Kalau tidak salah, namanya Cody. Pemuda bertubuh pendek berisi tapi terlampau rajin dan setia. Ia bahkan rela tidur berhari-hari di pos tanpa mengeluh lekas-lekas ada pergantian jadwal jaga. Beberapa kali ikut memerangi pemberontakan dan terlibat misi rahasia bersama atasannya, seorang mata-mata lain selain Ramshad.
“Kembalilah ke posmu.”
“Baik, Tuan.”
Mereka pun berpisah.
Sekian lama usai perang terakhir melawan raja dari Kerajaan Hinnan, rajanya tak lagi mengizinkan siapapun menggunakan gelang komunikasi. Kehidupan masa depan yang seharusnya mengikuti kecanggihan kota-kota besar sangat berlawanan dengan wilayah bumi yang masih menganut paham monarki dan kental budaya tradisional. Hanya sedikit alat modern yang dapat dicicipi, tapi sekarang apa yang terjadi? Cody bilang markas senjata? Ada apa di sana?
Penasaran ingin menguak beban pikirannya, Ramshad memacu kuda lebih cepat.
“Turunkan dua terakhir, lalu cepatlah pergi dari sini!”
Ramshad mendekati pemilik suara lantang nan galak itu. Siapa lagi kalau bukan Taja? Panglima perang berzirah putih. Balutan busananya melengkapi rona kulit cerah dan rambut panjang kepang senada dengan warna zirahnya, selalu bercita-cita mendapatkan bekas luka bersejarah seumur hidupnya, akan tetapi hal itu tak pernah terjadi. Seolah dewi keberuntungan selalu berpihak padanya, atau ibarat kucing, dialah sosok wanita dengan sembilan nyawa. Banyak orang berpendapat demikian, namun Ramshad Ali menentangnya. Ia merasa Taja terlalu berharga untuk mati muda. Kebiasaan wanita itu suka menantang maut adalah kebiasaan buruk yang lambat laun bisa merenggut nyawanya.
“Oh, Tuan Ramshad Ali. Senang Anda di sini,” sapa Taja dengan senyum terindah penuh kepalsuan. Entah apa lagi yang direncanakannya. Ramshad membatin.
“Benda apa itu?” tanyanya.
“Pesanan Yang Mulia. Dibuat dan dikirim langsung dari kota. Kita cuma harus memastikan benda itu tidak tergores sedikitpun dan cepat-cepat mengusir mereka.” Taja memberi isyarat ke arah sopir kendaraan berat yang mengangkut lima peti besi berukuran besar. “Pastikan dia kembali ke burung besi itu secepat mungkin!” teriak Taja lagi pada belasan prajurit yang membantu proses pemindahan.