Sedangkan satu bulan kedepan kami sudah berencana melangsungkan pernikahan kami. Sesuatu yang sudah sangat kami impikan selama ini.
Dengan kondisi Alvi dan ayahnya saat ini tentu saja menjadi dilema luarbiasa bagi kami. Kami takut dengan kondisi ayah Alvi yang juga calon mertuaku, juga takut dengan bayang-bayang kegagalan rencana pernikahan kami.
Yang bisa aku lakukan saat ini adalah menguatkan Alvi agar tetap tegar dan tenang dalam menghadapi masalah ini. Aku sudah berjanji akan sekuat tenaga membantu mencari jalan untuk beban yang tengah menimpa Alvi. Bagaimanapun ini adalah bebanku juga. Kami akan sama-sama berjuang. Karena aku sangat mencintainya, sangat menyayanginya.
Gerimis turun membasahi bumi. Langit seakan sengaja sedikit menurunkan airnya untuk mendinginkan jiwa kami berdua.
"Kita pulang yuk sebentar, nanti kita kembali ke rumah sakit lagi." pintaku sambil memohon.
Tanpa berkata-kata ia menurut. Kuraih tubuhnya bangkit dari duduk dan kugiring menaiki sepeda motorku. Jaket jampernya sedikit basah oleh gerimis yang turun. Aku sendiri mulai mengigil kedinginan karena hanya mengenakan celana pendek dan kaos jersey MU kesayanganku.
Kami segera pergi dari tempat itu. Gerimis tampaknya tak cukup untuk mendinginkan hati kami. Hujan perlahan turun semakin lebat. Kupacu sepeda motorku menerobos hujan. Sementara Alvi terlihat sudah lebih tenang.
Aku berjanji, aku akan selalu bersamamu. Aku berjanji, kasihku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H