"Iris, sudah mama transfer untuk bulan ini. Makan dan biaya sekolahmu." Kata mama iris membuka percakapan dalam telepon.
"Iya, mama. Nanti Iris segera bayarkan." Jawab Iris.
"Iya, hemat-hemat ya di kota, Iris. Belum bisa nanam sayur kita." Keluh mama Iris
Telepon pun terputus, tapi kata terakhir mama Iris membuat perasaan Iris semakin kalut. Kepalanya kembali pusing. Ia merebahkan tubuhnya ke kasur, memeluk boneka yang dibelikan mamanya untuk menemani tidurnya. Dipejamkan matanya sebentar sebelum akhirnya Ia putuskan untuk keluar membeli makanan di warung seberang kos-kosanya.
Orang-orang membeli nasi dengan banyak lauk dipiring sedangkan Iris hanya membeli nasi dengan dua lauk sederhana, telur balado dan orek tempe. Diperhatikan satu persatu orang yang ada di dalam warung. Dua orang di belakang tampak seperti orang berada.Â
Dua orang di depannya juga sama beradanya. Di samping bangkunya ada empat orang yang tampak sederhana seperti dirinya, tetapi kelihatan bahagia-bahagia saja tanpa menunjukkan kebingungan. Yang duduk dipojok juga sama saja, tanpa pikiran dan kebingungan. Hanya Iris seorang yang tampak banyak pikiran, sedih, dan bingung sekaligus.Â
Di sepanjang perjalanan pulang Iris pun melihat-lihat orang yang dilihatnya di jalan pulang menuju kos-kosanya, mereka tampak baik-baik saja menjalani hidupnya. Saat menaiki tangga kos-kosanya pun Iris bertemu dengan beberapa orang yang menyapanya, mereka juga sama saja, tampak biasa-biasa saja tanpa beban apa pun.
Kembali ke kamar, Iris pun bercermin di kaca besar yang dibelinya di pasar tahun lalu. Iris berkaca menelisik tubuhnya, menerawang masa depannya, dan mengingat-ingat apa yang harus dilakukannya kini.Â
Mama bilang: kita belum bisa menanam sayuran lagi. Kemarau belum pergi, persediaan uang semakin menipis, dan Iris belum bisa membantu Ia terlalu pemalu dan takut memulai sesuatu yang baru. Hal yang lazim dilakukan anak desa. Dua kata yang menjadi tombak kehancuran: malu dan takut.
Sepanjang tahun, hujan tidak setiap hari turun dan kemarau selalu ada menghantui para petani di desa-desa penghasil sayuran dan beras. Dampak yang cukup besar dirasakan para petani kecil yang memang belum cukup modal untuk memenuhi kebutuhan bertani di kebun dan sawahnya.Â
Modal besar menghasilkan keuntungan yang besar, sebaliknya modal kecil menghasilkan keuntungan yang kecil pula. Kalau sedang mahal-mahalnya, petani kecil pun ikut untung besar. Kemudian mereka mulai mengembangkan lahannya meniru yang bermodal besar.Â