Mohon tunggu...
Tovanno Valentino
Tovanno Valentino Mohon Tunggu... Konsultan - Hanya Seorang Pemimpi

Hanya Seorang Pemimpi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jika Salah Atur, Terjadi "Matahari Kembar" di Kementrian atau Sekedar Kompromi Politik

27 Desember 2021   01:05 Diperbarui: 28 Desember 2021   13:38 3538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Penatikan Menteri  (Redaksi.com)

Nah terus apa yang mau dibahas nih?

Saya cerita bebas aja ya, dengan pertanyaan awal adakah wacana lagi untuk menghapus posisi wakil menteri? Boleh-boleh saja. Namun Berdasarkan berbagai catatan dan literatur sejarah,  jabatan wakil menteri sudah ada sejak orde lama, dimana Presiden Soekarno pernah mengangkat dua wakil menteri yakni Harmani sebagai Wakil Menteri Dalam Negeri dan Ali Sastroamidjojo selaku Wakil Menteri Penerangan.

Sedangkan pada era Orde Baru, Presiden Soeharto tidak menggunakan istilah wakil menteri. Soeharto mengangkat sejumlah menteri muda yang merupakan bagian dari kaderisasi sebelum menduduki posisi menteri sesungguhnya.

Kemudian Jabatan wakil menteri kembali muncul pada era pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) jilid dua pada 2009-2014. Dalam periode ini, SBY-Boediono dibantu oleh 19 wakil menteri. (Sindoews.com 26/08/2014)

Nah sebagai catatan saja, pengangkatan wakil menteri pada era SBY-Boediono, yang menjadi dasar pengangkatan wakil menteri mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 60 tentang Wakil Menteri pada 9 Juni 2012. Pada Pasal 4 ayat 1 disebutkan wakil menteri diangkat dan diberhentikan oleh preaiden. Masa jabatan wakil menteri bersamaan dengan periode pemerintahan presiden yang bersangkutan.

Jadi silahkan saja membandingkan Undang-Undang, Putusan MK dan Peraturan Presiden yang telah saya sebutkan di atas.

Yang jadi persoalan, menambah atau mengurangi badan, institusi negara, kementerian dalam sistem pemerintan presidensial, tanpa atau dengan dasar pertimbangan legeslatif maupun yudikatif memang sebuah kenicahyaan, apalagi diakitkan dengan hak Preogratif Presiden.  

Yang pasti Negara dengan sistem pemerintahan presidensial yaitu sistem pemerintahan di mana kepala pemerintahan dipegang oleh presiden dan tidak memiliki tanggung jawab terhadap parlemen (legislatif). 

Sementara itu, menteri bertanggung jawab kepada presiden karena presiden memiliki kedudukan sebagai kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan. Di sinilah keleluasaan dan powerful-nya seorang presiden Indonesia.

Akan tetapi dalam peraturan perundang-undangan, ada kesan pelemahan dalam sisten ini. Saya gak perlu menguraikannya, anda pasti ada juga yang telah memahami persoalan ini.

Dilain pihak, bila berbicara wakil menteri. Coba anda bayangkan, begitu banyak orang pintar di kantor Staf Presiden, ditambah staf ahlinya, belum lagi berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2006, tedapat Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) yaitu lembaga pemerintah yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun