Selain daripada hal-hal yang sudah dijabarkan di atas, terdapat warga Suriah yang berhasil keluar dari negerinya dan mengungsi di negara lain. Berikut penjelasan serta pembahasan mengenai pengungsi Suriah.
      Terdapat sekitar 12 juta warga Suriah yang mengungsi ke berbagai belahan di dunia akibat konflik yang timbul di negara mereka (matamatapolitik.com, 2019). Hal tersebut menunjukkan bahwasannya konflik di Suriah telah menghancurkan secara total kehidupan di negara tersebut sehingga tidak layak ditinggali. Walaupun mereka berhasil mengungsi dari negeri mereka, bukan berarti mereka bisa hidup dengan damai. Banyak nasib pengungsi yang berakhir tragis.
      Salah satunya adalah nasib para pengungsi di laut Mediterania (republika.co.id, 2019). Menurut laporan PBB pada tahun 2019, terdapat sekitar 1.000 pengungsi yang tewas dalam tragedi di laut Mediterania.  Setelah tragedi  yang menimpa para pengungsi di laut Mediterania tersebut, badan khusus PBB yang menangani pengungsi atau UNHCR, kemudian menyarankan anggota Uni Eropa untuk melakukan operasi SAR atau Search and Rescue guna mencegah terjadinya peristiwa serupa (republika.co.id, 2019). Hal tersebut tentu sangat memukul kepada para pengungsi yang kehilangan kerabat mereka di tragedi tersebut.
      Selain daripada tragedi di laut Mediterania, para pengungsi juga mengalami perilaku tidak menyenangkan dari negara penerima seperti diusir dan sebagainya. Salah satu kasus yang baru terjadi adalah di saat Turki mengusir 6.000 pengungsi Suriah illegal pada November 2019 (news.detik.com, 2019). Turki mengusir pengungsi Suriah yang berjumlah 6.000 tersebut karena tidak memiliki identitas atau masuk ke Turki secara illegal. Tidak diketahui secara pasti nasib pengungsi Suriah yang diusir Turki tersebut.
2.5 Reaksi Amerika Serikat dan Negara Sekutunya terhadap Situasi di Suriah
      Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai reaksi Amerika Serikat beserta negara-negara sekutunya terhadap konflik yang terjadi di Suriah. Bagian ini khususnya akan menganalisis langkah serta peran yang diambil oleh Amerika Serikat beserta sekutunya berdasarkan Teori National Interest. Â
2.5.1 Reaksi Amerika Serikat
Amerika Serikat merupakan pihak ketiga pertama yang merespon konflik di Suriah. Amerika Serikat menurut sebuah laporan, telah mengintervensi konflik di Suriah sejak tahun 2013 dengan alasan pelanggaran HAM yang terjadi di sana (Agastya, 2013). Pada tahun 2014, Amerika Serikat kemudian berperan secara aktif dalam penyelesaian konflik Suriah dengan mengirimkan kapal perangnya(Hasugian, 2018).
      Selain daripada hal tersebut, Amerika Serikat menurut laporan mentri luar negeri Rusia, telah membangun dua pangkalan militer ilegal di Suriah pada November 2019 (beritasatu.com, 2019). Pembangunan pangkalan militer AS tersebut dilakukan di daerah Deir ez Zor, wilayah Suriah yang kaya akan minyak (beritasatu.com, 2019). Menurut mentri luar negeri Rusia, hal tersebut jelas melanggar prinsip hukum internasional.
Langkah yang dilakukan oleh Amerika Serikat dapat diartikan sebagai salah satu langkah untuk melindungi identitas politiknya sebagai polisi dunia (jakartagreater.com, 2018) dan sebagai pahlawan demokrasi (lontar.id, 2019). Hal tersebut tentu sangat vital bagi Amerika Serikat mengingat menurut Morgenthau bahwasannnya sistem politik internasional adalah sistem anarki dan sebuah otoritas pusat sangat diperlukan untuk menjaga perdamaian (Morgenthau, 1948).
Dengan penyerbuan serta intervensi militer ke Suriah, Amerika Serikat berusaha memainkan perannya sebagai otoritas sentral yang bertanggung jawab terhadap perdamaian dunia. Amerika Serikat hanya menjalankan salah satu dari sekian langkahnya dalam intervensi militer ke Suriah. Selain daripada hal tersebut, Amerika Serikat jelas sedang menngejar sekaligus melindungi kepentingan fisiknya di Suriah berupa sumber daya minyak di Suriah. kemudian pembangunan pangkalan militer di wilayah yang terletak di Deir ez Zor mendapat kecaman dari Rusia yang mengatakan bahwasannya AS telah melanggar prinsip hukum internasional. Justru menurut Morgenthau bahwasannya hukum internasional hanyalah sebatas norma belaka yang kedudukannya tidak lebih tinggi daripada hukum internasional (Morgenthau, 1948). Langkah yang dilakukan oleh AS tentu sudah sesuai dengan prinsip National Interest yang menjadi alur berpikir pada tulisan kali ini, karena selain AS yang berperan sebagai polisi dunia, AS harus mencari sumber daya alam sebagai penggerak utama bagi pasukannya untuk terus beroperasi dan bekerja, karena bagaimanapun peran sentral AS sebagai otoritas pusat yang memainkan perannya dalam sistem anarki internasional, sangatlah diperlukan untuk mencegah terjadinya konflik yang lebih besar lagi.