Tibalah aku harus pulang karena ada istri Pamnku meninggal. Sesampai di rumah, aku mencium tangan dan pipinya Mamaku.
Ketika itu ada yang aneh, biasanya dia memeluk dan  merangkulku dengan tangan kanan dan kirinya. Tetapi kali itu tidak, tangan kirinya disembunyikan di balik hijab syar'inya.
Begitu aku mau melihat tangan kiri Mama, du pergi ke dapur mengambil gelas untuk membuatkan air teh menantunya. Sepertinya ada yang disembunyikan.
Aku berlari ke belakang dan menarik jilbab Mama pada bagian tangan kirinya. Ya Allah ya Rabb, tangan Mama terlipat ke dadanya, terbalut oleh kain, dan bengkak.
Aku kaget dan menanyakan penyebabnya. Di menceritakan panjang lebar. Dia terjatuh 3 hari sebelum kepulanganku.
Aku menyesali Mama, kenapa tidak jujur pada kami? Jawaban yang sama selalu keluar dari mulutnya.
Aku ajak Mama untuk cek dokter, tapi dia tidak mau. Dia merasa bisa sembuh dengan diurut Tukang Urut di kampung.
Mama mengakui, penyebab dia jatuh karena pandangannya mulai kabur. Dia tidak jelas melihat sehingga tergelincir.
Aku tidak bisa memahan tangisku. Air mataku mengalir begitu saja dan menyesali diriku yang sampai saat itu belum bisa merawat Mama.
Aku paksa Mama dan Papa ke Solok untuk tinggal bersamaku tapi tetap tidak mau. Mama kasihan kepada peserta didik ngajinya di MDA. Kalau pergi, nanti anak-anak kakakku yang di kampung siapa yang akan mendengarkan cucunya muraja'ah.
Mama sangat menginginkan cucunya jadi hafiz dan hafizah. Tak ada kata lelah baginya mendidik anak, cucu, dan peserta didiknya. Apalagi sekarang sudah 2 orang anak kakak diddidik Mama sampai wisuda hafizh juz 30.