"Tahukah kau, perbedaan antara aku dan raja?"
Taja menggeleng pelan seraya tertunduk.
"Dengarkan baik-baik. Aku, tidak akan terluka oleh kibasan pedang musuh atau hantaman siapapun, seberat apapun karena kekuatan itu ada dalam diriku, dan aku menganggapnya sebagai kutukan. Lain halnya dengan raja. Dia terlahir sebagai seorang pejuang sehingga penderitaan bukan lagi suatu penghalang. Kekuatan roh pedang Zeal sudah menyatu dalam dirinya sehingga tidak lagi merasakan sakit. Intinya, aku ingin membuang sebuah kutukan sedangkan raja malah mengumpulkan semua kutukan! Itulah sebabnya mengapa aku ingin kau bicara jujur, Taja! Jangan sekalipun terlibat dalam permainannya yang sangat berbahaya!"
Kali ini, sepasang mata indah itu membulat, membayangkan peristiwa buruk yang mungkin terjadi.
"Raja ingin aku berbohong pada ratu," jawab Taja kemudian.
"Soal apa?"
"Supaya mengatakan pada ratu bahwa Yang Mulia menemui seorang wanita."
Kedua alis tebal Ramshad terangkat. Kalimat itu sungguh di luar perkiraannya. "Sudah? Hanya itu?" Sikap keras Ramshad perlahan mengendur.
Taja mengangguk. "Bukankah kau punya firasat yang sama bahwa ratu telah memanfaatkanku dengan memberi cincin itu. Sekarang, raja menyuruhku berbohong. Menemui seorang wanita? Apa maksudnya?"
Ramshad terduduk lesu. Lagi-lagi salah membaca kelakuan rajanya. Ia yang semula naik darah dan bersedia pasang badan melawan rajanya demi Taja, sekarang justru sibuk memikirkan jawaban untuk melindungi rencana raja. Sungguh, terjebak dalam permainan konyol seorang Carlo Dante ternyata sangat memalukan! Harga dirinya sebagai salah satu penggawa utama kerajaan mendadak luruh seketika. Dalam hati, mempertanyakan kesetiaannya sendiri.
"Apa maksudnya, Ramshad?"