Ujaran kebencian itu sendiri merupakan tindakan komunikasi yang dilakukan oleh suatu individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan, bahkan hinaan yang keji untuk orang yang dituju atau kelompok yang dimaksud. Dalam beberapa aspek juga bisa mempengaruhi adanya hate speech yaitu seperti perbedaan ras, warna kulit, gender, cacat, orientasi sexual, kewarganegaraan, bahkan hingga mengenai suatu kepercayaan atau agama. Karena ujaran kebencian yang dilayangkan kepada seseorang ataupun kelompok tentu banyak mencuri perhatian netizen.
Â
Salah satunya dalam Pemilihan umum, khususnya pemilihan presiden, merupakan salah satu momen penting dalam sistem demokrasi di Indonesia. Pada tahun 2024, masyarakat dihadapkan pada pilihan untuk menentukan pemimpin bangsa melalui pemilihan presiden (pilpres). Di era digital saat ini, proses pemilihan tidak hanya berlangsung di tempat pemungutan suara, tetapi juga di dunia maya. Media sosial menjadi platform utama bagi masyarakat untuk berdiskusi, berbagi informasi, dan menyampaikan pendapat mengenai calon presiden (paslon).
Hate speech juga terjadi dikarenakan para netizen memiliki kebebasan pribadi dalam mengeksplor media sosial tanpa berfikir akibat yang terjadi setelahnya, apalagi rasa benci merupakan sifat alamiah manusia. Dengan demikian banyak kasus ujaran kebencian hingga penyebaran fitnah dan hoaks di berbagai aplikasi, dan untuk saat ini aplikasi instagram, facebook, dan tiktok menjadi wadah yang hangat untuk menyebarkan ujaran kebencian hingga pelecehan. Dan banyak sekali tanggapan dari mahasiswa yang mengikuti perkembangan zaman beriringan dengan hate speech, sehingga banyak juga alasan mengapa netizen melakukan hal tersebut, dan juga apa yang didapatkan dari hal tersebut.
Mahasiswa sebagai agen perubahan harus peka terhadap isu-isu yang berkembang di masyarakat. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menggali pandangan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas mengenai fenomena ujaran kebencian terhadap paslon presiden dalam konteks pilpres 2024. Dengan memahami perspektif mereka, diharapkan dapat ditemukan solusi untuk mengurangi dampak negatif ujaran kebencian serta membangun kesadaran akan pentingnya diskusi positif dan beretika di ruang publik.
METODE
Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menyebarkan kuesioner melalui G-Form. Creswell (1998) mendefinisikan pendekatan kualitatif sebagai suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Metode ini dipilih karena bertujuan untuk mendeskripsikan "Pandangan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas Terhadap Ujaran Kebencian Saat pemilihan presiden 2024". Peneliti akan berperan sebagai instrumen utama dalam pengumpulan data, yang mencakup observasi dan analisis dokumen artikel ilmiah yang berhubungan dengan judul proyek melalui diskusi kelompok.
Data akan dikumpulkan dari diskusi kelompok dengan melakukan analisa dari hasil survei kuesioner yang dibagikan kepada Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas informasi yang berasal dari artikel-artikel yang ada di internet.
Â
HASIL DAN PEMBAHASAN
Survei dilakukan dengan membuat pertanyaan yang relevan dengan judul proyek dan dibagikan dalam bentuk G-Form ke dalam Whatsapp grup. Total responden yang mengisi adalah 20 responden. Para responden merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas.