Mohon tunggu...
Tovanno Valentino
Tovanno Valentino Mohon Tunggu... Konsultan - Hanya Seorang Pemimpi

Hanya Seorang Pemimpi

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Sebaiknya Jangan Golput, Jika Ingin Negara Ini Makmur dan Utuh

31 Januari 2022   12:06 Diperbarui: 5 Februari 2022   19:15 5469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Mural tersebut mengangkat tema mengajak warga untuk mensukseskan pemilu pada 17 April 2019 dengan berpartisipasi dan tidak Golput. (ANTARRA FOTO/AKBAR TADO via kompas.com)

A healthy democracy requires a decent society; it requires that we are honorable, generous, tolerant and respectful.

Charles W. Pickering

Kesepakatan pemungutan suara pemilu oleh Pemerintah besama penyelenggara Pemilu Umum (Pemilu) dan DPR memang sudah disepakati menyepakati pada tanggal 14 Februari 2024, pemungutan suara Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 jatuh pada pada 14 Februari 2024. 

Berikut dengan kesepakatan Raker (Rapat Kerja) sudah menyepakati tanggal pemungutan suara pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak nasional 2024 pada 27 November 2024.

Namun masih di tingkat kesepakatan Rapat Kerja, belum ada penetapan resmi dari KPU tentang tanggal yang tepat baik itu Pemilu maupun Pilkada Serentak. 

Salah satu masalah yang perlu dipertimbangkan bahwa belum ada kesepakatan antara Pemerintah dan KPU khususnya tentang masa kampanye, dimana ketua KPU mengusulkan selama 120 hari atau 4 bulan, sedangkan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian berpendapat, masa kampanye sebaiknya dipersingkat menjadi 90 hari.

Jadi masih menjadi pertimbangan KPU, karena sejatinya KPU sudah mempertimbangkannya secara matang atau bisa saja copy paste (copas) dari pengalaman Pemilu yang lalu atau pilkada serentak sebelumnya. Saya belum mendapatkan informasi kenapa diusulkan hingga 90 hari dari Menteri Dalam Negeri yang mewakili Pemerintah.

Tapi tentunya kita tunggu saja pendalaman lebih lanjut, karena di dalam Raker juga di sebutkan tahapan, program, dan jadwal penyelenggaraan Pemilu 2024 ditetapkan setelah ada pendalaman lebih lanjut oleh DPR.

So semua bisa saja berubah, karena menurut saya cukup capek juga Pemilu dan Pilkada Serentak diadakan pada tahun yang sama. Belum lagi MK pasti akan menghadapi gugatan sengketa pilkada bahkan mungkin Pilpres, yang melelahkan.

Jika persiapan-persiapan tidak diperhitungkan dengan benar, maka legitimasi dari Pimpinan Nasional maupun Daerah, minimal dapat terganggu didalam menjalankan roda pemerintahan.

Nah itu satu masalah yang memang sedang dan terus didalami bersama, dan kemungkinan akan ada Raker berikutnya atau sejenisnya sesui peraturan perundang-undangan tentang pemilihan umum. Gak perlu saya uraikan. Namunintinya begitu.

Kita tinggalkan sebentar soal masalah yang cukup penting di awal. Yang ingin saya soroti adalah dengan adanya keberadaan Golput atau Golongan Putih. 

Ada yang menamakannya, Independent, Non Voters, Protest vote, Abstention, dan politikisme bahkan ada yang menyebutkan ada gerakan tanpa bentuk atau mungkin ada juga yang sengaja bermain senyap untuk menggagalkan Pemilu atau Pilkada. Saya belum mendalami pengertiannya satu persatu, mana yang cocok dengan istilah golput yang ada di negara kita.

Coba deh, saya emang sudah punya refrensinya, Tapi paling gak, mendekatilah pemahamannya, jika ditilik dari penggalan kata bahasa inggris atau latin.

Abstention

Istilah ini biasanya dianggap lebih tepat untuk menggambarkan Golput. Bersumber dari "Frequently Asked Questions about RONR (Question 6)". The Official Robert's Rules of Order Web Site. 

Di bawah naungan The Robert's Rules Association. Menyebutkan bahwa, Abstention atau adalah istilah dalam prosedur pemilihan ketika seorang peserta pemungutan suara tidak memilih (pada hari pemilihan) atau, dalam prosedur parlementer, hadir pada saat pemungutan suara, tetapi tidak memberikan

Suara abstain harus dikontraskan dengan " suara kosong " atau  "Blank Voters" itilah lain lagi nih lho, di mana seorang pemilih memberikan surat suara yang dengan sengaja dibuat tidak sah dengan menandainya secara salah atau dengan tidak menandai sama sekali. 

Seorang "kosong (atau putih) pemilih"  atau "blank (or white) voter" telah memilih, meskipun suara mereka dapat dianggap sebagai suara "manja" atau "Spoilt vote" (ini ada pengertiannya sendiri lagi nih, banyak kalo ngebahas soal istilah bagi para voters atau pemilih sebenarnya)

Tetapi si suara "maja" ini memang jelas-jelas bermain politik praktis, tapi tergantung pada masing-masing undang-undang atau negara mengatirkannya, sementara pemilih abstain belum memilih. 

Kedua formulir (abstain dan suara kosong) dapat atau tidak, tergantung pada keadaan, dianggap sebagai suara protes (juga dikenal sebagai "suara kosong" atau "suara putih").

Nah dah campur aduk sebenarnya beberapa istilah yang saya sebutkan di atas, ditambah lagi dengan munculnya istilah baru. Tapi saya memilih istilah ini saja deh sebagai pendekatan yang lebih mendekati dengan pola Golput di negara kita.

Mereka juga dihargai kebebasannya menunaikan hak politiknya, gak ada undang-undang yang bisa menjeratnya apalagi di negara demokratis, gak mungkin hal ini terjadi. Kecuali beramai-ramai secara non konstitusional, bertujuan mengagalkan Pemilu secara terstruktrur, sistimatis dan masif.

Ilustrasi Pemilu (Alinea.id)
Ilustrasi Pemilu (Alinea.id)

Sedangkan menurut Hernandez, Raymond and Christopher Drew (7 December 2007). Melalui artikelnya "It's Not Just 'Ayes' and 'Nays': Obama's Votes in Illinois Echo" yang diterbitkan The New York Times.

Sebuah abstain dapat digunakan untuk menunjukkan ambivalensi individu pemilih tentang tindakan tersebut, atau ketidaksetujuan ringan yang tidak naik ke tingkat oposisi aktif.

Abstain juga dapat digunakan ketika seseorang memiliki posisi tertentu tentang suatu masalah, tetapi karena sentimen populer mendukung yang sebaliknya, mungkin tidak bijaksana secara politis untuk memilih sesuai dengan hati nuraninya. 

Seseorang juga dapat abstain ketika mereka merasa tidak mendapat informasi yang memadai tentang masalah yang dihadapi, atau tidak berpartisipasi dalam diskusi yang relevan. Dalam prosedur parlementer, seorang anggota mungkin diminta untuk abstain dalam kasus konflik kepentingan yang nyata atau dirasakan .

Jadi singkatnya ini hak warga negara, yang gak bisa kita tindak secara hukum. Entah alasannya, menurut masing-masing orang bisa berbeda. Seperti ada suatu gerakan tanpa bentuk yang diistilahkan dengan nama "Apoliticism".

Apoliticism

Dalam karya Alvarez, R. Michael; Kiewiet, D. Roderick; Nez, Lucas (2018). Yang berjudul "A Taxonomy of Protest Voting". Yang diterbitkan Annual Review of Political Science, serta pendapat Southwell, Priscilla Lewis; Everest, Marcy Jean (1998). 

Melalui artikel "The Electoral Consequences of Alienation: Nonvoting and Protest Voting in the 1992 Presidential Race". Yang diterbitkan The Social Science Journal.  Disebutkan bahwa,

Apoliticism atau Apolitisme (isme bisa berarti suatu paham bukan?) adalah sikap apatis atau antipati terhadap semua afiliasi politik. Seseorang dapat dikatakan apolitis jika tidak tertarik atau tidak terlibat dalam politik.  

Menjadi apolitis juga dapat merujuk pada situasi di mana orang mengambil posisi yang tidak memihak sehubungan dengan masalah politik. Collins English Dictionary mendefinisikan apolitis sebagai "netral secara politik; tanpa sikap, isi, atau bias politik".

Nah ini ada hubungannya tapi bisa saja menjadi salah satu pemikiran seorang yang memilih untuk Golput dalam Pemilu dan Pilkada di Indonesia.

Kita cukupkan dulu beberapa istilah ini, entar panjang lagi penjelasannya. Dan gak gak dibaca hehehe.

Jadi begini, saya sangat menghormati Masyarakat yang memiliki Hak Memilih dan biasanya nanti ditetapkan dalam kelompk Pemilih Tetap, apapun alasan mereka. Saya hargai, namun... (ntar ngajarin lagi). Cuman usul kok, jika anda ingin negara ini maju dan berjalan lebih baik lagi, yuk mari terlibat dalam Pemilu dan Pilkada.

Kenapa? Jika anda yang kebanyakan juga adalah profesional dan cerdas. Gak menunaikan hak ini, maka anda ikut (secara gak langsung, gak nuduh), membiarkan Pemimpin atau wakil rakyat yang terpilih  nanti justru dapat menghambat atau gak memperhatikan dapil (daerah pemilihan) dimana anda dan keluaga anda tinggal. Dia hanya mementikan diri sendiri dan kroni-kroninya dengan agenda tersendiri.

Kalau belum sampai anti pati, dan udah stuck. Anda sebenarnya yang cerdas ini, bisa lho memberi pemahaman minimal kepada keluarga, tetangga atau warga terdekat. Atau ngetweet atau kemukakan pendapat anda di Kompasiana, Blog pribadi atau dimana saja. 

Agar pemilih kita menjadi cerdas (ini juga bukan mengenarilisasikan), ini cuman istilah aja. Jangan tersinggung. Nah agar mereka dapat menentukan pilihannya dengan pertimbangan logis bukan hanya menggunakan faktor emosional.

Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum, pada Pemilu Legislatif (Pileg) 2014 angka partisipasi pemilih mencapai 75,11% dan yang Golput mencapai 24,89%. Sementara partisipasi pemilih pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 sebesar 69,58%, 30,42% pemilih yang terdaftar memilih Golput.

Berkaca pada Pilpres 2014, tinggi lho ini jumlah golputnya. Kalau diatas 50%, bisa saja dilakukan pemilihan ulang.  Saya gak mau bicara pemerintahan siapa pada saat itu, tetapi atas dasar statustik ini, memang terbukti perjalanan kepemimpinannya terjadi gangguan di sana sini, sekalipun sosoknya tenang dan bisa merebut hati rakyat pada akhirnya.

Nah, di Pemilu 2019 dengan sumber yang sama, pemerintah menargetkan angka partisipasi pemiliki mencapai 77,5%. Artinya, akan ada sekitar 22,5% peserta yang tercatat di Daftar Pemilu 2019 tidak menggunakan hak pilihnya (Golput). 

Untuk itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo pada waktu itu meminta agar dapat  melibatkan organisasi masyarakat (ormas) guna mendorong partisipasi pemilih pada pemilu pada saat itu.

Seperti diberitakab BBCnew.com (3 Mei 2019). Jumlah mereka yang tidak menggunakan hak pilih atau golput di Pilpres 2019 paling rendah sejak Pilpres tahun 2004, menurut Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA. 

Menurutnya, berdasarkan hitung cepat LSI dengan 100% sampel, data golput pada Pilpres 2019 mencapai 19,24%. Angka ini memang cukup berlawaman dengan tren golput yang terus naik sejak pemilihan umum pascareformasi.

Lengkapnya secara pasca Reformasi, Menurut data Komisi Pemilihan Umum (KPU), tingkat golput 23,30% pada Pilpres 2004, 27,45% pada 2009, dan 30,42% pada 2014.

Nah jika benar angkanya menjadi 19,24%, kuat dugaan saya, karena pada saat itu bermunculan partai-partai baru yang lolos verfifikasi sebagai peserta Pemilu. Jadi mesin parat bergerak, sekalipun banyak ngabisin dana. 

Tapi polarisasi calon legeslatif di masyarakat, menyebabkan para pendukungnya yang antara lain bisa kerbatnya, keluarganya, alumninya dan lain-lain, dengan asumsi gak ada pengaruh money politik. Jumlah pemilihnya bertambah dalam keadaaan "terpaksa".

Dan apabila angka golput yang menurun di pemilu 2019 tersebut dapat diproyeksikan bahwa akan bertambah kecil lagi si tahun 2024. Ya tentu ada dua kemungkinan, ada partai lagi yang lolos verifikasi sebagai peserta Pemilu dan mesin partai bergerak dan juga embel-embel yang saya jelaskan di atas.

Tetapi esensinya, masyarakat yang aslinya Golput dan terpaksa ikut memilih di bilik suara lantaran kerabat, teman ikut sebagai calon. Bisa saja lho terjadi beberapa hal, misalnya hanya simbolis. Sedangkan apa yang ia lakukan di bilik suara, gak ada yang tahu. Hanya dia dan Tuhan yang tahu bukan?

So begini kawan-kawanku berhaluan GOLPUT, anda gak ikut dan gak pun gak masalah. Tapi jika pemimpin daerah atau wakil rakyat yang terpilih nanti   memperlakukan daerah atau dapil anda seenaknya, korupsi dan tindakan pelanggaran hukum lainnya. 

Anda pula bisa kena getahnya. Terlebih lagi jika Perda di susun oleh mereka yang mayoritas sudah mengusung agenda masing-masing (saya gak bilang agenda apa ya), maka anda pula harus manut terhadap produk hukum tersebut, jika gak mau dikenakan sanksi hukum.

Berikut apalagi di tingkat Nasional, Ada Calon Presiden dan Wakil-nya, juga ada perwakilan dari daerah anda di DPR dan DPD pusat. 

Nah jika mereka ini gak amanah, dan lagi-lagi membawa agenda yang sudah terkonsep lama. Produk hukum yang dilahirkan mereka sebagai pembentuk undang-undang bersama pemerintah. Anda pula harus ikut mematuhinya.

Misalnya nih, para kawanku Buruh atau pekerja Lepas yang tercinta. Ketika kenaikan upah minimum yang di tetapkan secara nasional atau upah minimum regional di tetapkan pemda, ada yang golput, ada gak yang terpancing turun ke jalan untuk bersuara lantang dan bahkan ada yang mengancam, mencaci dan berbuat anarkis? Sakit hati gak? Nah ini akibat dari kita gak mau terlibat untuk memilih pimpinan wan wakil rakyat kita yang amanah.

Ini pemikiran saya nih, gaduh, ngeselin, provokatif, sinis. Emang seni para politikus itu, dan mereka menikmatinya, selama rakyat gak terpecah dua dan bubar negara ini. 

Jadi mereka bermain-main juga di panggung sandiwara. Sakit hati gak ngeliat merek tampil di TV, berkicau di media sosial, seolah-olah paling benar dan seenak udelnya dewe. 

Coba jawab? Ya udah cuekin aja... lagian pagi dele sore bisa tempe. Pinter mereka berakting sebenarnya, lepas jadi wakil rakyat bisa menjadi pemain sinetron. Seperti si Poltak  Raja Minyak, dengan jenjang karir yang campur aduk.

Kemudian, saudara-saudara ku. Negara kita ini sangat luas dan kaya raya. Banyak sekali kepentingan asing di negara ini. Rasa-rasanya, kalau gak laut cina selatan bergolak gak ada gangguan berarti buat Indonesia. Adem-Adem aja tuh. 

Tapi sesungguhnya kita sedang diamati bahkan telah di "beli" secara gak langsung maupun gak, asset penting negara atau tanah yang harusnya milik kita. Ayo sebutkan berapa bank yang sahamnya hampir mayoritas dimiliki negara lain dibandingkan negara kita? Berapa BUMN yang sudah berdiri sendiri, sahamnya dikuasasi mereka. 

Belum lagi teknologi pertahanan mereka yang canggih, bekerja senyap dengan teknologi modern memantau negara kita dan masalah dalam negeri yang kadang mereka juga "bermain"

Jika kita gakk menyadari hal itu, memperkuat masuknya investor atau orang "asing" yang atas restu negara dapat menguasai lahan dan kekayaan alam daerah kita. Kita hanya sebagai penonton, dan bahkan bisa kebalik nanti merekalah majikanya, (maaf) kita bisa jadi babunya.

Hal ini harus dianggap serius, belum lagi ancaman gerakan-gerakan yang gak jelas dan berlwanan dengan konstitusi dan pancasila. Bukan saja paham radikal, penganut politik identitas,  sempalan dari ajaran komunis atau kapitalis modern. Bisa menyusup di tengah-tengah para wakil kita dan pimpinan daerah kita.

Sedangkan untuk pimpinan Nasional, saya gak mau bahas di sini. Tapi cuku banyak tekanan dan berakibat harus mengambil keputusan yang tidak populer atau bisa saja populer dimata rakyat, namun ujung-ujungnya kelak jadi beban anak cucu kita.

So. Kawanku, Saudaraku. Saya pernah mengalami anti pati seperti kalian, pernah menjadi GOLPUT sejak orde baru hingga pasca revormasi. Sakit hati rasanya, rakyat diperlakukan tak adil. 

Negara ditelantarkan, rakyat jatuh miskin, kekayaan alam dicuri. Tapi kesadaran itu sempat terlambat, kenapa saya yang juga aktivis mahasiswa, gak melakukan hal sebaliknya. Melawan para Garong negara ini.

Anda boleh  pegang kata-kata saya, umur saya gak tau tinggal berapa lama. Dan kita yang sudah tua bahkan sakit, mungkin tinggal selangkah lagi menghadap sang kuasa. 

Bila anda gak memulai dari sekarang, kapan lagi? Jika anda gak melakukan suatu gerakan perbaikan katakanlah Revormasi jilid II, cepat atau lambat jika semua diurus gak karuan. Negara ini tercerai berai. Nama Indonesia mungkin masih ada, namun untuk wilayah tertentu saja. Pegang kata-kata saya ini.

Jika anda masih membuka sedikit celah hati, renungkanlah dan ajaklah generasi dan sesama rakyatmu. Lawan semua ketidakadilan dan kesewenang-wenangan di negara ini. 

Ada konsekwensinya jugadalam perjuangan pasti ada korban. Namun jika dengan niat yang muliah dan diridohi Allah, Negara ini akan menjadi negara besar dan membanggakan anak cucu kita hingga akhir zaman.

Sudah saatnya kita mencari calon pimpinan dan wakil kita yang tepat, sekalipun tak punya uang namun memiliki hati dan niat untuk berjuang untuk kaum lemah. 

Dukung mereka tanggalkan hak GOLPUT anda. Allah tidak diam. Lengserkan mereka secara konstitusional yang selama ini hanya membuai kita dengan kata-kata manis dan program angan-angan serta  yang tak tepat sasaran, hanya hidup mengarong uang rakyat.  

Ingat! Pertahankan kedaulatan daerah anda dan terlebih NKRI sebagai kesemapakatan kita bersama yang berbhineka tunggal ika.

31 Januari 2022

Salam Perjuangan

*) Update : Pada Judul Artikel 01/02/2022  4:24 WIB

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun