Dalam menjalankan proses PKPU tentunya para pihak harus beritikad baik untuk sama-sama dapat menyelesaikan proses PKPU ini dengan jujur. Menurut teori itikad baik, pihak kreditur mesti dimintakan tanggung jawab secara yuridis jika ada kerugian manakala kreditur melakukan tindakan tidak dengan itikad baik.9 Hofmann dan Vollmar berpandangan bahwa disamping adanya pengertian itikad baik yang subjektif, juga ada itikad baik yang bersifat objektif, oleh mereka tidak lain maksudnya adalah kepatutan (billikheid, redelijkheid). 10 Prinsip itikad baik (good faith) harus ada sejak negosiasi, pelaksanaan kontrak hingga penyelesaian sengketa. Prinsip resiprositas mensyaratkan bahwa para pihak dalam perjanjian harus melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing secara timbal balik.11 Seseorang tidak dapat diminta pertanggungjawabannya, apabila ia telah berusaha dengan sekuat tenaga untuk melaksanakan kontrak dan menghindarkan diri dari segala malapetaka, tetapi tetap tidak membawa hasil apa-apa, walaupun kontrak itu telah di buat secara sah dan mengikat orang tersebut.
Jika para pihak tidak menjalankan segala sesuatu tanpa itikad baik tentunya kesepakatan tidak akan tercapai dalam hal ini PKPU. Tidak dilaksanakan itikad baik tentunya akan menimbulkan berbagai hambatan dalam proses penyelesaian utang piutang melalui proses PKPU dalam kepailitan sehingga proses melalui lembaga PKPU menjadi tidak efektif.
KESIMPULAN
Proses penyelesaian utang piutang melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Permohonan PKPU adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 222 harus diajukan kepada pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dengan ditandatangani oleh pemohon dan oleh advokatnya, dalam hal pemohon adalah debitor, permohonan PKPU harus disertai daftar yang memuat sifat, jumlah piutang, dan utang debitur beserta surat bukti secukupnya. Dalam hal pemohon adalah kreditor, pengadilan wajib memanggil debitor melalui juru sita dengan surat kilat tercatat paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum sidang. Pada surat permohonan dapat dilampirkan rencana perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 222. Namun beberapa perkara yang diajukan PKPU bukan untuk perdamaian tapi menekan debitur untuk melunasi utangnya walau beberapa diantaranya berujung pada kepailitan.
Efektivitas penyelesaian utang piutang melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dalam kepailitan tidak berjalan secara efektif karena dalam praktiknya tidak dilaksanakan itikad baik dalam proses PKPU tentunya akan menimbulkan berbagai hambatan dalam proses penyelesaian utang piutang melalui proses PKPU dalam kepailitan sehingga proses melalui lembaga PKPU menjadi tidak efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Adolf. H. (2007). Dasar-Dasar Hukum Kontrak Internasional. Refika Aditama. Bandung
Gautama. S. (2008). Komentar Atas Peraturan Kepailitan Baru Untuk Indonesia, Citra Aditya Bakti. Bandung
Nugroho, S.A. (2018). Hukum Kepailitan Di Indonesia Dalam Teori dan Praktik Serta Penerapan Hukumnya. Prenadamedia Group. Jakarta
Sastrawidjaja, H. M. (2006). Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. PT. Alumni. Bandung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H