Mohon tunggu...
Habib Alfarisi
Habib Alfarisi Mohon Tunggu... Freelancer - Peneliti

Politik

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Analisis Pelanggaran HAM serta Kepentingan Nasional AS di Suriah dan Rivalitasnya dengan Rusia

22 Januari 2020   22:56 Diperbarui: 22 Januari 2020   23:09 1404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Selain daripada hal tersebut, kekuatan di dunia bukan lagi terbagi kepada satu atau dua poros saja, melainkan banyak negara sudah menunjukkan eksistensinya di dunia. Salah satunya adalah Cina yang telah menjadi negara maju sejak 2010 (travel.detik.com, 2015). Hal tersebut tentu memperkecil kemungkinan adanya situasi seperti pada masa Perang Dingin dahulu.

            Selain daripada hal tersebut, Rusia sudah melakukan berbagai dialog perdamaian dengan AS. Pada Juli 2019, Rusia mengatakan bahwasannya telah tercapai kemajuan yang signifikan terhadap proses perdamaian di Suriah (www.aa.com.tr, 2019). Hal tersebut tentu membawa kabar yang baik untuk para warga yang telah meninggalkan rumahnya bahwa mereka bisa kembali ke rumahnya dalam waktu dekat.

            Walaupun Rusia memiliki kepentingan yang bersebrangan dengan AS pada konflik Suriah, yaitu AS memutuskan untuk melawan rezim Bashar Al-Ashad sementara Rusia memutuskan untuk membantu rezim Bashar Al-Ashad di Suriah. Walaupun terdapat kepentingan yang besebrangan dengan AS pada konflik Suriah, bukan berarti dunia akan kembali pada situasi seperti Perang Dingin, karena seperti yang sudah dijelaskan bahwasannya Perang Dingin merupakan pertentangan ideologis antara kedua negara yaitu komunis dan liberalis. Sedangkan keadaan pada masa kontemporer sangat berbeda dengan keadaan pada masa Perang Dingin, yaitu era yang penuh kerjasama serta perdamaian yang diusahakan oleh berbagai baik Lembaga nasional maupun Lembaga internasional.

Kesimpulan

Penulis menyimpulkan bahwasannnya Amerika Serikat memiliki National Interest yang tak bisa disepelekan di Timur Tengah dan Suriah merupakan pintu masuk AS untuk menanamkan hegemoninya di Timur Tengah. Oleh karena itu, AS memutuskan untuk intervensi secara militer sejak 2014 beserta sekutunya seperti Jerman dan Prancis. Reaksi yang ditimbulkan akibat konflik tersebut beragam seperti AS yang memutuskan untuk memberikan bantuan humanitarian kepada Suriah, mengintervensi secara militer dan Jerman yang memutuskan unntuk menerima pengungsi di negaranya serta Prancis yang memberikan bantuan dana ke Suriah. Semua tersebut dilakukan demi memperbaiki citra negaranya serta memulihkan keadaan di Suriah, Karena dunia membutuhkan otoritas sentral untuk menjaga perdamaian. di lain sisi keadaan ini tentu tidak akan mengembalikan dunia ke keadaan seperti Perang Dingin, yang di mana negara-negara adidaya saling bersaing dengan ideologinya untuk mendapatkan pengaruhnya di dunia. Sekarang adalah bukan masanya perang antar ideologi melainkan era kerjasama antara negara-negara di dunia.

           

           

           

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun