Mohon tunggu...
Tovanno Valentino
Tovanno Valentino Mohon Tunggu... Konsultan - Hanya Seorang Pemimpi

Hanya Seorang Pemimpi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Opini: Inilah yang Dimaksud Dengan Kata "Kesepian" 2045 dari Pernyataan Sri Mulyani

17 Desember 2021   22:41 Diperbarui: 18 Desember 2021   16:02 3258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Keuangan Sri Mulyani (Foto: Instagram @smindrawati) 

Sebenarnya tulisan ini gak perlu dimuat lagi, cuman karena ada yang komen di tulisan saya yang terkahir,  yang berjudul Multitafsir Kata "Kesepian" Karena Teknologi Digital 2045, Merujuk Pernyataan Ibu Sri Mulyani. Dia menanti kelanjutan pelurusannya. Ya, itu juga  salah saya juga sih, saking sok teu sempat menulis bahwa sebenarnya saya memahami pernyatan yang diucapkan oleh menteri keuangan Republik Indonesia pada saat menghadiri acara Indonesia Fintech Summit 2021 bertajuk 'Fintech for Faster Economic Recovery' yang digelar hari Sabtu, 11 Desember 2021.  Yang ternyata banyak diberitakan oleh berbagai media, dengan kutipan yang sama bahwa,

"Saya khawatir 2045 banyak orang kesepian juga. Karena mereka tidak bisa masuk ke dunia 3 dimention virtual world, dia left out di dunia reality dan kemudian dia tidak bisa enggage"

Tapi sebelumnya saya Disclaimer dulu nih, tulisan ini bukan bertujuan untuk menggurui siapa-siapa, dan dengan maksud gak baik, untuk menjelaskan maksud sebenarnya dibalik  kata "Kesepian" yang dimaksud beliau. Ini semata  merupakan pemikiran atau opini saya pribadi. Saya bukan juru bicara beliau hehehe (mimpi kali), apalagi bukan peramal yang bisa menerka-nerka apa sebenarnya yang dimaksud beliau dengan pernyataan tersebut secara utuh.

Tak lupa, opini ini juga bukan untuk menyanggah  tulisan teman-teman yang sudah di publish, yang mungkin dengan pemahaman yang berbeda. Saya bukan dalam kapasitas untuk itu.  Semua sudah benar sesuai dengan pemahamannya, bahkan saya di awalpun menangkapnya seperti itu, silahkan saja baca tulisan saya, sekalipun terbesit dipikiran saya kira-kira maksud dari pernyataan Beliau, toh saya nulis juga  sesuai dengan topik pilihan kan?  bahwa yang bakal kesepian ya kita-kita ini karena masalah hubungan dan komunikasi sosial di dunia nyata yang semakin terkikis. Apalagi ntar di tahun 2045. Udah di alam kubur saya. hehehe

Ok ya, saya juga bisa salah. Kesalahan itu saya tanggung, baik rasa malu maupun dicaci dan dikritik ndak masalah. Saya hanya mencoba melihat dari prespektif lain dari tulisan saya terakhir tersebut.

Pertama-tama, semua pasti tahu apabila seorang menteri keuangan hadir dalam kegiatan Indonesia Fintech Summit 2021. Pasti minimal ketika berbicara  menyinggung dua hal yaitu  Financial dan Technology. Kalau kedua kata itu digabung ya FinTech itu sendiri.

Sebenarnya sudah mendapat gambaran, yang dimaksud  tentang kata kesepian itu adalah mereka yang berkaitan dengan kemajuan teknologi digital sektor finansial.  Karena dimana pernyataan itu dikeluarkan pasti berhubungan dengan kegiatan yang dihadiri oleh ibu menteri. 

Tapi, ndak papa, coba kita bahas beberapa hal untuk memperkuat dugaan ini.

Untuk itu Izinkan saya  informasikan sedikit dari Bank Indonesia. Boleh ya? Saya mengutip sebagian dari pernyataan dari Bank Indonesia dai halamannya, biar nanti jelas di kesimpulan akhirnya.

Oleh BI, Financial technology/FinTech merupakan hasil gabungan antara jasa keuangan dengan teknologi yang akhirnya mengubah model bisnis dari konvensional menjadi moderat, yang awalnya dalam membayar harus bertatap-muka dan membawa sejumlah uang kas, kini dapat melakukan transaksi jarak jauh dengan melakukan pembayaran yang dapat dilakukan dalam hitungan detik saja.

Kita garis bawahi ya, kalimat "yang awalnya dalam membayar harus bertatap-muka dan membawa uang kas, kini dapat melakukan dari jarak jauh" Berarti gak ketemuan ya. Bank bisa sepi, atau teler bank pada sepi antrian dong ya? Jadi sudah ada indikasi kesepian itu akan terjadi dimana.

Nah kemudian, saya lanjut ya, menurut BI lho nih, tentang bagaimana proses FinTech bisa terjadi, BI menjelaskan bahwa FinTech muncul seiring perubahan gaya hidup masyarakat yang saat ini didominasi oleh pengguna teknologi informasi tuntutan hidup yang serba cepat. Dengan FinTech, permasalahan dalam transaksi jual-beli dan pembayaran seperti tidak sempat mencari barang ke tempat perbelanjaan, ke bank/ATM untuk mentransfer dana, keengganan mengunjungi suatu tempat karena pelayanan yang kurang menyenangkan dapat diminimalkan. Dengan kata lain, FinTech membantu transaksi jual beli dan sistem pembayaran menjadi lebih efisien dan ekonomis namun tetap efektif.

Nah pernyataan BI tersebut, bisa kita beri  beberapa catatan. Misalnya kutipan ini, "perubahan gaya hidup masyarakat yang saat ini didominasi oleh pengguna teknologi informasi tuntutan hidup yang serba cepat". Jadi ada lagi indikasi, siapa yang gak bergabung dalam pemanfaatan terobosan ini, adalah mereka golongan minoritas, yang kelak bisa mengalami kesepian aksesibilitas Fintech Salah satunya. 

Eh ntar dulu, nyambung ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebentar, biar menambah sedikit informasi tentang jenis Fintech di Indonesia yang sudah dirasakan sebagian besar orang (sebut saja gopay lah). Nah menurut OJK, dilihat dari jenis penyelenggaranya, jenis fintech dibagi dua kategori yakni, fintech 2.0 dan fintech 3.0. Fintech 2.0 adalah  layanan keuangan digital yang dioperasikan lembaga keuangan perbankan. Sedangkan fintech 3.0 menunjuk kepada startup teknologi yang memiliki produk dan jasa inovasi keuangan.
Berikut beberapa jenis fintech yang sedang berkembang:

  1. Crowdfunding
  2. Microfinancing
  3. Digital Payment System
  4. E-aggregator
  5. P2P Lending 

Ntar cari deh, pengertian dan jenis-jenisnya. Pokoknya yang sudah melek, pasti sudah memanfaatkannya.

Nah selanjutnya  menurut saya, jika ada masyarakat yang tidak cepat atau tidak sama sekali menyesuaikan diri dengan penggunaan teknologi informasi dengan tuntutan hidup yang secara cepat, mereka ini boleh gak saya sebutkan sebagai kelompok yang merasa tersisih atau tepatnya bisa juga dianggap kesepian. Tapi kesepian dalam hal  memliki akses fintect tersebut dibandingkan kelompok masyarakat yang sudah melek dan memanfaatkan Fintech.

Sekarang saja sudah pada melek internet, pada masa pandemi covid-19 hingga saat ini, yang tadinya gaptek (saya pake istilah ini saja ya), yang usianya 60-an saja udah lincah menggunakan salah satu product online conference (Zoom misalnya).

Kemudian ke depan seiring dengan perluasan akses internet di tanah air, semua orang berlomba-lomba untuk mengenal internet dong dan pasti akan menuju mengenal dan memiliki akses pada fasilitas Fintect tadi. Apalagi ditahun 2045.

Wajar dong kalo diramalkan pada tahun tersebut pasti semua sudah dapat memiliki akses pada Fintech dalam konteks ini, baik individu, korporasi, organisasi, institusi, UMKM, koperasi dan lain-lain. Benar gak? Kalo memang masih ada yang gak punya akses, ya mereka ini juga boleh dong saya sebutkan bagian dari masyarakat yang  "kesepian" karena lagi-lagi gak memiliki akses Fintech tersebut.

Nah lanjut lagi boleh ya, Masih dari BI nih,

Apa keuntungan dari FinTech?

Bagi konsumen, FinTech memberi manfaat:

  • Mendapat layanan yang lebih baik
  • Pilihan yang lebih banyak
  • Harga yang lebih murah

Bagi pemain FinTech (pedagang produk atau jasa), FinTech memberi manfaat:

  • Menyederhanakan rantai transaksi
  • Menekan biaya operasional dan biaya modal
  • Membekukan alur informasi

Bagi suatu Negara, FinTech memberi manfaat;

  • Mendorong transmisi kebijakan ekonomi
  • Meningkatkan kecepatan perputaran uang sehingga meningkatkan ekonomi masyarakat
  • Di Indonesia, FinTech turut mendorong Strategi Nasional Keuangan Inklusif/SKNI

Lalu apa saja dampak yang ditimbulkan dari FinTech?

FinTech telah mengubah sistem pembayaran di masyarakat dan telah membantu perusahaan-perusahaan start-up dalam menekan biaya modal dan biaya operasional yang tinggi di awal.

Nah yang ini perlu diketahu juga

Bagaimana peran FinTech dalam sistem pembayaran?

Dalam hal ini, FinTech mampu menggantikan peran lembaga keuangan formal seperti bank. Dalam hal sistem pembayaran, FinTech berperan dalam;

  • Menyediakan pasar bagi pelaku usaha
  • Menjadi alat bantu untuk pembayaran, penyelesaian/settlement dan kliring
  • Membantu pelaksanaan investasi yang lebih efisien
  • Mitigasi risiko dari system pembayaran yang konvensional
  • Membantu pihak yang membutuhkan untuk menabung, meminjam dana dan penyertaan modal.

Bermanfaat kan? Jadi boleh lagi dong, walau diulang-ulang sebelum ke kesimpulan akhir  pernyatan Ibu Menteri. Saya lagi-lagi beranggapan bahwa masyarakat yang tidak menikmati fasilitas ini adalah kelompok yang minoritas dan mereka akan merasa kesepian dalam arti sebenarnya, karena gak bisa memperoleh manfaat yang sama dengan mereka yang memiliki akses tersebut.

O ya saya sampai lupa, dasar regulasi adalah :

  • Peraturan Bank Indonesia No. 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran
  • Surat Edaran Bank Indonesia No. 18/22/DKSP perihal Penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital
  • Peraturan Bank Indonesia No. 18/17/PBI/2016 tentang Uang Elektronik

Nah soal opini kesepian saya dari pernyataan BI saya rasa cukup dan bisa dimengerti. Selanjutnya kita perlu mehamai bahwa Secara demografi Indonesia, diperkirakan penduduk Indonesia pada tahun 2045 akan berjumlah sekitar 330 juta orang yang mayoritas adalah kelompok muda.Yaitu didominasi penduduk berusia di bawah 40 tahun dan di bawah 20 tahun.

Yakin gak mereka pasti melek dan mengambil banyak kemudahan lainnya dari perkembangan teknologi komunikasi maupun informasi? Pasti kan? Wong yang sekarang aja udah pada pinter-pinter.

Kalo sempat kita memiliki waktu, bisa membaca artikel tentang revolusi Industri 4.0 dan tentang Internet of things. Pasti bisa terbayang, bahkan ada yang belum dapat saya bayangkan, bagaimana kondisi dunia dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di tahun 2045? Wow, kalo ada yang belum menguasai dan menafaatkan perkembangan TIK saya rasa menjadi bagian yang tersisih dan mereka akan menjadi "Kesepian" karena bagian dari minoritas. Benar gak? Kira-kira masih ada gak sih di Indonesia, anak muda yang gak menafaatkan perkembangan TIK yang begitu cepat?

Hitung aja deh, sekarang si A, lulusan teknik informatika, usia 21 Tahun. Di tahun 2045 (23 tahun lagi) udah berusia berapa tuh? 43 tahun kan? Masih usia yang sangat produktif. Dan saya hakul yakin, gak bakal ketinggalan memanfaatkan semua kemudahaan, atau fasilitas lainnya dari perkembangan TIK/ICT. Bahkan kalau ia lulusan Teknik Informatika, harus bisa menyesuaikan diri dan bekerja dengan perangkat dan peralatan yang so pasti super canggih. Sayang ya, saya sudah di alam lain, hehehe

Nah berikutnya, menurut Sri Mulyani. Sumbernya ada dimana-mana, Menurutnya, penduduk Indonesia sebagian besar akan tinggal di daerah urban atau kota kecil yang terurbanisasi. Mobilitas penduduk pada masa itu akan semakin tinggi. Itu pun akan sejalan dengan pendapatan per kapita yang meningkat.

Coba dibayangkan, ini bukan ramalan, Tapi ini kenyataan, lihat saja perjalanan sejarah dan perkembangan dari desa menjadi kota kecil yang berperan penting.

Nah pada bagian ini saya gak mau nyinggung banyak, karena sudah pada hitung-hitungan ekonomi makro pada umumnya, seperti beliau mengharapkan pada 2045 literasi keuangan di Indonesia mencapai 100 persen. Pada tahun ini, tingkat inklusi dan literasi keuangan Indonesia baru mencapai 38 persen.  Sangat luar bisa bila terwujud menurut saya.

Nah tadi udah nerangin kata kesepian dari berbagai sumber, khususnya BI dan OJK. Jadi boleh kan kita sedikit membedah penggalan kata atau kalimat dalam bahasa inggris yang diucapkan ibu menteri? Saya bukan jago bahasa inggris.  Agar semuanya menjadi jelas. Ini bukan berarti pembaca gak ngerti bahasa inggris ya. Saya hanya mencoba dengan pemikiran saya sendiri. Jadi kalo saya salah, ditertawakan saja. Suka-sukalah

 "Saya khawatir 2045 banyak orang kesepian. Mereka tidak bisa masuk ke dunia 3 dimention virtual world, lalu left out (meninggalkan) realita dunia, dan kemudian dia tidak bisa engage (berhubungan),"

Saya sisipkan saja (walau gak penting bagi pembaca)

Apa itu Dunia Virtual Tiga Dimensi (3DVW), adalah Lingkungan grafis dan simulasi 3D berbasis komputer di mana pengguna dapat berinteraksi melalui avatar mereka sendiri. Dapat dipelajari lebih lanjut di Tinjauan Literatur tentang Penggunaan Dunia Virtual Tiga Dimensi di Pendidikan Tinggi (igi-global.com)

"Engage"  dalam kamus google transalte di defenisikan, occupy, attract, or involve (someone's interest or attention), yang jika diartikan secara bebas memiliki pengertian menempati, menarik, atau melibatkan (minat atau perhatian seseorang)

Jadi kalo gak dilibatkan agar terhubung, pasti tersisih, minoritas dan bakalan kesepian kan ya?

Sehingga jelas, kata kesepian dari pernyataan Ibu Menteri, ditujukan kepada mereka yang tidak dapat menanfaatkan perkembangan teknologi digital dalam hal ini salah satunya dengan menafaatkan FinTech (karena forumnya berbicara hal tersebut) dan kemudian bila mereka yang gak mau berusaha menyesuaikan diri apalagi putus asa karena gak mau berusaha maka mereka dapat tersisihkan dari realita hidup pada saat itu dan akan sulit dilibatkan untuk berhubungan dengan masalah-masalah perkembangan teknologi terkhususnya urusan ekonomi dan keuangan yang berkebang pesat seiring dengan perkembangan TIK/ICT. Kalau merasa tersisih dan sulit berhubungan dan dilibatkan, merasa sedih gak dan kesepian gak jadi bagian dari kelompok yang minoritas? Jawab sendiri deh...

Ok Deh segitu aja. Jadi berulang-ulang kan, kesimpulan yang sama saya sampaikan sejak awal.

Ntar kalo dilanjutkan bakalan melebar kemana-mana sekalipun ada benang merahnya. Dan seperti biasa, kalo terlalu panjang, bisa-bisa gak dibacain sampai selesai. Tapi serah juga. Saya hanya berusaha melanjutkan janji saya di artikel yang terakhir tersebut. Jika ada kesalahan, merasa terlalu melebar dan muter-muter padahal untuk membahas soal kata "kesepian" saja, menjadi penilaian anda. Saya bisa salah, oleh karena itu kita juga boleh berbeda. Dan saya sangat menghargai perbedaan itu, untuk memperkaya wawasan pemikiran kita. Dikritik dan dicacipun saya siap. 

Demikian dulu ya, Ini soal satu kata saja, udah muter kemana-mana, Mohon maaf, kalo memaksa jempol anda dan mata anda. Itupun kalo dibaca hehehe.

Jika Ibu Menteri hadir dalam forum katakanlah tentang membangun karakter anak bangsa. Beliau bisa saja berbicara tentang kecanduan internet dalam hubungan pengaruhnya dalam kehidupan sosial bermasyarakat, nah ini bisa lain kesimpulannya

Udah dulu yaa..

Semoga bermanfaat

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun