"Mau tahu caranya biar hangat?", tanya Adit yang tampaknya bercanda, namun wajahnya serius.
"Ya maulah... Memangnya bagaimana?", tanyaku sambal menaikkan alis mata sambil menatapnya penuh rasa penasaran.
Tiba-tiba Adit menarik tanganku kelaur dari saku jaketku. Digenggamnya erat tanganku. Jujur, tangan Adit saat itu terasa hangat dibanding tanganku yang sudah kaku kedinginan.
Entah perasaan apa yang hinggap dalam diriku sehingga aku tak mampu berkata-kata. Aku hanya menatap tanganku yang bertaut dengan tangan Adit. Kupandangi terus dalam waktu yang lama sambil memasang secercah senyum yang penuh harap. Tanpa kusadari, Adit sudah menatapku dan jelas ia juga pasti melihat senyumanku tadi.
"Kenapa?" Tanyanya saat mataku dan matanya terkunci saling pandang beberapa detik.
"Kenapa apanya?" Tanyaku balik dan dengan segera membuang muka melirik ke arah pemandangan kota Bandung yang ramai.
"Kok senyum-senyum tadi?"
"Uuhhmm... Itu... "
"Kamu senang kalau aku pegang tanganmu? Hmm...?"
Pertanyaan itu membuat aku gugup. Bingung tak tahu harus menjawab apa. Aku hanya tertunduk malu sambal tersenyum kecil. Dalam hati aku berharap agar Adit tak melihatnya. Sesaat kemudian aku merasa jemariku digenggam erat oleh Adit. Aku melihat ke arah tanganku lalu memberanikan diri menatap Adit. Aku melihat Adit memberikan kode kepadaku ke arah salah satu bahunya. Aku menurut dan menyenderkan kepalaku di bahunya. Saat itu aku begitu menikmati hangatnya tautan tangannya pada tanganku dan nyamannya menyenderkan kepalaku di bahu Adit.
"Saras, aku mau mengungkapkan sesuatu" ungkap Adit sambil menatapku.