Mohon tunggu...
Viddy Daery
Viddy Daery Mohon Tunggu... -

Aku adalah Aku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pemanfaatan Sastra Kuno Nusantara untuk Sastra Modern

15 November 2018   16:49 Diperbarui: 15 November 2018   16:50 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

PENTINGNYA SASTRA KUNO NUSANTARA/INDONESIA

Menurut saya, memasukkan karya-karya pujangga "Sastra kuno Nusantara/ Indonesia" ke dalam periodisasi sastra Indonesia, dan kemudian mempelajari dan memanfaatkan sastra kuno atau sastra lama Nusantara bagi pembangunan manusia Indonesia, adalah sangat penting.

Dalam buku "CATATAN" ( Selangor, Maya Press Sdn.Bhd,2010 ) sastrawan senior Malaysia Latiff  Mohidin mewanti-wanti kepada para penulis generasi muda, bahwa "Sastera lama harus kita baca lagi...supaya kita kenal sastera masa kini ( macam mana perbandingannya )...."

Disamping itu, tentu kita tahu serta faham, bahwa sebaran sastra kuno Nusantara melintasi sempadan Negara-politik .

Penyair dan peneliti sastra Asep Sambojapun pernah menulis , bahwa "Setiapkali membaca buku sejarah sastra Indonesia, baik tulisan A Teeuw maupun Ajip Rosidi, terasa ada yang hilang, yakni sastrawan besar ( antara lain-vd ) seperti Hamzah Fansuri dan Raden Ngabehi Ronggowarsito. Belum lagi kalau kita menyinggung pengarang besar Mpu Kanwa yang menulis dalam bahasa Kawi "Kidung Arjuna wiwaha" pada jaman Kediri (sekitar abad ke-11 dan 12), yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Sanusi Pane pada 1948.

Juga karya besar Mpu Prapanca yang dibuat pada jaman keemasan Majapahit, tepatnya tahun 1365 (abad ke-14), "Negarakrtagama alias Desawarnana", yang dinilai sangat penting karena menguraikan riwayat Singhasari dan Majapahit dari sumber-sumber pertama, yang menurut arkeolog Soekmono, ternyata sesuai dengan prasasti-prasasti yang ditemukan. Artinya, sastra karya Empu Prapanca itu bukan lagi dongeng "ngoyoworo" alias sebuah sastra fiksi, melainkan sebuah laporan sastra jurnalisme pada zaman ketika Nusantara masih berada pada era "baheula".

Negarakertagama ( Desawarnana ) merupakan kakawin yang menceritakan kisah Raja Majapahit paling terkenal, Hayam Wuruk yang melakukan pelesiran ke daerah Blambangan ( atau Lumajang zaman kini ) dan dalam perjalanan pulang beliau singgah di Singosari dan Blitar. Dalam naskah ini juga dikisahkan peranan patih Gajah Mada sebagai Mahapatih alias Perdana Mentri yang mumpuni. Masih dalam naskah Negarakertagama ini dikisahkan bahwa Prabu Hayam Wuruk sebagai penguasa yang sangat adil dalam memerintah dan taat menjalankan aturan agama ( menegakkan hukum ).

Banyak sarjana yang menilai, dengan diketemukannya naskah "Negarakertagama", maka gambaran sehari-hari suasana Majapahit yang "gemah ripah loh jinawi" jadi diketahui secara nyata. Padahal sebelum diketemukannya keropak tersebut, gambaran mengeni Majapahit dan era sebelumnya sangat samar-samar, sebab orang hanya bisa membayangkan lewat prasasti-prasasti yang sederhana.

Keropak "Negarakertagama" ( Sumber : http://majapahit1478.blogspot.com/p/negarakertagama.html )

 

Kitapun tak bisa membantah, bersumber dari kitab "Negarakertagama"itu, sudah banyak ditulis buku-buku mengenai Jawa di masa lalu ( terutama zaman Majapahit ) , baik buku ilmiah non-fiksi, maupun buku-buku fiksi, misalnya beberapa novel sejarah yang cukup terkenal, karya Langit Kresna Hariadi, Wahyu HR, Viddy Ad Daery, Agus Sunyoto dan sebagainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun