"Ben sama teman-teman lain pengin bikin kenangan buat Yuda. Dia yang menginspirasi mereka buat main musik. Sekarang ini kan bulan Yuda ulang tahun juga ...," Kimaya terkesan ingin membela diri. Siapa Yuda ini? Batin Tommy.Â
"Lalu sekarang mau kamu gimana?" cowok tadi terdengar menahan kesabaran. "Mau nerusin nangis? Kalau gitu, aku balik aja dulu. Sampai ketemu di rumah."
"Di, temenin aku ... kamu kan selalu nemenin aku ...," isak Kimaya semakin menjadi. Tommy jadi geram dengan cowok itu. Kalau dia di posisi cowok itu, pasti mau nemenin Kimaya sampai kapan pun.
"Nggak ada gunanya nemenin kamu nangis ...," cowok tadi berkata dengan tegas, diikuti langkah kaki menjauh. Kimaya beberapa kali memanggil nama cowok itu, sepertinya sia-sia. Tommy bingung mau bagaimana.
"Kim ...," akhirnya Tommy memberanikan diri muncul di depan Kimaya yang sedang menangis.
"Eh, Tom ...," Kimaya kaget lalu sibuk membersihkan mukanya dengan lengan kaosnya. Cewek itu berubah tegas dan kuat, tangisnya selesai. Tommy heran banget dengan perubahan drastis ini.
"Kamu kenapa?" tanya Tommy lembut dan mendekat ke arah Kimaya. Tak dinyana cewek itu malah melangkah ke belakang, menjauh. Tommy tersekat, kenapa dia membuat jarak?
"Nggak papa, urusan jamming. Udah kelar, kok. Eh, kamu dapat tempat duduk, kan? Yuk, masuk lagi, penutupnya ditunggu-tunggu audiens tuh, keren banget ...," suara Kimaya sangat berbeda dengan sebelumnya ketika bersama cowok tadi.Â
Mengapa kamu tidak mau terlihat lemah di depanku, Kim? Tommy mengeluh dalam hati.
+++
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H