Mohon tunggu...
USMAN HERMAWAN
USMAN HERMAWAN Mohon Tunggu... Guru - Belajar untuk menjadi bagian dari penyebar kebaikan

BEKAS ORANG GANTENG, Tangerang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta yang Tertahan: Jangan Tanya Kapan Kawin

14 Oktober 2023   10:17 Diperbarui: 14 Oktober 2023   10:30 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: dokumen pribadi Usman

"Kalau serius, apa yang harus aku lakukan?"

"Datanglah orang tuamu ke sini, melamar, atau walau pun tak membawa apa-apa minimal ada bahasanya."

"Sabar yah, insyaallah dalam waktu dekat."

"Insyaallah melulu."

"Ini pasti. Akan secepatnya aku bicarakan dengan ibu."

"Terima kasih. Sebentar yah, aku buatkan kopi." Dia berlalu.

Rasanya terlalu lama jika menunggu waktu pulang ke Cirebon. Esok harinya aku menelepon ibu. Tentu saja ibu yang aku telepon karena ibulah yang dipasrahi bapak berbagai urusan keluarga. Mengenai hubunganku dengan Vidia kerap aku bisarakan dengan ibu. Aku mengutarakan keinginanku. Aku diminta ibu agar sabar. Di ujung percakapan ibu mengingatkan agar segera mengirim uang setelah gajian nanti. Percakapan singkat dengan ibu menyisakan rasa penasaran sehingga aku sangat berharap ibu segera datang ke kontrakanku. Entah apa yang akan disampaikan ibu jika dihadapkan dengan ayah Vidia.    

Sejujurnya aku sudah bosan dengan pertanyaan basa-basi dari teman-teman Kapan kawin? Seolah mereka tidak tahu bahwa untuk menikah dan  berumah tangga dibutuhkan berbagai persiapan yang tidak mungkin aku penuhi saat ini barulah mereka mengerti.

Tak ada janji manis yang kuberikan kepada Vidia. Aku tidak berani. Kukira Vidia akan menerima aku apa adanya sehingga aku berani berkata, "Kita bisa memulai hidup bersama mulai dari nol." Kuharap dia setuju. Ternyata tidak. Katanya aku harus punya tabungan, sedangkan saldo tabunganku tidak bisa diharapkan. Setiap ada uang gaji masuk langsung habis untuk membayar sewa kontrakan dan utang-utang bekas makan setelah mengirim kepada ibu dan adik. Kadang-kadang aku makan dari belas kasihan teeman-teman yang memahami.

***

Aku menjemput ibu di terminal Poris dan pada akhirnya sampai juga ibu di kontrakanku untuk pertama kalinya. Kupikir, kejutan apa yang akan ibu berikan? Ternyata ibu menangis. "Zis jangan dulu kawin. Tunggu sampai adikmu selesai kuliah. Kalau kamu sekarang menikah siapa yang akan membiayai kuliahnya, juga bantu-bantu keuangan ibumu ini. Keadaan bapak sampai saat ini belum bisa diharapkan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun