Disclaimer dulu seperti biasa, tulisan ini adalah opini yang berisi pendapat, interpretasi, asumsi pribadi termasuk data dan refrensi yang disajikan seluruhnya menjadi tanggung jawab pribadi, perbedaan pandangan dan pendapat sangat wajar. Selamat Membaca, jika tertarik hingga selesai.
Basi ya, diawali sama disclaimer diawal. Padahal Kompasiana sudah mengatur semuanya. Hal ini semata mempertegas, jika saya yang bertanggung jawab, karena ada ruang dalam interpretasi hukum dimana pengelola (kompasiana) bisa juga disangkakan dengan hukum yang berlaku. Hal ini seperti halnya diatur juga aturan beberapa group sosial media atau milist. Sekalipun mereka telah mengatur dengan sangat jelas, dan melakukan perikatan dengan pengguna apllikasi.
Ok, saya mulai saja. Pertama judul yang saya ambil, sejujur saja diinspirasi dari https://www.theguardian.com  (15 Nov 2021)  dengan judul berita "Portugal banned bosses from texting employees after work. Could it happen in the US?",  Saya ganti US dengan Indonesia. Portugal banned bosses from texting employees after work. Could it happen in the Indonesia?. Kira-kira gitu deh. Tapi isi konten hanya memberikan dasar pemikiran saya, juga beberapa sumber lainya.
Pandangan dan Defenisi Work life Balance
Work life balance secara umum dapat didefinisikan sebagai kondisi di mana seseorang berhasil meraih keseimbangan antara pekerjaan dengan kehidupan pribadi.
Di US
Jika di Amerika Serikat Work Life Balance di artikan, Keseimbangan kehidupan kerja di Amerika Serikat adalah memiliki cukup waktu untuk bekerja dan cukup waktu untuk memiliki kehidupan pribadi. Meskipun dapat diartikan atau diinterpretasi secara luas, paling Gak mencakup juga keseimbangan gaya hidup dan keseimbangan hidup.
Di Jerman
Sedangkan konsep Work Life Balance  di jerman, Sesuai buku dengan judul yang sama, ditulisa oleh  Bettina S.  Seorang Psychologisches Institut, Fachrichtung Angewandte PsychologieUniversitt ZrichZrich. Menyebutkan di Jerman terdapat pendekatan yang berbeda untuk mendefinisikan keseimbangan kehidupan kerja di Jerman. Di satu sisi work-life balance (WLB) dipandang sebagai istilah yang populer, tetapi juga Gak tepat jika hanya mencakup dari perspektif ilmiah, bukan fenomena tunggal, melainkan seluruh area aspek.
Dalam fokus area aspek ini, tedapat aspek hubungan dan interaksi antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Dalam hubungan ini komponen pekerjaan mengacu pada pekerjaan yang dibayar dan komponen kehidupan ke bidang kehidupan lainnya seperti keluarga, persahabatan, komitmen sosial dan budaya, perilaku kesehatan, dan lain-lain
Di Indonesia
Masih dalam penjelasan yang sama, belum masuk dalam aturan undang-undang atau hukum. Ada satu tulisan menarik dari kementerian keuangan, sebagai Artikel Dijen yang berjudul Pentingnya Work Life Balance di Era Digital. Salah satu petikan penting yang mendasari sebuah pemikiran yang cuku baik dikemukakan bahwa  disadari atau gak perubahan aktivitas sebagai bentuk kemudahan akses antar manusia sebagai wujud dari kecanggihan teknologi, membuat batas antara kehidupan pribadi dan pekerjaan menjadi samar.
Waktu bekerja Gak lagi dibatasi dengan istilah jam kerja atau office hours, sehingga urusan pekerjaan dapat muncul kapan saja dan di manapun berada. Padahal keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan atau yang sering disebut dengan work life balance merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas seorang pegawai dalam bekerja.
Latar Belakang Undang-Undang Pekerja di Portugal
Seperti yang diberitakan theguardian.com  (15 Nov 2021)Â
Majikan atau Bos atau bisa diartikan pimpinan perusahaan di Portugal sekarang akan menghadapi denda jika mereka mencoba menghubungi pekerja "jarak jauh" setelah jam kerja, berkat undang-undang baru.
Undang-undang tersebut disusun oleh partai Sosialis yang berkuasa di Portugal untuk meningkatkan keseimbangan kehidupan kerja bagi tenaga kerja jarak jauh (WFH) di negara itu, yang berkembang karena Covid-19, dengan tujuan untuk menjadikan Portugal akan memasuki era baru yang lebih menarik bagi "pengembara digital" internasional -- orang-orang yang bepergian sambil telecommuting"
Bukan Hanya di Portugal
Perlu diketahui, Portugal bukan satu-satunya negara yang memodernisasi undang-undang perburuhannya atau ketanakerjaan warga, negara Prancis, Spanyol, Belgia, Slovakia, Italia, Filipina, Argentina, India, dan banyak lagi, semuanya saat ini menikmati "hak untuk memutuskan hubungan" -- atau menetang/melawan/menolak  tanpa hukuman dari perintah bekerja dan berkomunikasi dengan majikan atau bos mereka selama waktu istirahat yang ditentukan.
Pada tahun 2013, kementerian tenaga kerja Jerman menerapkan larangan pengusaha menghubungi pekerja di luar jam kontrak, dan beberapa pengusaha besar negara itu, termasuk Volkswagen dan Daimler, telah melembagakan kebijakan yang dimaksudkan untuk membatasi jumlah email yang diterima karyawan di luar jam kerja juga.
Pemerintah provinsi Ontario juga memperkenalkan undang-undang yang mengharuskan pengusaha untuk menetapkan kebijakan tertulis yang menetapkan "tentang waktu respons untuk email dan mendorong karyawan untuk mengaktifkan pemberitahuan di luar kantor saat mereka gak bekerja", menurut sebuah rilis pemerintah .
Bagaiman dengan di Indonesia?
Tinjauan Perundang-Undangan
Dalam upaya melindungi para pekerja, sebenarnya pemerintah telah menetapkan beberapa peraturan mengenai jam kerja. Pada UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003, Pasal 79 disebutkan bahwa setiap pekerja berhak atas istirahat antara jam kerja dalam sehari, sekurang kurangnya 1/2 jam setelah bekerja 4 jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tak termasuk jam kerja. Namun gak dijelaskan apakah dalam jam istirahat tersebut dengan adanya perkembangan teknologi, diperbolehkan mendapat tugas atau pekerjaan tambahan, diluar pengaturan soal lembur dan penambahan jam kerja yang diatur dalam undang-undang yang sama. Seharusnya konsekwen bahwa jam istirahat gak termasuk jam kerja atau bisa diartkan luas di luar aktivitas kerja kantor.Â
Sehingga pengaturan soal jam istirahat dan iplikasinya pada Work life balance, yang menjadi hak pegawai sebagai mana telah ditegaskan dalam undang-undang memang saat ini terlihat samar. Sehingga perlu dan gaknya diatur lebih lanjut seperti di Portugal, kita lihat dulu latar belakangnya.
Seperti landasan berpikir artikel yang dimuat oleh ditjen kementrian keuangan tersebut. Bahwa dalam prakteknya memang sangat samar pelaksanaan terhadap penghormatan pegawai atau tenaga kerja sesuai ketentuan undang-undang pada jam istirhat karena adanya perkembangan teknologi.
Sehingga kapan saja sang bos atau pimpinan/atasan bisa mengirim pesan singkat melalu aplikasi whatsapp biasanya ataupun cara lain, email bahkan telepon. Adapun isi pesan dalam aplikasi tersebut menyangkut berbagai hal, dapat berupa sebuah pertanyaan saja, instruksi atau perintah yang diminta dieksekusi saat jam istirahat atau harus diselesaikan setelah jam istirahat.
***
Sepertinya perlu adanya perlindungan kepada hak masyarakat atas keseimbangan kehidupan kerja yang sehat merespons dengan tepat dengan budaya kerja modern. Adopsi massal teknologi telah menciptakan kondisi "selalu aktif" di mana jam kerja dan Lebih celaka lagi akhir pekan juga bisa menjadi waktu kerja. Pekerja saat ini membutuhkan bantuan untuk mengembalikan parameter antara pekerjaan dan kehidupan yang telah terkikis oleh perubahan sosial dan teknologi. Inilah persoalan utama.
Sehingga bila ditanya bagaimana dengan di Indonesia? Ya, harus diatur dengan peraturan perundang-undangan. Namun saya gak menjamin 100% bahwa undang-undang untuk gak mengirimkan pesan singkat bahkan tekelepon kepada  karyawan pada saat istirahat bisa dilaksanakan. Ada sanksi? Karyawan berani melapor? hehe
Jika ada yang bertanya, apakah memblokir no telepon kantor atau bos/pimpinan/atasan adalah cara yang baik agar gak terganggu, dan memang menjadi hak dari karyawan pada saat istirahat, dapat diinterpretasikan pada sat itu terjadi kesimbangan dimana karyawan memiliki waktu untuk beristirahat baik fisik dan phisikis dan seharusnya gak diganggu oleh pekerjaan kantor.
Tetapi sekali lagi apakah pemblokiran telepon kantor atau bos/atasan itu wajar? Pasti  ada yang memandang wajar. Namun ada pula yang gak perlu memblokirnya, bahkan jika ada telepon masuk dari kantor atau sang atasan gak perlu dijawab. Jelas jam istirahat yang diatur undang-undang, karyawan bisa saja "cuek" dalam hal positif untuk gak menjawab dan gak membaca pesan singkat yang masuk ke telepon selularnya.
Lagian, jam istirahat. Atasan juga bakalan tau, kalau karyawannya sedang istirahat. Jika karyawan gak menjawab, ya seharusnya sang atasan memahaminya. Dan sekali lagi sudah dijamin dengan Undang-Undang yang bisa diinpretasikan bahwa jam istirhat dari pekerjaan memiliki pengertian juga bahwa karyawan memiliki hak untuk gak menjawab dan mengerjakan pekerjaan kantor. Apalagi sudah di rumah/pulang kantor?
Lebih lanjut, untuk mengaturnya seperti Portugal, rasanya juga perlu jika kesimbangan antara pekerjaan dan kehidupan sehari-hari sudah gak berimbang lagi. Cenderung pekerjaan kantor yang menjadi prioritas, bahkan keluargapun bisa saja gak dipedulikan.
Nah bagaimana dengan pekerjaan kantor yang dikerjakan di rumah? Menurut saya ini pilihan. Jika memang tugas pegawai dengan limit waktu yang ditentukan gak bisa diselesaikan di kantor, mau gak mau, harus dilanjutkan di rumah. Namun bila pekerjaan bisa tuntas dikerjakan di kantor, ya tunggu saja masuk kantor baru menyelesaikan pekerjaannya.
Tapi emang benar bisa dijalankan? Karena mengejar karir, mendapat simpati bahkan reward dari atasan. Kadang karyawan mengabaikan haknya tersebut. Jadi kembali ke diri masing-masing kan ya? so.. anda semua yang harusnya bisa menentukan sikap untuk mencapai Work life balance. Termasuk sang atasan, Bagi saya. Wajar itu relatif. Tapi penghormatan pada pekerja anda, merupakan hal yang terpenting.
Begitu kukira, atau kura-kura mengira.
Sekian dulu ya....
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H