Mohon tunggu...
sastrabiru
sastrabiru Mohon Tunggu... GURU -

Pak Guru. kurang piknik, kelebihan ngopi.~

Selanjutnya

Tutup

Puisi

[Cerpen] Menanam Kurma di Kebun Kopi

12 November 2016   13:23 Diperbarui: 15 November 2016   10:03 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi: https://ervakurniawan.files.wordpress.com

"Sekalipun kau buah dari spermaku, tak menjamin kau sewarna dengan kepalaku. Dan Bapakmu ini, akan tetap dengan warna seperti ini, bahkan hingga kopi-kopi itu berhenti berbuah, bahkan hingga kelak jasadku tertanam di bawah hijau subur pepohonan kopi", batin Ama' Oyang.

***

Setangah jam yang gagu itu terlewati. Ama' Oyang masih di belakang jendela. Begitupun Rhozieq masih dalam cenung dibalik punggungnya.

"Rhozieq, anakku. Kau dalam imajinasiku, adalah berbeda dengan apa yang ada dihadapanku saat ini. Tapi begitulah, kau punya hak untuk menjadi apa yang kau cita-citakan. Kau tak sedang hidup di dalam rahim Ina'mu, kau kini sedang hidup di dunia, dimana kebebasan adalah hak segala manusia. Termasuk kau dan segala warna-warni di dalam kepalamu."

Kata Ama' Rum, khusyuk dan agak membingungkan Rhozieq. Maklumlah, Rhozieq sebenarnya hanya butuh tanggapan, ya atau tidak terkait penjelasannya barusan.

"Maksud Ama' bagaimana? Saya kurang faham...", Sahut Rhozieq, bingung.

"Harapan Ama', sepulang dari Arab, setidaknya kau bisa jadi pencerah untuk imam-imam di langgar yang cuma tahu menghafal ayat. Setidaknya kau bisa mencerahkan kejumudan otak mereka dengan bekal ilmu selama 6 tahun mu di Arab. Minimal mereka faham secara rinci apa perbedaan empat mazhab fiqih, bagaiamana cara membaca ayat yang baik dan benar, atau setidak-tidaknya bagaimana cara berwudhu yang dianjurkan Rasulullah,"

Kata Ama' Oyang yang mulai kelihatan tak memberi lampu hijau terhadap usul anaknya.

Rhozieq tertawa kecil. Ia menyeruput lagi kopi hingga tandas. Kemudian melanjutkan, "Soal itu tentu mudah saja Ama'. Tapi yang lebih penting dari itu semua, saya sebagai lulusan Arab harus membawa perubahan di Dukuh kita ini. Kalau jauh-jauh dari Arab cuma buat mencerahkan para iman-imam di Langgar, lantas apa bedanya saya Ba'ay Teten yang guru mengaji itu, yang bahkan tak lulus SD itu? Tentu Ama' tidak sedang menyamakan saya dengan Ba'ay Teten kan, Ma'?".

Rhozieq tampak merah padam. Dinding-dindign papan di ruang tengah tak sabar menunggu amarahnya pecah.

"Justru dengan mengajari para imam-imam di Langgar, bagaiamana cara sembahyang yang betul, kau sedang memulai perubahan dari dasar, Ziq. Bukan nanti merubah ladang kopi kita dengan kebun kurma. Yang ada, orang-orang kampung akan mengira kau repot-repot kuliah ke Arab cuma untuk belajar menanam Kurma."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun