"Yuda ...," bisik Mona lagi sambil menerawang ke atas. "Kamu sedang ngapain, Yud?"
Tiba-tiba Kimaya merasakan matanya panas. Dadanya sesak. Dia ingin lenyap dari situ. Dari suara ucapan Mona yang menguak semua luka hatinya. Luka batin sejak SD.
"Aku ingat sekali Yuda ingin jadi arsitek dan kamu dokter hewan, Kim," kata Mona tanpa ampun. Dia tidak mau tahu napas Kimaya sudah berubah pendek-pendek, tanda emosi.
Kimaya berhasil mengumpulkan energi untuk beranjak dari situ, kembali ke rumah kontrakan yang dia tinggali bersama Mona dan beberapa teman.
Sehari berlalu setelah nama itu disebut. Mona mendapati Kimaya membuka kalender, saat itu bulan Februari, ada satu tanggal yang disentuh jari Kimaya. Tanggal 11. Mona menghela napas, dia ingat itu tanggal lahir Yuda.
Kimaya lalu pergi, terlihat terburu-buru. Mona sudah bisa menebak ke mana Kimaya pergi. Sudah hampir setahun mereka tinggal di Bali, Kimaya belum pernah ke tempat itu.
Menjelang sore, Kimaya baru tiba kembali ke rumah.
"Kamu tadi ke sana?" Mona masih ingin menyelidik. Dia tahu, apa arti semua percakapan mereka.
Kimaya hanya diam. Mukanya murung. Matanya sembab, terlihat habis menangis.
"Buat apa kamu mengingat dia, Kim? Yuda sudah nggak ada," suara Mona sedikit tercekat mengatakan fakta itu. Dia juga kehilangan, dulu.
"Diam kamu, Mon!" Kimaya terkaget sendiri dia bisa berkata sekasar itu pada Mona. Semua di luar kesadarannya.