"Aku tidak menyalahkanmu."
"Aku juga tidak menyalahkanmu." balas Dyma cepat. Saling menyalahkan hanya akan melukai hati istrinya yang telah mengorbankan segalanya. Teringat bagaimana Miszha nyaris meregang nyawa kala melahirkan Taja. Ia masih ingat betul peristiwa mendebarkan itu, sehingga tidak bijak bila keinginan Taja dianggap sebagai kesalahan didikan. Dyma lebih mensyukuri nikmat sehat bagi anak dan istrinya.
Â
"Lalu?"
"Kita akan memberinya waktu, Sayang. Kita hanya bisa percaya padanya dan melihatnya tumbuh menjadi wanita dewasa. Mungkin suatu saat nanti, dia akan bertemu dengan cinta sejatinya. Seorang pria yang tidak hanya disuruh membetulkan genting saja." Dyma tertawa mengingat kata-kata putrinya.
"Ya. Dia pasti ... seorang pria yang lebih tangguh darinya. Sayang dan hormat padanya, juga mampu melindunginya. Dan yang lebih penting, mengembalikan sifat Taja sebagai wanita sejati."
"Kau benar."
Malam semakin larut. Suara binatang-binatang malam saling bersahutan. Dyma dan Miszha tidak lagi gelisah memikirkan Taja. Mereka percaya, pada saatnya nanti, hadiah terindah akan diberikan Tuhan kepada siapapun yang mampu bersabar dan tidak menyerah pada keadaan.
***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI