Dia baik. Aku juga baik. Tapi dunia ini terlalu berisik untuk orang yang baik seperti kami. Kasak-kusuk berseliweran lagi di telingaku.
Eh itu bukannya kakak tingkat yang kemarin?
Mana? Oh itu? Iya benar. Duh kasihan ya.
Kenapa sih nggak kuliah di berkebutuhan khusus atau di rumah aja.
Tauk. Nyusahin diri sendiri.Â
Nggak punya malu. Kalian lupa aku punya telinga?Â
"Adelia." Aku terkejut. Suara dan sentuhannya di bahuku seperti sengatan listrik. Aku bahkan tidak mendengar suara motornya. Terlalu sibuk menguping cuitan gagak.
"Ayo." Gio memegang tanganku sembari menuju sepeda motor.Â
Jika ada penobatan pria terfavorit, dia akan aku ajukan. Malah sekarang sudah menjadi penghuni tetap daftar calon suamiku. Dan pendaftaran sudah ditutup.
Aku menaiki sepeda motor dengan mudah. Aku sudah terbiasa. Tongkat jalan kuselipkan di antara dua paha.
"Pegangan ya."