Pertanyaan Taja kembali terdengar di telinganya setelah cukup lama hanyut dalam lamunan.
"Kurasa, ratu sedang kesepian. Itu saja. Bukankah kau lihat sendiri betapa Yang Mulia sangat sibuk akhir-akhir ini?" Ramshad mengusap wajahnya. Hanya kalimat itu yang terlintas di kepalanya.
"Benar. Kusaksikan sendiri, ratu berada di kamarnya seorang diri."
"Itu sebabnya beliau memberimu cincin itu. Benda yang akan membantumu melacak keberadaan siapapun, termasuk mencari tahu kesibukan raja selama jauh dari sisinya." Ramshad menarik napas panjang, bersyukur Taja memercayai jawabannya.
"Jadi, ketika aku menggunakan pengaruh kekuatan cincin, maka pada saat yang sama, ratu dapat menyaksikan apa yang kulihat?"
Ramshad mengangguk. "Coba kau ingat lagi, apakah kau dalam pengaruh cincin saat melihat Sazzar?"
"Tidak. Pengaruhnya sudah meredup dan hilang ketika aku masuk ke dalam ruang senjata," kata Taja, merasa sangat yakin.
"Baguslah. Semua aman hingga detik ini."
"Lalu apa maksudnya membohongi ratu?"
"Mungkin mereka pernah bertengkar sebelumnya, ah entahlah! Makin dalam memikirkan masalah ini membuat isi otakku seperti benang ruwet! Katakan saja sesuai keinginan raja. Habis perkara. Kau tidak akan disalahkan siapapun. Sekarang, aku mau tidur. Besok pagi aku mau mengajak Ramshi ke lembah bunga. Kalau mau ikut, bawa kudamu sendiri. Aku tidak mau kita terlihat seperti sepasang suami istri. Ayo, pulang."
Taja yang sejak tadi sibuk menyusun kepingan teka-teki masalah ini, seketika sadar ketika tangan itu terulur padanya. Berusaha keras meredam rona merah pipinya karena sempat mendengar kalimat Ramshad.