Mohon tunggu...
Uswatun Khasanah
Uswatun Khasanah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hallo Semuanya Terimakasih Sudah Berkunjung Di Profil Saya

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Terkait Penyelesaian Utang Piutang Dalam Kepailitan

11 Desember 2024   13:58 Diperbarui: 11 Desember 2024   13:58 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini pengadilan niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya. Harta debitur dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan pemerintah. Dari sudut sejarah hukum, undang -- undang kepailitan pada mulanya bertujuan untuk melindungi para kreditur dengan memberikan jalan yang jelas dan pasti untuk menyelesaikan utang yang tidak dapat terbayar.

Sejarah perundang -- undangan kepailitan di Indonesia telah dimulai hampir 100 tahun yang lalu sejak 1906, sejak berlakunya "Verordening op het Faillissment en Surceance van Betaling voor de European in Indonesia" sebagaimana dimuat dalam Staatblads 1905 No. 217 jo. Staadblads 1906 No. 348 Fallissementverordening. Dalam tahun 1960an, 1970-an secara relatif masih banyak perkara kepailitan yang ditujukan kepada Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia, namun sejak 1980an hampir tidak ada perkara kepailitan yang diajukan ke Pengadilan Negeri. Tahun 1997, krisis moneter melanda Indonesia, banyak utang tidak dibayar lunas meski sudah ditagih, sehingga timbul pikiran untuk membangunkan proses kepailitan dengan cara memperbaiki perundang -- undangan di bidang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang atau biasanya disingkat PKPU. Saat ini dasar hukum kepailitan dan PKPU di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut UUK-PKPU)

Debitur dapat mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) ke pengadilan niaga, apabila tidak dapat atau memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu sebagai reaksi atas permohonan pailit yang diajukan oleh (para) krediturnya.Penundaan kewajiban pembayaran utang (surseance van betaling) yang dimohonkan oleh debitur melalui penasihat hukumnya ke pengadilan niaga tersebut pada umumnya dengan tujuan untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi pembayaran seluruh atau sebagian utangnya kepada kreditur konkuren, agar tidak terjadi kepailitan. Oleh karena itu, dengan pertimbangan bahwa mencegah terjadinya kepailitan dapat menguntungkan banyak pihak, baik karyawan, rantai usaha (business chain) pemegang saham (shareholder) maupun kreditur yang akan terbayar utangnya, maka penundaan kewajiban pembayaran utang, ditempatkan pada ranking pertama dalam penetapan putusan apabila beberapa perkara diajukan secara bersama-sama. Hal ini berarti bahwa secara imperatif pengadilan harus mengabulkan penundaan "sementara" kewajiban pembayaran utang.

Meski tak dijabarkan secara jelas dalam Undang-Undang, namun Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dapat dipahami sebagai suatu upaya untuk mencapai kata mufakat antara debitur dengan kreditor berkenaan dengan penyelesaian utang-piutang. PKPU dapat pula dipahami sebagai suatu periode waktu tertentu yang diberikan kepada debitur dan kreditor yang ditetapkan melalui putusan pengadilan niaga guna membuat kesepakatan bersama terkait dengan cara pembayaran atau penyelesaian permasalahan utang-piutang diantara para pihak, baik seluruh atau sebagian utang juga kemungkinan dilakukannya restrukturisasi utang tersebut. Secara lebih sederhana, PKPU juga dapat diartikan sebagai moratorium legal yakni penundaan pembayaran utang yang diperkenankan oleh peraturan perundangundangan guna mencegah terjadinya krisis keuangan yang semakin parah. Dari beberapa kasus kepailitan yang terdapat di Indonesia ada yang berakhir damai melalui PKPU dan ada pula yang tetap berakhir pada putusan pailit pengadilan Niaga.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yakni dengan cara melakukan studi kepustakaan dan menelaah data sekunder yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan hukum Primer meliputi peraturan perundang-undangan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Pengumpulan Bahan hukum atau teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah dengan studi kepustakaan atau library research yang didapat di dapat dengan cara menelaah peraturan perundangundanganm buku, jurnal ilmiah dan informasi di media cetak yang terkait dengan proses legislasi.

PENDAHULUAN

Mekanisme Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Dalam Kepailitan

Kepailitan dan penundaan atau "pengunduran pembayaran (surseance) lazimnya dikaitkan dengan masalah utang piutang antara seseorang yang dapat disebut Debitur dengan mereka yang mempunyai dana yang disebut Kreditur". Dengan perkataan lain, antara Debitur dan Kreditur terjadi perjanjian utang piutang atau perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam yang tersebut, lahirlah suatu perikatan di antara para pihak. Dengan adanya perikatan maka masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban. Salah satu kewajiban dari Debitur adalah mengembalikan utangnya sebagai suatu prestasi yang harus dilakukan. Apabila kewajiban mengembalikan utang tersebut berjalan lancar sesuai dengan perjanjian tentu tidak merupakan masalah. Permasalahan akan timbul apabila Debitur mengalami kesulitan untuk mengembalikan utangnya tersebut. Dengan kata lain debitur berhenti membayar utangnya. Keadaan berhenti membayar utang dapat terjadi karena :

a. Tidak mampu membayar

b. Tidak mau membayar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun