Kutebas tanganmu? Hilang.
Kubakar ragamu? Lenyap.
Kusumpal mulutmu? “Arrgghhhhh.”
Aku tersesak senafas. Antara hidup-mati. Kau pun megap-megap.
Rasanya aneh saat aku tahu apa yang ingin kau katakan. Dan mungkin tak wajar bila kau tahu kenyataan yang ingin kubicarakan.
Pada akhirnya aku hanya bisa pasrah padamu, teman. Teman kecilku yang meragu. Teman sebayaku yang melugu. Teman seusiaku yang bergemuruh. Teman dewasaku yang menahun. Sesungguhnya aku bukan lari dari kenyataan. Namun secara alamiah tersadar juga terjaga, bahwa takkan pernah hilang angan dari pandangan. Bawah sadar tersadar dan bersegera teringat akan hal yang menjadi keputusan searah seumpama hasil yang serupa.
(Hening. Jendela tertutup dengan bingkai hati terjaga. Firasat perlahan mengganti distorsi sebelum memulai memetik dawai jiwa).