Mohon tunggu...
Abdi Galih Firmansyah
Abdi Galih Firmansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang

Menebar benih kebaikan, menyemai bunga peradaban, panen kebahagiaan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mbah Lim

6 September 2024   17:03 Diperbarui: 6 September 2024   17:03 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 Sesaat anganku melayang, teringat sosok wali mastur yang diceritakan guruku pada saat ngaji bandongan. Kekasih tuhan yang zahid. Tak terlihat seperti kiai, tetapi maqom-nya setara bahkan lebih dari kiai. Ia sengaja sembunyi dari umat. Tak mau dikenal wali. Bekharisma mentereng bagi orang sekelilingnya. Yang tahu mereka wali adalah yang sama walinya. Kakekku pernah berkata bahwa semua tempat ada penjaganya, ada walinya. Termasuk di pasar itu.

"Sampeyan mau tak kasih ilmu?"

"Ilmu apa Mbah?" jawabku.

Sejenak ia mengambil kertas dan menulis doa.

"Ambil daun beluntas, genggamlah sambil baca ini: Bismilllailladzi la yadlurru ma'asmihi syai'un fii al-ardli walaa fii as-sama'i wahuwa sami'un alim. Haluskan lalu usapkan ke sekujur tubuhmu, maka marabahaya tak akan menyentuhmu!"

"Terima kasih Mbah" aku hanya mengangguk sopan, meskipun hatiku meragukannya. Bagiku yang demikian hanyalah klenik belaka.

Entah mengapa tiba-tiba sikapnya begitu dingin. Menurut firasat, ia tak menghendaki aku berlama-lama di sini. Wajahnya tak sumringah. Pembicaraan kita tiba-tiba berhenti. Setelah kubayar kopiku, ia tak bercakap sepatah kata pun. Aku tak dihiraukan di akhir momen. Ia tampaknya mengetahui apa yang tak terlihat dalam diriku. Ia seperti menyesal telah ngobrol denganku.

Momen yang kutunggu, hari ini tiba saatnya setelah seminggu yang lalu aku, Mujas, dan Salam berencana mendaki bukit. Sehabis Isya, kami berangkat naik motor dari kampus. Sampai sana sekitar jam sembilan. Rembulan terlihat begitu utuh di langit, indah sekali. Begitupun juga dengan percikan bintang yang berkedip-kedip.

"Sekarang malam Jum'at Kliwon. Kata orang jawa, banyak makhluk gaib berkeliaran" bisik Mujas.

"Huss, kamu ini!" timpal Salam.

Sebelum memulai pendakian, kami makan malam dan pemanasan sebentar di basecamp. Pos pertama kami lampaui dengan mudah, tak ada yang aneh. Namun, di tengah perjalanan menuju pos dua, kami dikejutkan oleh suara azan bercengkok jawa. Padahal, waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Sejurus kemudian, suara perempuan nembang dan wewangian dupa membuat bulu kuduk kami berdiri. Kami pun mencoba untuk tenang, tak menanggapi serius.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun