UTS HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA
VIGA ANESTI RAMADHANI - 212121116/ HKI 4D
Memahami Pengertian Hukum Perdata Islam di Indonesia
Pengertian hukum perdata islam di Indonesia sebenarnya tidak jauh berbeda dengan hukum perdata postif yang berlaku di Indonesia. Â Yang membedakan dari keduanya sebenarnya hanya dari sumbernya. Yang mana hukum perdata islam ini bersumber dari al- quran dan hadits. Jadi dapat disimpulkan bahwa hukum perdata islam di Indonesia yaitu hukum islam yang bersumber dari al quran dan hadits yang mengatur tentang hak dan kewajiban perorangan yang satu dengan yang lainnya baik dalam hubungan keluarga maupun dalam kehidupan masyarakat, yang didalamnya mengatur tentang warisan, perkawinan dan sebagainya.
Prinsip Perkawinan menurut UU Pasal 1 Tahun 1974 dan KHI
Dalam sebuah perkawinan tentunya terdapat suatu prinsip yang harus dipenuhi untuk mewujudkan suatu perkawinan. Oleh karena itu, untuk mewujudkan tujuan perkawinan yang kekal dan samawa diperlukannya sebuah dasar atau prinsip yang kuat. Adapun prinsip perkawinan yang tertuang dalam UU No 1. Tahun 1974 yaitu; pertama, Â batas usia minimal calon pengantin pria dan wanita minimal 19 tahun. Kedua, Suatu perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.Â
Ketiga, Dalam rumah tangga antara suami dan isteri memiliki kedudukan hak dan kewajiban yang sama atau seimbang. Keempat, terjadinya suatu perceraian dipersulit. Kelima, monogami terbuka. Prinsip - prinsip tersebut berdasarkan dengan asas yang tertuang dalam UU No 1 tahun 1974 yaitu; sukarela, partisipasi keluarga, perceraian dipersulit, memperbaiki drajat kaum wanita, pencatatan, dan dibantahnya poligami secara ketat.Â
Sedangkan menurut kompilasi hukum islam, asas atau prinsip perkawinan tersebut yaitu; pertama, tujuan dari terjadinya suatu perkawinan itu sendiri untuk mencapai perkawinan yang sakinah, mawadah, dan warahhmah. Kedua, suami dan istri dalam rumah tangga memiliki hak dan kedudukan yang sama. Ketiga, dalam sebuah perkawinan diwajibkan membayar mahar. Keempat, poligami diperketat. Kelima, terjadinya sutau perkawinan harus memenuhi syarat dan rukun.
Pentingnya Pencatatan Perkawinan
Menurut saya, pencatatan perkawinan itu penting. Karena apabila suatu perkawinan tidak dicatatkan maka sangat merugikan bagi istri dan istri tersebut tidak dianggap sebagai istri yang sah dimata hukum. Sehingga, apabila suaminya meninggal dunia menyebabkan istri tidak berhak atas nafkah dan warisan.Â
Dalam perceraian pun juga sama, yaitu istri tidak berhak atas harta gono- gini pasca perceraian. Hal tersebut terjadi, dikarenakan perkawinan yang tidak dicatatkan secara hukum tidak diakui dan dianggap tidak sah. Selain berdampak pada istri, perkawinan yang tidak dicatatkan juga berdampak pada anak. Karena anak yang dilahirkan tidak memiliki hubungan perdata dengan ayahnya, sehingga menyebabkan anak tersebut tidak memiliki hak mawaris atau harta peninggalan dari ayahnya apabila meninggal dunia maupun bercerai.
Dampak sosiologis, Dapat diketahui bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan hidup berdampingan dengan orang lain. Manusia sebagai makhluk sosial memiliki interaksi yang kuat dengan sesamanya sehingga masyarakat akan berasumsi buruk terhadap perkawinan yang tidak dicatatkan.Besar kemungkinan, manyebabkan kesalahpahaman dan fitnah dalam masyarakat terhadap hubungan pasangan suami istri tersebut. Hal ini terjadi karena, masyarakat menganggap perkawinan tersebut tidak sah.
Dampak Religious, Sebenarnya perkawinan yang tidak dicatatkan tersebut hanya sah dimata agama dan dianggap tidak sah dimata hukum. Dari sini dapat diketahui bahwa perkawinan yang tidak dicatatkan berpengaruh pada hak hak istri. Hal ini menyebabkan pada sulitnya  hak istri yaitu apabila suaminya meninggal dunia atau bercerai maka istri tidak memiliki hak atas harta warisan dan harta gono gini.
Dampak Yuridis, Dalam hubungan rumah tangga tidak dapat dihindari terjadinya konflik atau masalah antara suami dan istri. Yang mana masalah tersebut belum tentu bisa diselesaikan secara damai atau kekeluargaan tetapi harus diselesaikan dengan hukum. Namun, hukum tidak dapat membantu atau melindungi terhadap perkawinan yang tidak dicatatkan. Hal ini terjadi kerena perkawinan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum dan tidak sah dimata hukum.Â
Sebenarnya hukum akan membantu dan melindungi sebuah perkawinan apabila perkawinan tersebut dicatatkan dan dianggap sah dimata hukum. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pencatatan perkawinan ini penting dilakukan untuk mendapatkan perlindungan hukum.
Lalu, Bagaimaba Pendapat Ulama Tentang Perkawinan Wanita Hamil?
Imam Ahmad bin Hanbal, berpendapat bahwa tidak sah menikahi wanita yang diketahui telah berbuat zina, bak laki-laku yang menzinainya maupun laki-laki yang bukan menzinainya. Imam Abu Hanfiah berpendapat bahwa perkawinan bagi wanita hamil adalah sah dengan syarat yang menikahinya adalah pria yang menghamilinya, akan tetapi laki-laki yang bukan menghamilinya tetap sah melakukan perkawinan dengan wanita hamil akibat zina dengan syarat tidak melakukan hubungan intim sampai si wanita melahirkan bayi yang dikandungnya.
Sedangkan, Imam Malik berpendapat bahwa hukum menikahi wanita hamil akibat zina adalah tidak sah baik yang menikhainya itu adalah laki-laki yang menghamilinya ataupun yang bukan menghamilinya.
Pendapat KHI Mengenai Perkawinan Wanita Hamil
Menurut KHI wanita ynag hamil diluar nikah dapat dinikahkan dengan pria yang menghamilinya, maupun dengan pria yang tidak mengamilinya.
Upaya Yang Dilakukan Untuk Menghindari Terjadinya Perceraian
Dalam rumah tangga tidak dapat dipungkiri terjadinya masalah antara pihak suami dan istri. Permasalahan tersebut terkadang tidak dapat diselesaikan secara kekeluargaan dan damai. Bahkan beberapa pasangan mungkin memilih untuk mengakhiri hubungannya dengan perceraian. Mungkin menurut mereka perceraian lah jalan terbaik untuk menyelesaikan masalahnya. Akan tetapi, menginggat perceraian juga memiliki beberapa dampak negative yang berpengaruh terhadap anaknya.Â
Untuk itu agar tidak terjadi perceraian diperlukan upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya perceraian, diantaranya; Dalam sebuah hubungan sebaiknya saling berkomitmen dan menjaganya; Apabila terdapat suatu masalah diselesaikan dengan dibicarakan secara baik-baik bukan dengan emosi; Saling menjaga komunikasi yang baik dengan terbuka dan jujur; Saling menghargai pasangan dan memperlakukannya dengan baik; Menurunkan egois masing-masing; Tidak banyak menuntut kepada pasangan; Meluangkan waktu untuk pasangan.
Review Book
Judul        : Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia
Penulis       : Umar Haris Sanjaya & Aunur Rahim Faqih
Penerbit      : Gama Media Yogyakarta
Terbit        : 2017
Cetakan      : Pertama, Maret 2017
Kesimpulan Review Book
      Buku ini juga menjelaskan secara lengkap dan jelas tentang hukum perkawinan di Indonesia, Yang mana buku ini terbagi menjadi lima bab dan pembahasannya mulai dari bab 1 yang membahas sejarah singkat lahirnya UU Perkawinan, pada bab 2 membahas mengenai pengertian dan tujuan perkawinan.
Bab 3 membahas mengenai pelaksanaan perkawinan, kebasahan perkawinan dan pencatatan perkawinan, perjanjian perkawinan, harta kekayaan dalam perkawinan, dan hukum walimah, pada bab 4 membahas mengenai putusnya perkawinan dan terkahir pada bab lima membahas mengenai kajian perkawinan islam kontemporer. Penjelasan dalam buku tersebut juga dilengkapi dengan contoh yang dapat membantu pembaca dalam memahami isi penjelasan.
InsipirasiÂ
Setelah membaca buku tersebut saya lebih mengetahui mengenai hukum perkawinan di Indonesia dan menurut saya buku tersebut sangat membantu mahasiswa untuk mempermudah proses pembelajaran. Sehingga buku tersebut dapat dijadikan sebagai acuan untuk belajar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H