Ramshad paham betul bahwa Taja belum pernah melihat pesawat atau helikopter kargo sebelumnya. Wanita itu terbiasa bergelut dengan dunia sihir sehingga mungkin menganggap kendaraan terbang adalah burung besi yang diguna-guna. Kalau dipikir, hanya ada dua manusia modern yang memutuskan tinggal di Kerajaan Eyn, Ramshad Ali dan rajanya sendiri. Carlo Dante.
“Kau tidak penasaran, apa isinya?” Taja bergerak maju, tangannya menyentuh salah satu peti, berharap menimbulkan reaksi namun yang diinginkannya tidak terjadi. Sementara itu, kendaraan berat mulai meninggalkan markas sambil dikawal ketat belasan prajurit istana.
“Anggap saja isinya mainan anak laki-laki. Di kota, biasanya begitu. Mainan dikemas dengan apik sehingga menarik minat para bocah,” jelas Ramshad.
“Tapi … mainan seperti apa yang disimpan dalam peti besi sebesar ini? Raja kita bukan bocah. Buat apa mainan sebanyak ini?”
Ramshad menepuk dahinya sendiri. Sulit menjelaskan terlalu jauh jika semakin larut semakin membuat Taja tak mengerti. “Ah, sudahlah. Jika tidak ada yang penting, aku pergi. Sesuatu menarik perhatianku tadi.”
“Jangan bilang kau membiarkan pemilik kawanan serigala itu lolos.”
Ramshad tertegun. “Raja memberitahumu?”
“Tidak.”
“Kau mengikutiku?” selidik Ramshad, merasa mustahil Taja mampu melakukannya.
“Buat apa susah payah mengikutimu? Langkahmu seperti angin, sosokmu tak terlihat seperti udara. Aku cuma asal tebak.” Taja berkilah tapi Ramshad jelas tidak puas.
“Apapun itu, aku pasti tahu. Oh ya, aku sengaja membiarkan penjahat itu pergi. Jika perkiraanku benar, dia akan pergi ke ‘sarang’ yang lebih besar,” ungkap Ramshad yang akhirnya memberitahu rencananya.