"Aku akan menikah ... setelah mengabdi pada raja."
Â
Dyma dan Miszha saling pandang.
Â
"Apa? Kau akan mengabdi pada Raja? Meniru jejak ibumu?" Dyma tampak lega. Itu berarti, Taja akan lebih sering menghabiskan waktu mengurus dan mempercantik diri sendiri, juga belajar menjadi wanita dewasa yang mandiri, mampu mengurus rumah tangga.
Tiba-tiba gadis itu menggeleng. "Hm, tidak. Aku akan ikut jejak Ayah. Menjadi pengawal istana, mata-mata, prajurit tempur, apa saja, yang penting jauh dari urusan dapur. Setelah aku bosan dan membutuhkan pria untuk sekadar membetulkan genting rumah, barulah aku akan menikah."
Mata ibunya membelalak marah. "TAJA!!"
Malam itu, saat terbaring dan sebelum keduanya larut dalam bunga tidur, Miszha berkata, "Andai Taja sungguh-sungguh dengan keinginannya, apa yang akan kau lakukan?" Lama tak mendapat jawaban, ia menoleh dan mendapati suaminya tengah melamun memandangi langit-langit rumah. "Sayang?" Miszha langsung memeluk Dyma. "Maafkan aku. Aku telah gagal mendidik putri kita agar sama seperti gadis lainnya." sesalnya.
Â
"Kalau begitu, aku juga telah bersalah mengajari putri kita ilmu pedang," renung pria itu. "Aku hanya ingin supaya dia bisa melindungi diri. Menjadi wanita yang tangguh menjalani hidup, bukannya gadis tomboi yang sulit mendapat kekasih." Dihelanya napas.
Â