Gambar 3.1 Sikap Warga Jerman yang Menerima Pengungsi (arti dari poster tersebut      : Pengungsi Diterima dengan Suka Cita). Sumber   : blog.act.id
2.5.3 Reaksi Prancis
      Prancis merupakan salah satu negara anggota UE yang berkontribusi dalam penyelesaian konflik di Suriah. Prancis juga berpartisipasi dalam penyerangan misil dengan Amerika Serikat setelah penyerangan gas kimia oleh pasukan pemerintah Suriah (news.detik.com, 2018).
      Selain daripada hal tersebut, Prancis memberikan bantuan kemanusiaan sebesar Rp. 840 Miliar untuk Suriah (news.detik.com, 2018). Hal tersebut guna untuk menstabilkan kembali negara tersebut setelah konflik berkepanjangan yang melanda negara tersebut.
      Dilaporkan bahwasannya dana tersebut akan dialokasikan ke PBB dan Ngo yang turun ke lapangan (news.detik.com, 2018). Tentu untuk membantu orang-orang yang terkena imbas dari konflik yang berkepanjangan di sana. Menurut data PBB sekitar 13 juta anak-anak membutuhkan bantuan kemanusiaan di Suriah dengan segera (news.detik.com, 2018).
      Analisis menurut teori National Interest adalah bahwasannya Prancis ingin mencitrakan dirinya sebagai negara baik setelah pengungsi, khususnya pengungsi Suriah tidak diperlakukan dengan baik di Prancis (www.hidayatullah.com, 2019). Prancis tidak dapat menjamin keamanan pengungsi di negaranya sendiri karena sentimen serta kebencian yang tinggi oleh warga Prancis terhadap umat muslim, terlebih setelah penyerbuan teror di Prancis pada tahun 2015.
2.3 Akankah Kembali ke Keadaan seperti Perang Dingin?
      Bagian ini ditujukan untuk menjawab hipotesis kedua dari penelitian ini yaitu bahwasannya konflik di Suriah yang melibatkan negara super power seperti AS dan Rusia akan mengembalikan dunia seperti keadaan pada masa perang dingin.
      Perang dingin merupakan peristiwa konflik secara tidak langsung antara Uni Soviet dan Amerika Serikat pasca Perang Dunia II (Murtamadji, 2009). Perang Dingin merupakan babak penentu dalam sejarah manusia dann juga sebagai titik balik dari sejarah hubungan internasional dari era klasik menuju era kontemporer. Perang Dingin menjadikan Amerika Serikat keluar sebagai pemenang dan Uni Soviet menjadi bubar pada tahun 1990-an sebagai akibat dari destalinialisasi yang dilakukan oleh Kurschev (Murtamadji, 2009).
      Perang Dingin dapat dipandang sebagai perang ideologi antara komunisme serta liberalisme.  Komunisme adalah ideologi yang dipegang oleh Uni Soviet dan Liberalisme yang dipegang oleh Amerika Serikat. Keduanya menyebarluaskan pengaruhnya dengan Marshall Plan yang dilakukan oleh Amerika Serikat dan Pakta Warsawa oleh Uni Soviet.
      Perang ideologi sejak berakhirnya perang dingin sudah tidak relevan dengan kemajuan hubungan internasional. Menurut buku Regionalisme dalam Studi Hubungan Internasional yang ditulis oleh Nuraini S menyebutkan bahwasannya regionalisme atau bentuk kerjasama pada masa sekarang tidak lagi berorientasi pada politik pengurungan atau containment politics yang marak dilakukan pada masa perang dingin, melainkan lebih kepada politik merangkul yang mengakui perbedaan serta hak individu di dalamnya (Nuraini S dkk, 2010). Oleh karena itu dapat dikatakan bahwasannya keadaan jaman sekarang sangat berbeda dengan keadaan pada masa perang dingin yang di mana negara-negara adidaya menyebarluaskan pengaruhnya dengan ideologinya seperti liberalisme dan komunisme.