"Iya, iya," kata Vanah. Tapi dia kemudian tertegun melihat ke jendela kaca besar yang mengarah ke tangga naik di lantai dua. "Eh, guys, itu kan si Adian, kan?"
Semua menghambur ke jendela, kecuali Kimaya yang masih sibuk dengan laptopnya. Nishi juga menghambur tapi ke pintu luar sambil menyapa cowok itu. Adian terlihat istimewa tanpa baju seragamnya. Tinggi dan terlihat keren walau hanya pakai tshirt dan celanan jeans.
"Wah, beruntung sekali Nishi satu klub dengan Adian, ya. Bisa-bisa kamera Nishi isinya wajah cakep Adian semua," bisik Vanah kepada Navina.
"Emang Adian kenapa?" ternyata Kimaya bisa mendengar bisikan tersebut.
Ketiganya lalu menghambur ke arah Kimaya. Mereka mencercanya karena tidak tahu kehebatan Adian di kelas sebelah, selain juara dia juga dulu mantan calon Ketua Osis tapi mengundurkan diri karena lebih ingin fokus di ekskul basket yang sering ikut lomba.
"Oh," jawab Kimaya yang langsung diprotes teman-temannya.
"Kamu ngeremehin bener deh, Kim."
"Kamu sih cuma ikut ekskul teater, kalau ikutan nonton basket dan volley pasti sering liat Adian ini."
"Coba Kimaya ketemu Adian, langsung klepek-klepek deh."
"Masak sih?" Kimaya masih terheran-heran dengan yang namanya Adian ini. "Anaknya kedengarannya hebat, tapi baik nggak orangnya?"
Semua cewek-cewek di situ mengerang mendengarnya. "Guys," kata Navina. "Aku yakin, Kimaya langsung jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Adian ini. Kita semua fansnya, loh, Kim."
"Iya, mudah banget jatuh cinta sama Adian. Apalagi kalau sudah ngobrol sama dia. Suaranya dalem dan adem," Vanah menyahut.
"Berani taruhan berapa, Kim?" Shana mulai memanas-manasi karena dia terganggu dengan kecuekan Kimaya.