Kurangnya keterampilan dan pengetahuan ini bisa membuat anak-anak dengan disabilitas merasa terpinggirkan atau bahkan terabaikan dalam proses pendidikan.
Stigma dan Diskriminasi Sosial
Stigma sosial terhadap anak-anak dengan disabilitas juga menjadi hambatan besar dalam pendidikan inklusif.
Di banyak tempat, anak berkebutuhan khusus masih dipandang sebagai kelompok yang "berbeda" dan sering kali dianggap tidak mampu belajar bersama dengan anak-anak lainnya.
Pandangan seperti ini sering kali menyebabkan diskriminasi, baik dari sesama siswa, guru, maupun masyarakat sekitar.
Padahal, anak-anak dengan disabilitas memiliki potensi yang sama dengan anak-anak lainnya jika mereka diberikan kesempatan yang setara.
Namun, stigma yang ada sering kali membuat mereka merasa tidak diterima, dan ini berpengaruh besar terhadap perkembangan mental dan emosional mereka.
Kebijakan dan Pendanaan yang Belum Optimal
Selain itu, kebijakan pemerintah yang kurang mendukung dan pendanaan yang terbatas juga menjadi masalah dalam implementasi pendidikan inklusif.
Meskipun sudah ada undang-undang yang mendukung pendidikan inklusif, seperti Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, namun pelaksanaannya seringkali kurang optimal.
Banyak sekolah yang ingin memberikan pendidikan inklusif, tetapi terkendala oleh dana yang terbatas untuk menyediakan fasilitas yang dibutuhkan.