"Kapan hal itu terjadi?" tanya lelaki kedua.
      "Empat jam yang lalu, Tuar, Aku baru diberitahunya tadi saat tak sengaja bersua di rumah sakit. Aku sedang cek rutin kondisiku saat kulihat Mawe turun dari ambulans dengan Siya di atas ranjang yang dilarikan ke UGD. Penasaran aku, jadi kususul mereka sambil memanggil Mawe yang semula tak mendengar. Setelah Siya masuk ruangan dan Mawe tak boleh ikut masuk, sadarlah ia aku memanggilnya. Kutanyakan padanya apa yang terjadi dan itulah kisahnya."
      "Dan kau baru mengabarkan kami sekarang?" protes Tuar, karena begitu lama hal itu baru dikatakan.
      "Kukirim pesan singkat pada istriku, kalian dan semua orang lain yang nomornya tersimpan di gawaiku. Kalian tak menerimanya?" Ridan membela diri.
      Tuar dan si kumis tipis berlekas-lekas menatap layar gawai masing-masing, saling memandang dan tampak malu.
      "Ya ada," jawab si kumis tipis.
      "Kenapa kalian tak melihatnya empat jam lalu?"
      "Aku bersama istriku empat jam lalu, kau tahulah kami sedang apa," Tuar menjawab sambil menaikkan alis dua kali dengan wajah senang.
      Ridan menggeleng dengan senyum tersungging, ditatapnya pria ketiga sambil bertanya, "Dan kau, Jani?"
      "Aku belum bangun, bergadang semalam, menonton pertandingan, lupa melihat pesan yang masuk," kata Jani, si kumis tipis.
      "Tidak penting kami terlambat membaca pesanmu. Tapi bukankah Siya sedikit lebih muda dari kita? Kenapa bisa kena serangan jantung?" tanya Tuar mencoba mengalihkan masalah.