Mendengar jawaban badui, Sang Raja tertawa terpingkal-pingkal seolah meremehkan suatu jawaban.
"Wahai saudaraku, saya tadi kan bertanya tentang kefardluan, kok malah jadi persoalan hitung-hitungan"
"Andaikata agama ini tidak ada perhitungan (hisab) maka di hari kiamat nanti, Tuhan tidak akan menyiksa hambanya dengan perhitungan pula!" timpal Si Badui.
Sang Raja marah mendengar lontaran jawaban Si Badui. Saat pertama kali bertemu, sikap dan gaya bicaranya seolah disengaja menjauhi batas kewajaran seorang rakyat di bawah kedudukan rajanya, namun harus diakui meskipun agak kurang ajar, logika berpikirnya memang masuk akal walaupun sedikit nyleneh.
"Hai badui, kalau kamu bisa menjelaskan omonganmu tadi maka kamu selamat, jika tidak bisa maka akan kupenggal lehermu dan kuletakkan di antara Shafa dan Marwa!"
Melihat kemarahan sang raja, Si Penjaga pun meredakan.
"Wahai tuanku, tolong ampuni Si Badui ini, maafkanlah dia semata-mata karena Allah, karena sikap memaafkan adalah maqam yang mulia"
Bentakan raja dan permohonan penjaga sama sekali tidak membuat mental Si Badui menjadi kerut, malah ia gantian yang tertawa terpingkal-pingkal.
"Hahahaha..."
"Kenapa kamu ketawa!? Apa yang lucu?" sentak Sang Raja.
"Saya ini heran, kira-kira mana yang paling bodoh di antara kalian berdua, kok bisa-bisanya mempercepat sesuatu yang sudah pasti akan terjadi atau malah memperlambat sesuatu yang sudah pasti terjadi. Kok bisa? Yang namanya mati itu ya hak prerogatifnya Allah, kok kalian yang ribut, memangnya kalian ini siapa?"