Diluar itu ada institusi-institusi penting dan strategis sebagai pembantu dan penasehat langsung presiden.
Ini kita belum bicara soal kementrian, yang di dalamnya juga terdapat orang-orang cakap, profesional, pejabat karir yang profesional berserta dengan jajarannya dan staf ahlinya yang tak kalah cakap dan profesional di bidangnya.
Coba bayangkan, bagaimana sebuah orkestra dipadukan menjadi sebuah lantunan lagu yang menyejukan bagi para pendengarnya.Â
Dalam hal ini, dampak pembangunanan dari hasil kerja mereka dapat di-delivered langsung oleh presiden melalui pembantu-pembantunya hingga pejabat terendah di daerah agar pembangunan dapat dirasakan langsung oleh rakyat di seluruh Indonesia, dari berbagai suku bangsa dan bahasa dan kelas sosial. Secara adil dan merata.
Nah, Menurut Rod Hague, pemerintahan presidensial memiliki beberapa tiga unsur pokok, yaitu presiden dipilih oleh rakyat dan bisa mengangkat para pejabat pemerintahan, presiden memiliki masa jabatan yang tetap, dan tidak ada status tumpang tindih antara badan eksekutif dan badan legislatif. Clear dan Jelas!
Jadi mengangkat wakil menteri suka-suka presiden Dong? Sebentar, sekalipun sistem pemerintahannya presidensil, tetapi seorang Presiden harus patuh pada konstitusi negara atau dasar nagara, yaitu undang-undang dasar 1945 dan tentu saja sejalan dengan itu tidak bertentangan dengan Pancasila.
Oleh karena itu, titik beratnya bukan pada pada soal pengangkatan wakil menteri, mau berapa banyak diangkat wakil menteri dalam satu kementerian silahkan. Mau gendut atau rampingnya kabinet, silahkan. Namun yang paling penting  kabinet harus berorientasi kepada efektivitas, efisiensi serta komimten dalam menjalan program pembangunan.
Dan Untuk siapa semua itu? Untuk bangsa dan Negara, menjalankan amanat Undang-Undang dasar 1945 dan Pancasila sebagai pedoman Hidup Bangsa. Maka tugas yang harus diwujudkan adalah mempertahakan negara yang bersatu dan berdaulat, serta mewujudkan kemakmuran  yang berkeadilan sosial bagi seluruh bangsa Indonesia harus diwujudkan.
Bukan semakin dirusak melalui korupsi yang semakin meraja lela, membiarkan degradasi moral terjadi dikalangan generasi muda, mentolerasi terjadinya perpecahan, radikalisme, pertentangan atas nama SARA dan yang paling parah membiarkan bangsa yang kaya ini dijajah dalam wujud baru Neokolonialisme yang dapat ditemukan dalam praktik-praktik penyelenggaran negara khususnya dalam pemanfaatan sumber daya alam yang super kaya di muka bumi ini.
Ok karena judulnya bisa terjadi dua mata hari kalau salah urus, terpaksa saya lanjutkan pasal 3 dari peraturan Presiden dimaksud. Yaitu sebagai berikut.
- Membantu Menteri dalam proses pengambilan keputusan Kementerian
- Membantu Menteri dalam melaksanakan program kerja dan kontrak kinerja
- Memberikan rekomendasi dan pertimbangan kepada Menteri berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian
- Melaksanakan pengendalian dan pemantauan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian
- Membantu Menteri dalam penilaian dan penetapan pengisian jabatan di lingkungan Kementerian
- Melaksanakan pengendalian reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian;
- Mewakili Menteri pada acara tertentu dan/atau memimpin rapat sesuai dengan penugasan Menteri
- melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Menteri; dan dalam hal tertentu, Wakil Menteri melaksanakan tugas khusus yang diberikan langsung oleh Presiden atau melalui
- Menteri.
Jika dibaca dengan teliti satu persatu, dapat  dimungkinkankah terjadinya dualisme di dalam kementerian. Atau saya menggunakan frasa "Dua Mahari" atau hanya sebuah tindakan kompromistis sebagai harga dari sebuah proses politik?