Mohon tunggu...
R.A. Vita Astuti
R.A. Vita Astuti Mohon Tunggu... Dosen - IG @v4vita | @ravita.nat | @svasti.lakshmi

Edukator dan penulis #uajy

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Manusia Berencana

12 Maret 2024   21:56 Diperbarui: 12 Maret 2024   22:04 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertaruhan Kimaya

Mona mengatur kamar untuk Adian menginap. Tadinya Kimaya tidak mau ada Adian di rumah mereka. "Biar saja dia di hotel," sungut Kimaya. Tapi Mona tidak tega, apalagi dia senang ada cowok itu berkeliaran di rumah mereka.

"Adian akan pakai kamar depan yang kecil itu," tegas Mona. Kimaya akhirnya mengalah karena bagaimanapun rumah itu awalnya Mona yang cari. "Dia juga nggak berani macam-macam sama kita!"

Baca juga: Kenyataan Tiba

"Dia juga janji akan masakin kita buat makan," tambah Mona, saat ini matanya berbinar. Dia tidak mengira Adian pintar masak.

"Ah, Mon, kamu jangan mudah terpersuasi dong," Kimaya masih sedikit panik. Dia belum siap dekat dengan siapapun walau Yuda sudah mulai menghilang dari ingatannya.

Waktu itu Adian sedang pergi ke toko sebelah, katanya ada yang lupa belum dia beli. Sebenarnya, Adian memang tidak menyiapkan diri tinggal di hotel buat seminggu di Bali. Makanya dia bawa handuk dan peralatan mandi yang biasa sudah tersedia di kamar hotel. Dia berharap bisa menginap di rumah Kimaya dan Mona. Walau tadi Kimaya sedikit diam ketika Mona menawarkan untuk menginap.

Baca juga: Kenal Lebih Baik

"Kim, aku cuma butuh deket sama kamu. Mana ada cara lain selain menginap di rumah kamu," batin Adian ketika berjalan balik ke rumah. Waktu reuni lalu, respon Kimaya tidak seperti yang diharapkannya. Dia menembak di depan teman-teman SMAnya Kimaya tertawa, seperti menganggap semua itu hanya candaan.

Adian bukan tidak tahu Yuda. Dia bahkan yang membantu Kimaya menghadapi bahwa Yuda sudah tidak tiada. Jadi Adian sangat tahu di mana hati Kimaya sebenarnya. Namun dia akan selalu mengingatkan Kimaya bahwa kenyataan sudah tidak memiliki Yuda. Dia yang ada di sini.

---

"Ini kunci kamarmu," sambut Kimaya ketika Adian memasuki rumah. Dia paham benar perubahan raut cowok itu dari pergi sampai kembali dan melihat kunci kamar. Sangat mudah membuat Adian senang, dan perasaan itu menambah ketampanannya 100 kali lipat, ini kata Mona sih.

"Aku tidak akan mengganggu kalian," janji Adian.

"Lalu kamu mau ngapain di sini?" Kimaya menjadi heran dengan ucapan Adian. 

"Aku cuma bisa seminggu, Kim. Kalau kamu butuh aku temani ke mana pun, aku siap," kata Adian sambil memainkan kunci kamar di jarinya. Kimaya langsung menyadari kalau Adian benar-benar tidak punya tujuan di Bali selain ke rumah ini, bertemu dengannya.

"Hey, cowok tadi langsung pergi, ya?" Adian baru teringat pada Tommy yang tadi cuma sekilas dikenalnya. "Teman kamu magang? Bukannya magang kamu sudah selesai? Makanya aku ke sini, kamu kan pasti nganggur?"

"Heh!" Kimaya sedikit kesal dianggap tidak punya kesibukan. Sekalian saja dia mengancam Adian, "Iya, magangku sudah selesai, sekarang mau siap-siap sidang."

"Wah, jangan lulus duluan, Kim," teriak Adian kelihatan kecewa berat. Mona yang baru muncul entah dari mana terbahak mendengar kekhawatiran Adian.

"Ssst, Mona, diam!" Kimaya sudah tahu gelagat Mona. Dia hanya ingin membuat kesan kepada Adian bahwa dia sibuk. Sangat sibuk.

Mona pun paham dan berlalu dari ruang tengah itu, masuk ke kamarnya dan menutup pintunya. Kemudian Mona keluar lagi sudah dengan baju pergi. Ajaib banget, pikir Adian, ganti bajunya kayak sulap. Tapi dia tidak tertarik mengantar Mona pergi. Mona sedikit kecewa ketika Adian tanpa respon, tapi dia paham, Adian hanya untuk Kimaya.

"Pergi dulu, gengs," melambai ke semua, Mona meluncur dengan sepeda motornya.

"Kamu cerita tentang cowok tadi dong, Kim," Adian teringat pertanyaan yang belum terjawab tadi. Kesan yang diterimanya cowok tadi keren, kaya, berwibawa dan punya perhatian pada Kimaya. Cewek itu saja yang seperti mengabaikan tamunya.

Hanya saja, tidak seperti Tommy, Adian tidak merasa terancam dengan keberadaan Tommy. Bahkan, kalau Kimaya suka dengan cowok itu dan bahagia, Adian ikhlas. Asal Yuda tidak akan pernah muncul di antara mereka. Yuda adalah halu buat Kimaya.

"Tommy, ya Tommy," Kimaya terlihat malas bicara tentang teman magangnya itu. Semua mengingatkan akan cowok-cowok yang lair di bulan Februari. Yuda, Adian dan terakhir Tommy. Kimaya sudah merasa cukup dengan cowok Februari.

Adian tahu diri. Dia tidak ingin mendesak Kimaya lebih jauh lagi. Tommy tidak penting, pikirnya. Waktu dia yang terbatas dengan sahabatnya ini harus dimaksimalkan. Paling tidak, dia healing setelah tugas-tugas berat di Jogja. Kimaya penghiburnya hanya dengan berada di dekatnya.

"Acara kamu hari ini apa?" tanya Adian.

"Pengin nyantai dulu, semalam farewell dengan teman-teman magang," Kimaya tidak ingin hari ini dirusak dengan capek. "Katanya kamu ingin memasak buat kami? Ayo, buktikan!"

Wajah Adian menjadi cerah. Dia bilang akan belanja ke supermarket atau malah pasar tradisional, mumpung masih pagi. Tahap pertama pengecekan kulkas di rumah itu.

"Aku ikut belanja boleh?" Kimaya menjajal peruntungannya.

"Wah, bantu-bantu bawain belanjaan, kan? Eh, tapi katanya kamu mau nyantai? Aku senang sih kalau ada yang bisa diajak diskusi," jawab Adian diplomatis. Dia ingin Kimaya yang memutuskan.

"Diskusi apa?"

"Tentang menu? Tentang kamu atau Mona alergi apa?"

"Kamu ini kayak chef ternama!" Kimaya terbahak. Dia tidak mengira Adian akan sesombong itu tentang kemampuannya memasak. "Aku mau kamu coba menu yang belum pernah kami makan."

"Apa emangnya?"

"Hey, kamu nggak boleh nanyak!" Kimaya memberikan ultimatum syarat dan ketentuannya. Adian terbahak dengan trik Kimaya. Ini yang dia rindukan dari kebiasaan cewek ini. Tak ada teman lain yang seunik Kimaya.

Berdua kemudian sibuk memeriksa kulkas dan menyiapkan tas belanjaan. "Tak boleh ada tas plastik," ancam Kimaya. Adian suka ini. 

Untung ada supermarket dan toko sayur di dekat situ. Mereka berdua hanya cukup berjalan sepuluh menit.

"Bali panas, ya?" komentar Adian. Kimaya hanya mendengus, cowok ini sudah pernah di Bali lama, kok masih dengan komentar yang sama.

Namun hasil belanja benar-benar tidak disangka oleh Kimaya. Mereka terpaksa beli tas kain belanja lagi karena hampir semua jenis sayuran dibeli Adian.

"Kamu beneran bisa masak enggak sih, Di?" Kimaya mulai curiga. Kan ada sayur yang tidak betah lama? Dan juga dia dan Mona tidak makan banyak.

Adian tertawa misterius. Kimaya menyerah. Dia berharap Mona segera kembali untuk menyelamatkannya dari situasi Adian yang perlu diwaspadai.

"Kim, kamu buka YouTube, ya?" wajah polos Adian membuat Kimaya meledak.

"Di, kamu janji menghabiskan apapun yang kamu masak, loh, ya?" muka Kimaya mulai memucat. 

"I am trying, Kim ..." suara Adian mulai lirih dan segera lenyap di ruang dapur. 

Pagi ini cukup melelahkan buat Kimaya. Tadinya pengin santai, tapi gegara belanjaan Adian, dia cemas bukan main. Kita lihat saja nanti, Mona ... dia geram pada sahabatnya yang kepincut sama janji-janji Adian.

+++

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun