya mendengar kata yang sama dan saya memaknai kata-kata tersebut sama dengan sebagaimana ketika saya juga mendengar kata-kata itu dari orang lain.

 

Bagi Mead, gesture menjadi suatu simbol yang penting ketika kata-kata tersebut secara implisit membangkitkan bagi individu suatu tindakan untuk membuat mereka melakukan tanggapan yang sama dimana hal tersebut juga dialami individu yang lain. Pentingnya arti bahasa dalam perkembangan pengalaman manusiawi dalam kenyataan bahwa rangsangan merupakan satu hal yang dapat menimbulkan tanggapan terhadap individu yang berbicara sebagaimana kata-kata itu menimbulkan reaksi terhadap orang lain.

 

Mead juga menyetujui pendapat Wittgenstein, bahwa tidak ada bahasa yang sifatnya adalah pribadi. Bahasa itu bersifat sosial. Bahasa itu lahir dari hubungan sosial antara manusia yang satu dengan yang lain. Melalui penggunaan vocal gesture, seseorang dapat merubah “pengalaman” melalui perkataan dan pendengaran. Mead adalah seorang psikolog sosial, yang berargumentasi bahwa indidvidu merupakan suatu produk dari masyarakat. “Diri” bangkit dari pengalaman sosial sebagai suatu simbol gerak-gerik dan interaksi sosial.

 

Pikiran adalah suatu proses, bukan entitas. Pikiran adalah aktivitas dari pemikiran. Pikiran tidak dapat berkembang di luar dari simbolik dan proses sosial. Pikiran dikembangkan melalui penggunaan vocal gesture dan permainan peran. 

 

Diri adalah sosial dan kognitif. Diri harus dibedakan dari kepribadian, yang tidak memiliki dimensi kognitif. Diri tidak identik dengan individu. Diri dihubungkan dengan kesadaran diri. Seorang manusia memiliki suatu “diri” yang bersifat sosial sebagaimana ada banyak individu yang mengenalnya dan membawa suatu gambaran tentang dia dalam pikiran mereka.

 

Peran adalah kumpulan dari perilaku-perilaku yang merupakan tanggapan terhadap serangkaian perilaku dari manusia. Arti dari pengambilan peran dan permainan peran merupakan sesuatu yang akrab dengan sosiologi dan psikologi sosial. Permainan peran meliputi pengambilan sikap atau sudut pandang dari orang lain.

 

Sumbangan pemikiran mead dalam psikologi sosial adalah perbedaan antara “I” dan “me”. Diri yang muncul dalam suatu relasi menjadi sesuatu yang lain mengacu sebagai “me”. “Me” ini adalah suatu obyek kognitif, yang mana hanya diketahui dalam prosesnya dalam masa lalu, yakni dalam refleksi. Ketika kita melakukan semua hal karena kebiasaan saja, maka kita bukanlah orang yang sadar diri.

 

Ketika kita mengambil suatu sudut pandang dari orang lain yang digeneralisasikan kita berada pada posisi antara melihat dan membentuk suatu diri  melalui relasi dengan sistem perilaku yang membentuk orang lain secara umum. Di sini ada suatu permainan peran untuk membentuk diri kita. Sebagai contoh dalam permainan baseball, ketika saya berada di base kedua, saya memosisikan diri sebagai pemain base kedua. Pada saat yang bersamaan, saya juga memikirkan diriku dalam hubungan dengan keseluruhan permainan, juga posisi pemain lain dan peraturan permainan.

 

“I” memberikan perasaan bebas dari suatu keterlibatan. “I” adalah suatu sumber antara spontanitas dan kreatifitas. “I” bukanlah suatu noumenal ego. Bahkan juga bukan suatu substansi. “I” adalah suatu jalan dari menggambarkan suatu locus dari aktivitas. Dengan kata lain, satu aksi dari “I” menjadi suatu obyek dan diketahui. Secara definisi, mereka menjadi suatu “me”. Stasus “I” sangat menarik bagi Mead. “I” bereaksi dan memulai suatu tindakan, tapi tindakan-tindakan yang diambil adalah dipahami, diobyektifikasi sebagai suatu “me”.

  

Kesadaran dan Penalaran Moral

 

Salah satu motivasi utama teori psikologi sosial Mead adalah keinginannya untuk tidak hanya memahami secara alamiah pemikiran dan kepibadian manusia. Karenanya ia juga berusaha mengembangkan konsepsi alamiah tentang dimensi moral pengalaman manusia. Kesadaran kita akan nilai-nilai moral adalah kesadaran akan makna yang muncul dalam perilaku sosial manusia dan memperoleh status normatif khusus karena berguna untuk membimbing tingkah laku dengan cara yang memuaskan. Demikian pula, penalaran moral kita melibatkan penerapan secara simbolik sebagai jembatan atas akal budi kita dengan konflik nilai yang ada dalam pengalaman. Terkadang, konflik nilai itu dapat diatasi dengan perluasan atas nilai-nilai lama, namun hal ini tidak berlaku secara universal.

 

Penalaran moral sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan biologis dan sosial kita. Hal ini disebut Mead sebagai “great secular adventure”. Dengan kata lain, hal ini adalah bagian dari proses sosial yang berlangsung dimana konflik atau ambiguitas yang muncul memanggil kita untuk merevisi makna moral. Artinya, kita didorong untuk mau mengubah perilaku sosial kita dan juga struktur yang sangat sosial dalam kepribadian kita.

 

Kita begitu sering mendekati masalah moral dan sosial dengan metode intelektual yang sangat dogmatisme. Kita tidak bisa menggunakan cara ini untuk menghadapi realitas dunia yang selalu berubah. Tidak satupun penilaian kita adalah sempurna, melainkan semua terbuka untuk kemungkinan revisi atau koreksi. Karenanya, kita tidak perlu ragu untuk menggunakan metode yang paling efektif. Bagi Mead, metode seperti ini adalah metode kecerdasan ilmiah.

 

Namun, Mead tidak memberi jaminan pasti bahwa metode ini akan berhasil serta memberi kepuasan tertinggi dalam setiap masalah sosial atau moral. Akan tetapi, metode ini membantu kita untuk bersikap terbuka dan memperhitungkan hipotesis baru yang memungkinkan serta menjadi kritik dan evaluasi atas hipotesa lama. Selain membutuhkan fleksibilitas intelektual dan imajinasi, metode ini menuntut adanya penilaian yang berimbang terhadap nilai-nilai yang ada dalam suatu permasalahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun