"Bukan Yuda, kan?" Adian ingin memastikan kepada Mona. Cewek itu hanya mengedikkan bahunya. Adian gemas.
Cowok itu kembali ke samping Kimaya. Lalu kaget karena dia melihat ada cahaya keperakan di pipi cewek itu. Air mata? Kimaya menangis tanpa sadar? Ini tidak bisa dibiarkan. Aku sudah membuat Kimaya bahagia, dia tidak boleh jatuh lagi, batinnya.
"Kim ...," Adian menyentuh tangan Kimaya dengan lembut. Petikan gitar itu sudah berakhir. Ben si pemain gitar masih di atas panggung, diam menunduk. Kimaya menoleh ke arah Adian perlahan.
"Hmm?" tanya Kimaya serak. Baru kemudian Kimaya sadar kalau pipinya basah dan suaranya berubah karena menahan tangis. Buru-buru diusapnya air mata dengan lengan bajunya.
"Kamu mau ngenalin aku ke Ben yang ada di atas itu?" kata Adian pelan. Dia tidak mau mengungkit tentang air mata Kimaya.Â
"Boleh," kata Kimaya tidak serak lagi karena sudah minum air putih yang ada di meja. Dia segera beranjak berdiri dan menarik tangan Adian untuk naik ke panggung.
"Ben," Kimaya berkata pelan. "Ini Adian, temanku SMA. Dia akan bantu-bantu juga besok."
Adian terkejut ketika Ben perlahan mengangkat kepalanya yang menunduk. Matanya memerah, terkesan sedih, menangis. Ada apa?
"Hai, aku Adian," katanya sambil mengulurkan tangan ke arah Ben. Sepertinya Ben masih terbius dengan lamunannya. Dia hanya menatap ke tangan Adian yang terulur. Adian tetap sabar. Dia tahu, momen ini penting.
"Ben ini temanku sejak SD," Kimaya terkesan membiarkan tangan Adian terulur. Kayak sudah biasa menghadapi Ben yang suka melamun. "Dia satu band dengan Yuda."
Mendengar kata Yuda, dua cowok itu bersamaan menoleh ke arah Kimaya. Keduanya ternyata sama-sama mempunyai makna dan hubungan antara Yuda dan Kimaya. Lalu seperti tersadar, Ben segera menyambut uluran tangan Adian.