Mohon tunggu...
Abdi Galih Firmansyah
Abdi Galih Firmansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang

Menebar benih kebaikan, menyemai bunga peradaban, panen kebahagiaan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mbah Lim

6 September 2024   17:03 Diperbarui: 6 September 2024   17:03 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 "Sudah pasti itu Jin!" bisik Mujas, dengan mimik wajah yang geram campur takut.

Tak lama kemudian, ringkikan kuda terpacu berdengkusan terdengar keras sekali. Seperti berlari menuju arah kami. Tanpa basa-basi, Mujas langsung lari sekencang-kencangnya, disusul Salam, dan aku paling belakang.

Setelah sekian menit berlari, kami memutuskan untuk berhenti. Nafas kami sudah tak kuat lagi. Tepat di pinggir semak dan ilalang, aku menemukan daun beluntas terurai. Ia tampak melambai-lambi, seperti merayu-rayu. Sejenak aku teringat doa yang diberikan Mbah Lim kala itu. Antara ragu dan yakin, kertas doa pun kubaca. Kugulung-gulung daun itu sampai hancur lalu kuusapkan ke sekujur tubuhku. Aku hanya mencoba, tak terlalu obsesi. Semoga ia tak bermaksud aneh-aneh. Mujas dan Salam juga kusuruh mengamalkan doa itu.

Dalam cuaca yang begitu menggigil, ada semacam kehangatan yang datang menyelimuti kami. Tubuhku yang sebelumnya berat ditiban tas carier, kini terasa ringan. Seakan ada yang menopang dari belakang. Aku gemetar ketakutan sambil menerka dalam batin. Kami merasa tidak sedang bertiga, melainkan berenam. Sejak perjalanan menuju pos dua, tak seorang pun kami temui. Kami seperti melewati jalur yang asing. Untuk menuju puncak, normalnya diperlukan waktu sekitar 5-6 jam. Tetapi, kami tempuh hanya sekitar dua jam saja. Suara-suara menyeramkan tadi juga sirep. Keanehan itu benar-benar terjadi.

Beberapa hari kemudian, Aku mendatangi kedai Mbah Lim. Ingin kuceritakan pengalaman mistis itu kepadanya. Mujas dan Salam pun kuajak. Tetapi sayang, warung itu tak ada. Aku menghampiri Kasdi yang sedang merokok santai di atas becak.

"Apakah warung Mbah Lim sudah tutup ya Mas?"

"Mbah Lim yang mana?"

"Bagaimana sampeyan ini, ya Mbah Lim penjual kopi di ujung situ Mas"

"Warung itu sudah tutup. Mbah Lim sudah meninggal dua bulan yang lalu, apakah kamu tidak tahu? Kamu ini ada-ada saja!" Ujar Kasdi.

"Ah, tidak mungkin. Wong saya minggu kemarin ngopi di sini". Aku sama sekali tak percaya dengan apa yang diberitakan Kasdi. Akan tetapi, setelah kutanyakan kepada Mbak Imah dan Mas Pri, aku tercengang. Badanku seperti kesetrum, kaget bukan main. Ternyata benar apa kata Kasdi. Mbah Lim sudah meninggal dua bulan silam.

"Lantas, siapakah orang yang kutemui waktu itu?" aku mencoba menyangsikannya. Barangkali pengalaman itu sebenarnya hanyalah mimpi yang seperti terasa nyata, orang barat menyebutnya vivid dreams.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun