Mohon tunggu...
Villyan Sutanto
Villyan Sutanto Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - SMA Kolese Kanisius

Penyuka Balapan Formula 1

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kanjuruhan, Kepiluan

19 Januari 2023   20:46 Diperbarui: 19 Januari 2023   20:52 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Peristiwa kanjuruhan di Malang adalah kejadian yang terjadi pasca pertandingan Arema FC melawan Persebaya pada hari Sabtu tanggal 1 Oktober 2022. Peristiwa ini menyebabkan adanya 131 orang yang meninggal dunia. Kerusuhan ini dimulai setelah laga antara Arema FC dengan Persebaya, dimana Arema FC kalah 2-3 melawan Persebaya. 

Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan Malang ini tidak memiliki permasalahan pada saat pertandingan. Berdasarkan Kapolda Jatim Irjen Nico Afinta, permasalahan tersebut terjadi setelah Arema FC kalah, para penonton kecewa karena melihat tim mereka kalah di kandang sendiri, setelah 23 tahun tidak pernah kalah di kandang. 

Dikarenakan mereka kecewa timnya kalah, mereka turun ke lapangan untuk mencari para pemimpin club untuk melampiaskan kekecewaan mereka. Para pengaman mengupayakan peralihan dan berbagai macam pencegahan agar mereka tidak masuk ke lapangan dan mengincar para pemain. Sebagai upaya pencegahan lain, polisi lalu menembakan gas air mata kepada para penonton karena aksi mereka. 

Ada setidaknya 80 proyektil gas air mata yang ditembakan pada malam itu. Irjen Nico juga mengatakan bahwa para penonton juga menyerang pihak kepolisian hingga merusak fasilitas-fasilitas yang ada di stadion. 

Pada awalnya memang para penonton yang terjun ke lapangan sudah bisa diarahkan dengan baik-baik oleh aparat keamanan. Namun, ada penonton yang turun ke lapangan lagi dari sisi yang lain yakni sisi tenggara, yang membuat para aparat mengira bahwa mereka mau melakukan perlawanan. 

Hal inilah yang menyebabkan adanya kerusuhan tersebut. Selain itu, gas air mata yang ditembakan bukan diarahkan kepada mereka yang sedang berada di lapangan, melainkan kepada mereka yang berada di tribun dan tidak melakukan apa-apa. 

Ada sejumlah brimob yang menembakan gas air mata ke tribun berdiri, padahal awal mula kerusuhan ini bukan dari mereka, karena memang mereka tidak melakukan kesalahan sama sekali. 

Tabung gas yang dipakai merupakan tabung gas bertipe multi-smoke projectile yang bisa melemparkan sampai dengan 5 proyektil dalam satu kali penembakan dan dalam 1 proyektil, ada 5 proyektil gas air mata yang lebih kecil. 

Bisa dikira-kira ada 55 proyektil gas air mata yang dilepaskan dalam waktu kurang dari 15 detik, untuk 11 peluru gas air mata yang ditembakan. Penembakan proyektil gas air mata ke tribun inilah yang menyebabkan adanya korban nyawa pada peristiwa kanjuruhan. Proyektil tersebut mayoritas diarahkan ke tribun selatan dan membuat tribun ini ditutup asap gas air mata. 

Ditambah lagi dengan arah angin yang pada saat itu menghembus dari utara ke selatan, membuat proyektil gas air mata yang tadinya meledak di lantai, naik dan mengarah ke tribun selatan juga. Hal ini membuat para penonton menjadi panik dan terburu-buru untuk bisa keluar dari stadion. Tetapi, berdasarkan saksi dan juga bukti video, ternyata gas-gas air mata tersebut juga diarahkan ke pintu keluar dari stadion. 

Ketika kondisi sudah mulai diam sejenak di lapangan, ada beberapa kelompok penonton yang kemudian menjadi proaktif terhadap para brimob. Kemudian dibalas oleh brimob dengan lontaran gas air mata. 

Asap dari gas air mata ini, kembali naik ke tribun selatan dikarenakan tertiup oleh angin. Kemudian tidak ada angin tidak ada hujan, seorang brimob kembali menembakan gas air mata ke sektor 13 dan 14 juga kepada tribun selatan kembali secara horizontal yang membuat para penonton kembali panik. 

Kemudian para pasukan brimob ditarik ke tengah lapangan tetapi mereka tidak berhenti menembakan gas air mata, khususnya ke tribun timur yang padahal saat itu sudah lebih kondusif. 

Selain itu, para brimob juga kembali melontarkan gas air mata ke tribun barat dan utara dengan menargetkan tribun yang memiliki banyak orang. Lagi-lagi mereka mengarahkan ke penonton yang berada di tribun dan bukan ke fans Arema yang berada di lapangan. 

Tidak semua brimob dalam peristiwa ini terpancing, dan ikut melontarkan gas air mata. Contohnya brimob di daerah utara relatif tenang dan tidak menembakan gas air mata. 

Meskipun demikian, tidak hanya brimob yang melemparkan gas air mata. Bahkan seorang anggota polres kota malang juga ikut menembakan gas air mata, yang padahal sudah ditegaskan oleh Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat bahwa anak buahnya tidak boleh menembakan gas air mata. 

Kebrutalan aparat ini juga dibuktikan oleh salah satu penembak gas air mata yang dari bench pemain, melengkung jauh sampai ke tribun sisi timur. Dapat disimpulkan bahwa pada saat itu proses pengamanan sama sekali tidak terarahkan. 

Gas air mata yang dipakai brimob dan polres juga berbeda. Untuk brimob menggunakan multi projectile yang menembakan beberapa peluru gas air mata, sedangkan polres menggunakan single projectile yang hanya menembakan satu peluru gas air mata. 

Selain itu, proyektil brimob 3 kali lebih menyakitkan dibandingkan dengan gas air mata yang digunakan oleh polres. Mabes Polri juga mengakui bahwa mereka menggunakan gas air mata yang sudah kadaluarsa untuk peristiwa ini. Gas air mata yang sudah kadaluarsa ini efeknya jauh lebih menyakitkan dibandingkan yang masih belum kadaluarsa. 

Disisi lain, pintu-pintu keluar dalam stadion tersebut ditutup. Hal ini menyebabkan banyak kerumunan penonton yang terjebak di pintu dan saling berdesak-desakan. Banyak orang yang jatuh dari tangga, atau berjerit dikarenakan terhimpit oleh orang lain. Perlu diketahui desakan ini dikarenakan mereka yang sedang berada di tribun kepanikan untuk mencari jalan keluar dikarenakan aparat yang terus menerus menembakan gas air mata. 

Polri mengatakan bahwa penembakan gas air mata ini adalah untuk mengamankan para pemain Persebaya saat itu. Pada saat gas air mata ditembakan dan ribuan orang berupaya untuk keluar dari stadion, para pemain dari Persebaya sudah berada di mobil tni dan bersiap meninggalkan stadion. Ternyata, keributan massa juga terjadi di luar stadion. 

Konvoi pemain Persebaya ini dicegat massa pada saat keluar dari stadion. Mereka baru bisa kembali berjalan kembali satu jam kemudian, setelah meninggalkan tribun VIP. Meskipun demikian, mereka tetap dilempari berbagai benda oleh warga, menunjukan rasa ketidaksukaan. 

Melihat kejadian tersebut, saya sangat menyesali beberapa hal yang terjadi. Banyak sekali kejadian yang bisa mencegah semua hal tersebut untuk mengakibatkan korban nyawa dan sebagainya. 

Para aparat keamanan yang seharusnya tidak menggunakan gas air mata, suporter yang tidak seharusnya turun ke lapangan, dan pintu yang seharusnya sudah dibuka 5-10 menit sebelum match sudah selesai, high risk match yang harusnya bisa jadwalnya dimajukan menjadi jam 15:30 untuk mengurangi kemungkinan konflik, dan kapasitas stadion yang seharusnya hanya 38.000 orang dipakai untuk 42.000 orang. Penggunaan gas air mata menurut saya tidak perlu dilakukan. 

Ada para suporter yang turun ke lapangan, memang seharusnya tidak melakukan hal tersebut dikarenakan melanggar peraturan yang dibuat oleh PSSI. Meskipun demikian, para suporter yang turun setidaknya tidak melakukan kerusuhan terhadap para pemain. 

Mereka memeluk para pemain dan tidak melakukan tindakan-tindakan provokatif. Selain itu, setelah dipukul mundur oleh para aparat, situasi sudah kondusif tetapi ada suporter yang kembali turun ke lapangan. 

Tetapi, aparat justru malah menganggap ini sebagai ancaman, dan langsung melemparkan gas air mata. Parahnya lagi, mereka melemparkan gas air mata ini kepada para penonton yang sedang di tribun dan bukan ke mereka yang di lapangan. Menurut saya, tindakan ini sangat tidak manusiawi dan tidak bisa di toleransi. 

Saya mengerti apabila mereka melemparkan gas air mata ke daerah sekitar lapangan, tetapi bukan ke tribun. Ataupun, sebenarnya tanpa penggunaan gas air mata juga bisa dikendalikan dengan menggunakan tameng dan sedikit kekerasan. 

Namun, tidak perlu menggunakan gas air mata. Selain itu, gas air mata yang digunakan juga kadaluarsa, menambah efek dari gas air matanya itu menjadi lebih menyakitkan. Selain itu, faktor-faktor dari stadion sendiri juga membantu menambah dampak dari tindakan ini. Seperti stadion yang terlalu sempit untuk acara tersebut, dan pintu stadion yang terlalu kecil dan tidak dibuka pada waktunya. 

Sebenarnya harus ada dua penanggung jawab dari semua insiden ini. PSSI dan kapolri. PSSI seharusnya bisa menjaga jumlah penonton yang hadir dalam laga high risk match tersebut. Apalagi merupakan pertandingan dengan resiko tingkat tinggi yang seharusnya sudah diantisipasi kalau ada konflik. 

Selain itu, kapolri juga seharusnya tidak menggunakan gas air mata, sesuai dengan arahan AKBP Ferli Hidayat. Juga untuk mereka yang melemparkan gas air mata ke bagian tribun penonton. Menurut saya, inilah tindakan yang mengakibatkan banyak korban berjatuhan. Inilah tindakan yang sangat tidak etis bagi saya, mereka yang menonton di tribun tidak melakukan apa-apa, dan kemudian ditembaki gas air mata. 

Para aparat tidak memikirkan ada ibu-ibu, anak kecil, remaja, dan semua orang yang berada di daerah itu. Kejadian ini sangatlah tidak baik untuk nama baik polri, ditambah dengan beberapa kejadian belakangan ini seperti kasus ferdi sambo, dan lain-lain. Ini mengajukan banyak sekali pertanyaan kepada polri. Presiden Jokowi juga menyampaikan bahwa semua pihak yang terkait harus bisa refleksi secara tuntas. 

Entah polri, PSSI, pengelola stadion, atau bahkan masyarakat sendiri. Walaupun saya sendiri tidak mau masuk ke polri, tetapi ini sudah menjadi keraguan kita bersama terhadap proteksi keamanan negara yang kebrutalannya terlihat dari kejadian ini. Penanganan massa dengan menggunakan gas air mata yang berlebih, sampai juga ditembakan kepada mereka yang tidak bersalah. Penyebab kematian ini adalah penggunaan gas air mata yang berlebihan, dan penggunaan gas air mata yang kadaluarsa (diproduksi tahun 2019, dan masa penggunaan gas air mata itu 2 tahun). 

Dengan gas air mata yang berlebih ada 2 dampak. Pertama, penonton menjadi sesak nafas, dan kehilangan kesadaran. Hal ini dikarenakan kandungan sianida yang terdapat pada gas air mata, bisa menggantikan oksigen terikat oleh darah. Sehingga kekurangan oksigen sudah tidak terelakan lagi. Kedua, kepanikan penonton menyebabkan mereka terburu-buru untuk mencari pintu keluar dan mau keluar dari stadion tersebut. Hal ini menyebabkan banyak orang yang terjatuh atau terdesak oleh orang lain. 

Pak Rhenald Gazali, anggota dari TPF, mengungkapkan bahwa masyarakat yang meninggal ditemukan memiliki luka lebam di dada dan gegar otak. Hal ini mungkin disebabkan karena mereka jatuh dan terinjak-injak, dan atau terjepit oleh orang lain. Jadi, rasa perikemanusiaan sudah mulai menghilang di kala kepanikan tersebut. 

Saya sendiri sangat bersimpati dengan para keluarga korban yang merasakan dampaknya. Walaupun saya tidak bisa melakukan apa-apa untuk mereka melainkan hanya berdoa untuk yang terbaik, saya sangat menyesali tindakan-tindakan yang dilakukan disana. Khususnya untuk suporter yang masuk kembali ke lapangan untuk kedua kalinya, dan para aparat yang menembakan gas air mata ke tribun penonton. Jujur saat saya melihat video tersebut saya berfikir, mereka itu manusia atau hewan? 

Aparat keamanan kok bisa sampai segitunya, sangat brutal. Saya sangat mempertanyakan kejelasan mereka, untuk apa menembakan gas air mata sampai ke tribun kepada orang-orang yang tidak bersalah. Inilah yang sebenarnya harus direfleksikan dari pihak masyarakat. Sebagai seorang pelajar dan merefleksikan dari pengalaman ini, saya harus bisa mengembangkan jiwa manusiawi saya. Saya harus bisa berempati dan bersimpati melihat kejadian-kejadian tersebut, dan mau menolong. 

Saya tidak boleh menjadi orang-orang yang menyiksa orang lain yang tidak bersalah seperti aparat keamanan tersebut. Nilai 4C dan 1L sangat bermanfaat dan bisa terlihat dampaknya apabila kita refleksikan ke dalam peristiwa tersebut. Dimanakan conscience para penembak gas air mata? Kapolri apakah memiliki competence yang cukup sehingga menggunakan gas air mata yang sudah kadaluarsa padahal hal ini menambah kandungan-kandungan dalam gas tersebut khususnya sianida? 

Apakah pemimpin brimob menggunakan leadershipnya dengan baik? Melihat anak buahnya menembakan gas air mata ke tribun penonton? Saya rasa semua jawaban dari pertanyaan tersebut adalah tidak, tidak, dan tidak. Akhir kata, saya rasa semua pihak yang terlibat dalam kasus ini harus dihukum sebesar-besarnya karena ada banyak sekali anak-anak yang tidak bersalah, remaja, ibu-ibu, dan lain-lain. Saya sangat prihatin dengan kejadian tersebut dan sudah selayaknya kejadian-kejadian seperti ini bisa dan wajib ditangani dengan lebih baik lagi untuk kedepannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun